Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Konseling Kelompok: Definisi, Tahapan, Tujuan, Kelebihan dan Kelemahan Konseling Kelompok

Definisi Konseling Kelompok
Ilustrasi (pexels.com)

Definisi Konseling Kelompok


Konseling kelompok merupakan suatu proses hubungan interpersonal antara seorang konselor atau beberapa konselor dengan sekelompok klien (konseli). 
 
Dalam proses tersebut konselor berupaya membantu menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan klien untuk menghadapi dan mengatasi persoalan atau hal-hal yang menjadi kepedulian masing-masing klien melalui; pengembangan pemahaman, sikap, keyakinan, dan perilaku klien yang tepat dengan cara memanfaatkan suasana kelompok (Sugiyanto).  
 
Menurut Corey (2006) dalam Budi Astuti (2012) menjelaskan bahwa konseling kelompok lebih memberikan perhatian secara umum pada permasalahan-permasalahan jangka pendek dan tidak terlalu memberikan perhatian pada treatment gangguan perilaku dan psikologis.

Konseling kelompok memfokuskan diri pada proses interpersonal dan strategi penyelesaian masalah yang berkaitan dengan pemikiran, perasaan, dan perilaku yang disadari. Metode yang digunakan adalah dukungan dan umpan balik (feedback) interaktif dalam sebuah kerangka berpikir saat itu juga. 

Dilengkapi oleh pendapat Gazda (1978) bahwa konseling kelompok adalah suatu proses antara pribadi yang dinamis, yang terpusat pada pemikiran dan perilaku yang disadari. 
 
Proses itu mengandung ciri-ciri teraupetik seperti pengungkapan pikiran dan perasaan secara leluasa, orientasi pada kenyataan, keterbukaan diri mengenai seluruh perasaan mendalam yang dialami, saling percaya, saling perhatian, saling pengertian dan saling mendukung.

Para klien dapat memanfaatkan suasana komunikasi antar-pribadi dalam kelompok untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan terhadap nilai-nilai kehidupan dan segala tujuan hidup, serta untuk belajar dan atau menghilangkan suatu sikap dan perilaku tertentu.


Konseling Kelompok Menurut Aliran Behavioristik

Menurut kartini kartono (2003:45) behavioristik adalah tingkah laku, setiap tindakan manusia atau hewan yang dapat dilihat. Behavioristik adalah suatu pandangan yang ilmiah mengenai perilaku manusia. 

Menurut Gerrald Corey, pendekatan behavioral merupakan penerapan dari berbagai macam teknik dan prosedur yang mengakar pada macam-macam teori tentang belajar, dan penerapannya sistematis. Prinsip-prinsip belajar adalah perubahan perilaku ke arah tingkah laku yang positif. 

Dari uraian mengenai behavioral menurut kedua tokoh tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa teknik behavioral adalah pendekatan yang dilakukan oleh konselor untuk mengatasi atau mengubah arah tingkah laku seseorang menjadi lebih baik dari sebelumnya.
 

Tujuan Konseling Kelompok


Tujuan Konseling Kelompok
Ilustrasi (pexels.com)
 
Menurut literatur profesional mengenai konseling kelompok, sebagaimana tampak dalam karya Erle M. Ohlsen (1977) Don C. Dinkmeyer dan James Muro (1979), serta Gerald Corey (1981) dapat ditemukan sejumlah tujuan umum dari pelayanan bimbingan dalam bentuk konseling kelompok yakni sebagai berikut: 

1. Masing-masing klien mampu menemukan dan memahami dirinya sendiri dengan lebih baik. Berdasarkan pemahaman tersebut, klien rela menerima dirinya sendiri dan lebih terbuka terhadap aspek-aspek positif kepribadiannya. 

2. Para klien mengembangkan kemampuan berkomunikasi antara satu individu dengan individu yang lain, sehingga mereka dapat saling memberikan bantuan dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan yang khas pada setiap fase-fase perkembangannya. 

3. Para klien memperoleh kemampuan mengatur dirinya sendiri dan mengarahkan hidupnya sendiri, dimulai dari hubungan antar-pribadi di dalam kelompok dan dilanjutkan dalam kehidupan sehari-hari di luar lingkungan kelompoknya. 

