Teori Perbandingan Sosial Dalam Psikologi Sosial
Definisi Perbandingan Sosial
Teori perbandingan sosial merupakan
proses saling mempengaruhi dan perilaku saling bersaing dalam interaksi sosial
yang ditimbulkan oleh adanya kebutuhan untuk menilai dirinya sendiri (self-evaluation)
dan kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan membandingkan diri dan orang lain
(Festinger, 1954). Dua hal yang diperbandingkan dalam hubungan ini, yaitu
pendapat (opinion) dan kemampuan (ability).
Opini dan kepercayaan
individual, serta evaluasi mengenai kemampuannya merupakan determinan yang
penting terhadap perilaku yang akan ditampakkannya. Opini yang tepat dan
penilaian kemampuan yang akurat akan cenderung mengarah kepada kepuasan atau
perilaku yang mendapatkan reward, sementara keyakinan yang tidak tepat
atau penilaian kemampuan yang tidak akurat akan mengarah kepada konsekuensi
yang tidak menyenangkan (hukuman).
Festinger (1982) menyatakan bahwa karena
kemampuan direfleksikan kedalam performansi, manifestasinya akan menjadi tampak
jelas bervariasi. Sebagai contoh, seorang atlet angkat beban dapat melakukan
penilaian secara langsung dalam realitas objektif, tapi, dalam mengevaluasi
kemampuan sebagai seorang seniman abstrak, orang yang bersangkutan harus
berdasar pada opini orang lain (disebut dengan realiitas sosial).
Evaluasi
mengenai kemampuan pada kenyataanya merupakan opini mengenai kemampuan, namun,
pada awalnya penilaian lebih bergantung pada perbandingan performansi seseorang
terhadap orang lain dibandingkan dengan opini dari orang lain.
Keberadaan dari dorongan untuk
mengevaluasi opini dan kemampuan mengimplikasikan bahwa seseorang akan
berperilaku dalam cara yang dibentuk untuk memuaskan keinginannya, yaitu,
dengan cara yang dapat membantu orang tersebut mengevaluasi opini dan
kemampuannya secara akurat.
Dalam melakukan perbandingan sosial
terdapat beberapa syarat yakni, sebagai berikut.
1. Persamaan (similarity hipotesis),
artinya manusia melakukan perbandingan dengan orang-orang yang sama atas
dirinya atau yang sedikit lebih baik dan umumnya manusia tersebut berupaya
untuk menjadi lebih baik.
2. Dikaitkan dengan atribut (related
atribut hipotesis), artinya manusia melakukan perbandingan dengan melihat
usia, etnis, dan jenis kelamin yang sama.
3. Downward comperesion, artinya
manusia kadang membandingkan dirinya dengan orang yang lebih buruk darinya.
Umumnya ini dilakukan untuk mencari perasaan yang lebih baik atau mengabsahkan
diri sendiri (self validating). Disini muncul dalil bahwa manusia
terkadang tidak objektif dalam melakukan perbandingan sosial.
Teori perbandingan sosial pertama kali
dirumuskan oleh Festinger pada tahun 1950. Festinger
mengatakan jika perbandingan sosial adalah suatu proses saling mempengaruhi dan
juga merupakan perilaku yang bersaing dalam kaitannya dengan interaksi sosial
yang disebabkan karena adanya kebutuhan untuk menilai diri sendiri.
Adapun tujuan
yang paling utama dari perbandingan sosial ini adalah untuk mendapatkan
informasi mengenai self atau diri.
Walaupun proses perbandingan untuk kedua
hal tersebut sama, namun ada juga perbedaan penting yang perlu diperhatikan.
Pertama, dalam perbandingan kemampuan terdapat dorongan searah menuju keadaan
yang lebih baik atau kemampuan yang lebih tinggi yang tidak terdapat dalam
perbandingan antar pendapat.
Sehubungan dengan itu perbedaan kedua yang perlu
diperhatikan adalah bahwa perubahan pendapat relatif lebih mudah terjadi dari
pada perubahan kemampuan. Setiap orang memiliki dorongan untuk menilai pendapat
dan kemampuannya sendiri dengan cara membandingkannya dengan pendapat atau
kemampuan orang lain.
Dengan cara itulah orang bisa mengetahui bahwa pendapatnya
benar atau tidak dan seberapa jauh kemampuan yang dimilikinya (Sarwono, 2011).
Motif-Motif Teori Perbandingan Sosial
Menurut teori ini setidaknya ada tiga motif
yang menjadi dasar dari proses perbandingan sosial, yakni evaluation,
improvement, dan enhancement. Berikut penjelasan lebih detailnya:
1) Evaluation
Baron & Byrne (2003) berpendapat
bahwa manusia cenderung untuk mempertanyakan apakah dirinya baik atau buruk
dengan cara melakukan self evaluation, dan sumber informasi utama yang
relevan dengan self evaluation adalah orang lain.
Festinger mengatakan
jika seseorang akan melakukan evaluasi terhadap dirinya sendiri dengan cara
melakukan perbandingan antara dirinya dengan orang lain, karena menurut orang
itu tidak ada lagi perbandingan lain yang objektif.
Menurut
Corcoran et al. (2011), untuk medapatkan self knowledge yang akurat,
biasanya individu akan menggunakan orang lain yang sejajar dan memiliki
kesamaan dengan dirinya sebagai standar perbandingan, karena hanya orang-orang
yang sama dengan dirinyalah yang dapat memberikan informasi untuk mengevaluasi
diri.
Dengan melihat pengertian diatas,
keraguan yang ada pada individu untuk mencari tahu mana yang salah dan yang
benar merupakan motif utama pada individu untuk melakukan perbandingan sosial.
Seseorang memiliki kebutuhan dasar untuk mempertahankan kestabilan dan
keakuratan pandangan dirinya.
Oleh karena itu mereka mencari informative
feedback mengenai karakteristik dan kemampuan yang mereka miliki, seseorang
sangat mengandalkan standar objektif untuk melakukan self evaluation,
namun standard objektif tidak selalu tersedia atau perbandingan dengan standard
terebut sulit untuk dicapai sehingga mengarahkan individu untuk melakukan
perbandingan dengan orang lain.
2) Improvement
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Gibbons dan Buunk (1999) seseorang akan menggunakan informasi sosial untuk
memfasilitasi self-improvement sesuai dengan hipotesanya, “unidirectional
drive upward” dimana terdapat dorongan untuk melakukan perubahan yang
searah, yaitu perubahan kearah yang lebih baik yang hanya terjadi dalam hal
perbedaan kemampuan dan tidak terdapat dalam hal perbedaan pendapat.
Hal
tersebut merupakan alasan orang-orang membandingkan dirinya dengan orang lain
untuk belajar lebih mengenai kemampuan yang dimiliki. Menurut Corcoranet et al,.
(2011) untuk memperoleh informasi dan petunjuk mengenai cara untuk melakukan improvement,
seseorang akan mencari perbandingan terutama dengan standar yang lebih tinggi,
yaitu orang lain yang lebih baik dari dirinya.
3) Enhancement
Motif berikutnya dari perbandingan sosial
adalah self-enhancement. Menurut Gibbon dan Buunk (1999), tidak ada diskusi
yang eksplisit dalam artikel Festinger mengenai self-enhancement,
biasanya self-enhancement didefinisikan sebagai perbandingan yang
ditujukan untuk meningkatkan self-esteem atau self-concept.
Wills
(1981) dalam Corcoran et.al., (2011) mengatakan bahwa orang-orang cenderung
mencari standar perbandingan yang lebih rendah untuk meningkatkan pandangan
diri mereka, tidak hanya membandingkan dengan orang lain, tetapi juga dengan
diri sendiri di masa lalu.
Selain itu perbandingan dengan standar yang lebih
tinggi juga dapat memenuhi kebutuhan untuk melakukan peningkatan karena
memotivasi seseorang dan dapat juga memberikan informasi tentang bagaimana cara
guna membuat sebuah peningkatan (Bandura dalam Corcoran et. al., 2011).
Arah Perbandingan Sosial
Menurut Baron dan Byrne (2003), terdapat
dua tipe perbandingan sosial yaitu perbandingan sosial kebawah (downward
social comparison) dan perbandingan sosial keatas (upward social
comparison).
Perbandingan sosial kebawah adalah proses membandingkan diri
dengan orang lain yang lebih buruk dalam atribut-atribut tertentu. Sementara itu
perbandingan sosial keatas adalah proses yang dilakukan dengan cara melakukan
perbandingan diri sendiri dengan orang lain yang lebih baik dalam
atribut-atribut tertentu.
Menurut Buunk dan Gibbons (dalam Guimond, 2006)
perbandingan sosial kebawah cenderung untuk memunculkan efek yang lebih negatif
daripada perbandingan sosial ke atas. Sementara efek positif atau efek negatif
yang dapat ditimbulkan dari adanya perbandingan sosial keatas pada seseorang
yang mempunyai social comparison orientation yang tinggi bergantung pada
sejauh mana upaya yang dimiliki oleh orang tersebut.
Apabila perbandingan sosial keatas
dilakukan bersamaan dengan upaya yang kuat maka efek yang ditimbulkan akan
menjadi positif, akan tetapi jika perbandingan sosial keatas dilakukan tanpa
upaya yang kuat akan memunculkan efek yang negatif.
Pada perbandingan sosial
kebawah efek yang ditimbulkan menjadi negatif karena seseorang cenderung untuk
menggambarkan situasi pada target perbandingan sebagai refleksi atas situasinya
sendiri, dan secara tidak langsung ia melakukan self evaluation terhadap
situasi yang sedang dialami oleh target perbandingannya, sehingga memunculkan
perasaaan khawatir dan terancam bahwa ia sama seperti target atau bahkan akan
menjadi seperti target yang memiliki status lebih rendah.
Selain itu, semakin
tinggi tingkat burnout individu maka akan semakin negatif efek yang
ditimbulkan dari perbandingan sosial kebawah. Akan tetapi kekhawatiran tersebut
dapat dicegah dengan cara menjauhi secara kognitif target perbandingannya.
Baca Juga: Norma-norma kelompok sosial
Frekuensi Perbandingan Sosial
Para peneliti atau para ahli membedakan
atau memisahkan efek dari perbandingan sosial pada berbagai self-belief
yang berbeda-beda. Pertama, perbandingan sosial relevan dengan self-concept
seseorang.
Sebagai contoh jika seorang siswa mendapat nilai yang lebih baik
dari pada teman-temannya yang lain, dan merasa lebih kompeten pada beberapa
pelajaran dibandingkan dengan teman-temannya, dengan begitu positif self-evaluation
telah menjadi konsekuensi dari perbandingan tersebut; yang artinya, nilai yang
baik yang diperoleh dan perbandingan kebawah mengarah pada self-concept
yang positif (ia memiliki konsep diri jika ia mampu untuk bersaing dengan
temannya dan menjadi yang terbaik).
Sementara dalam kasus sebaliknya yakni jika
seorang siswa mendapat nilai yang lebih buruk dari pada teman-temannya, dan
merasa kurang kompeten dalam beberapa pelajaran dibandingkan teman-temannya,
berarti ia cenderung memiliki self-concept yang negatif (Wheeler dan Miyake
dalam Mooller, 2009); (harusnya ketika ia mendapat nilai lebih buruk temannya
dapat ia jadikan motivasi untuk bisa menyamai atau bahkan melewati temannya).
Hal
tersebut juga terjadi pada perbandingan keatas yang dapat meningkatkan self-concept
ketika seseorang yakin bahwa mereka dapat memperbaiki performanya dan dapat
menyamai target perbandingannya. Disisi lain, perbandingan kebawah dapat
menurunkan self-concept ketika seseorang yakin bahwa mereka bisa sama
buruknya seperti target perbandingannya.
Menurut Buunk, Zurriaga, Roma dan,
Subirats (2003) seseorang yang terus menerus menilai dirinya dibandingkan
dengan orang lain dapat lebih mudah merasa kekurangan atau tidak puas, terutama
ketika mereka terlibat dalam perbandingan ke sosial keatas, karena hal ini akan
memberikan mereka titik acuan yang tinggi terhadap situasi mereka sendiri.
Dengan demikian, semakin tinggi frekuensi seseorang untuk terlibat dalam
perbandingan dengan orang lain yang melakukan hal yang lebih baik dari diri
kita sendiri, maka semakin besar kemungkinan peningkatan deprivasinya.
Dampak dari Teori Perbandingan Sosial
Perbandingan sosial yang dilakukan secara
langsung ke bawah dapat memperkuat diri (self-enhancement) meningkatkan
harga diri dan mengurangi stres. Sedangkan perbandingan sosial yang dilakukan
secara umum dapat meningkatkan diri, khususnya dalam aspek yang
diperbandingkan.
Jadi dengan melihat bahwa ada orang lain yang mampu melebihi
dirinya, seseorang dapat terpacu Untuk melakukan perbaikan atau pengembangan
diri.
Namun untuk dapat mencapai tujuan ini,
orang lain yang menjadi acuan perbandingan harus berada dalam rentang yang
masih mungkin tercapai oleh orang yang membandingkan diri.
Jika tidak,
perbandingan sosial yang dilakukan tidak akan mendorong orang untuk
meningkatkan diri karena sudah merasa tidak mungkin dapat mencapai posisi yang
sama dengan orang yang dijadikan acuan
tersebut.
Kelompok yang digunakan sebagai acuan
untuk membandingkan diri ini disebut dengan kelompok acuan (reference group).
Secara khusus Wheeler (dikutip oleh Baron & Byrne, 2004), menyebutkan
perbandingan sosial dengan menggunakan kelompok acuan yang levelnya dalam aspek
yang diperbandingkan masih mungkin dicapai sebagai dorongan searah ke atas
dalam aspek.
Festinger sendiri berpendapat manusia
cenderung melakukan unidirectional Drive upward comparison. Menurutnya,
jika boleh memilih, seseorang akan memilih orang lain yang pendapat atau
kemampuannya mendekati pendapat atau kemampuannya sendiri untuk dijadikan
pembanding.
Oleh sebab itu, sebagian besar orang cenderung memilih teman sebaya
atau rekan-rekannya sendiri untuk dijadikan sumber perbandingan (dikutip oleh
Myers, 2007). Karena umumnya mereka masih berada pada rentang yang sama dengan
dirinya sendiri dalam aspek yang diperbandingkan.
Prilaku perbandingan sosial di dalam masyarakat sudah lumrah adanya. apalagi dalam keseharian yang isinya adalah mak mak yang suka ngerumpi, di pedesaan kegiatan ini sudah menjadi kebiasaan.
BalasHapusyang buruk dari kegiatan ngerumpi ini adalah akan seru jika membicarakan orang lain. bahkan tida sedikit topik pembahasannya yang menjurus ke perbandingan sosial.
Di luaran sana mungkin banyak yang mengikuti teori perbandingan sosial semacam ini. Tapi saya sendiri nggak suka membanding-bandingkan dengan orang lain, saya lebih santai saja menanggapi satu hal yang tidak ada sangkutannya dengan saya
BalasHapusKalau orang mudah terpedaya hoaks ekslusif hidup dalam lingkaran percaya hoaks bagaimana? Akankah dia akan selalu percaya hoaks adalah kenyataan?
BalasHapus"seseorang yang terus menerus menilai dirinya dibandingkan dengan orang lain dapat lebih mudah merasa kekurangan atau tidak puas, terutama ketika mereka terlibat dalam perbandingan ke sosial keatas, karena hal ini akan memberikan mereka titik acuan yang tinggi terhadap situasi mereka sendiri." Sering menmukan teman yg frustasi ketika hasil perbandingan tidak sesuai harapan....
BalasHapusSaya sering melakukan perbandingan sosial ke bawah, untuk merasa lebih baik dan lebih bersyukur. Kalau ke atas, malah tak berani. Takut menyakiti diri sendiri. Apa nama kepribadian saya ini?
BalasHapusApakah ada efek buruknya?
Btw, banyak topik bagus di sini. Kebetulan saya suka psikologi.
Saya juga termasuk yang selalu membandingkan dalam arti, kenapa dia bisa saya ga bisa, akhirnya mencoba kaya penasaran gitu tapi kalau untuk perbandingan apa yang orang lain miliki dan saya tak miliki ga sie, bersyukur aja kalau sering membandingkan jadi capek hati sendiri
BalasHapusRasanya kegiatan membandingkan orang lain ini sangat sulit dihilangkan. Kebanyakan hanya menilai berdasarkan apa yang bisa dilihat, kalau orang Jawa tuh 'wang sinawang' dan ini yang kadang memicu konflik.
BalasHapusMembandingkan memang yang termudah dengan teman atau lingkungan, tapi sudut pandangnya kembali ke kita lagi. Ingin membandingkan ke atas atau ke bawah.
BalasHapusAda teorinya ternyata ya,membandingkan diri sendiri dengan orang lain, kelompok endiri dengan kelompok lain. Ada sisi positif dan negatifnya juga ya. Kalau saya pribadi sih, nggak suka membandingkan dan dibanding-bandingkan
BalasHapusDalam kehidupan bersosial, secara sadar atau tidak pasti melakukan perbandingan sosial. Positifnya jika hal itu dilakukan untuk merasa bersyukur atau termotivasi untuk meraih sesuatu yang lebih baik.
BalasHapusSayangnya, perbandingan sosial gak selalu berdampak positif, sering kali justru negatif.
Sering juga sih dalam keluarga membandingkan dengan keluarga lain. Kadang penasaran kenapa mereka begini-begitu, tapi lebih baik mensyukuri yang ada saja.
BalasHapusBuat anak-anak mungkin supaya termotivasi, tetapi ada juga anak-anak yang santai, Mamaknya yang gemez...
Motif Improvement ini sering kita jumpai di SDM masyarakat desa ya mba (Mohon maaf jika salah). Misalnya orang tua si A, menjadikan anak dari orang tua si B yang lulus kuliah dari universitas favorit sebagai barometer dan contoh untuk anaknya.
BalasHapusTeori perbandingan sosial lebih masiv di era sosial media berbasis digital..hanya dengan simbol tertentu seseorang merasa nilai dirinya lebih tinggi dan mulia kemudian lebih gampang menilai orang yang tidak sepemikiran dan melakukan persekusi untuk mendapat pengikut..hanya dengan ucapan yg direkam di sosial media ataupun tulisan yg di share lewat sosial media..akhirnya punya pengikut dan tambah jumawa orang tsb..ujung2 nya cuma ribut mencari popularitas ..hehe..
BalasHapusSaya jadi teringat emak-emak yang suka bandingin anaknya dengan anak tetangga. Itu mungkin bentuk dari perbandingan sosial kali ya. Tapi bagaimanapun, lebih baik melakukannya sendiri, daripada membiarkan orang lain membuat perbandingan tentang kehidupan kita
BalasHapus