4. Para klien menjadi lebih peka terhadap kebutuhan orang lain dan lebih mampu menghayati atau memahami perasaan orang lain. Kepekaan dan pemahaman ini akan membuat para klien lebih sensitif terhadap kebutuhan psikologis diri sendiri dan orang lain. 

5. Masing-masing klien menetapkan suatu target yang ingin dicapai, yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku yang lebih konstruktif. 

6. Para klien lebih menyadari dan menghayati makna dari kehidupan manusia sebagai kehidupan bersama, yang mengandung tuntutan menerima orang lain dan harapan akan diterima oleh orang lain. 

7. Masing-masing klien semakin menyadari bahwa hal-hal yang memprihatinkan bagi dirinya kerap menimbulkan rasa prihatin dalam hati orang lain. Dengan demikian, klien tidak akan merasa terisolir lagi, seolah-olah hanya dirinyalah yang mengalami masalah tersebut. Para klien belajar berkomunikasi dengan seluruh anggota kelompok secara terbuka, dengan saling mengahrgai dan saling menaruh perhatian.


Tahapan Konseling Kelompok


Tahapan Konseling Kelompok
Ilustrasi (pexels.com)
 
Tahapan konseling kelompok menurut model Nixon dan Glover, adalah sebagai berikut:

a. Pembukaan

Diletakkan dasar bagi pengembangan hubungan antar-pribadi (working relationship) yang baik, yang memungkinkan pembicaraan terbuka dan terarah pada penyelesaian masalah. Hal yang paling pokok adalah pembukaan awal proses konseling kelompok, bila kelompok saling bertemu untuk pertama kali. 

Mengingat jumlah pertemuan pasti lebih dari satu kali saja, maka pertemuan-pertemuan berikutnya juga memakai suatu pembukaan, tetapi caranya akan lain dibanding dengan pembukaan pada pertemuan yang pertama kali.

1) Bila saling bertemu untuk pertama kali, para konseli disambut oleh konselor. Kemudian dilanjutkan konselor yang memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama, umur, taraf pendidikan, dan lamanya berpengalaman di lapangan. Serta sedikit menceritakan tentang asal-usulnya.  
 
Setelah itu giliran seluruh anggota kelompok saling memperkenalkan diri, dengan menyebut nama, umur, alamat, kelas, dan program studi/pekerjaan, serta menceritakan sedikit mengenai asal usulnya. Perkenalan ini sedikit banyak berfungsi sebagai basa-basi, supaya para konseli dapat sedikit menyesuaikan diri dengan situasi tegang. 

Kemudian mereka mendengarkan penjelasan yang diberikan oleh konselor, mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang belum jelas, dan menyatakan kerelaanya untuk mengikuti tata-cara yang ditetapkan. 
 
Lalu konselor memberikan rangkaian penjelasan yang diperlukan, dilanjutkan para konseli mengemukakan gambaran masalah yang mereka alami dengan materi pokok yang menjadi bahan diskusi. 

2) Bila kelompok bertemu kembali untuk melanjutkan pembicaraan terdahulu, konselor menyambut kedatangan para konseli kemudian mengajak untuk melanjutkan diskusi bersama setelah memberikan ringkasan tentang kemajuan kelompok sampai pada saat tertentu dalam proses konseling.
 

b. Penjelasan Masalah

Masing-masing konseli mengutarakan masalah yang dihadapi berkaitan dengan materi diskusi, sambil mengungkapkan pikiran dan perasaanya secara bebas. 
 
Selama seorang konseli mengungkapkan apa yang dipandangnya perlu dikemukakan, konseli lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh dan berusaha menghayati ungkapan pikiran dan perasaan temannya. 

Mereka dapat menanggapi ungkapan teman dengan memberikan komentar singkat, yang menunjukkan ungkapan itu telah ditangkap dengan tepat. 
 
Karena konselor pada akhir pembukaan sudah memberikan kesempatan untuk berbicara menurut selaranya sendiri-sendiri, diharapkan para konseli akan dapat mengatasi rasa ragu-ragu untuk membuka isi hatinya.

Sambil seorang konseli mengungkapkan pikiran dan perasaanya, konselor pun ikut mendengarkan dengan seksama, membantu konseli itu untuk mengungkapkan diri dan menunjukkan pemahamannya serta penghayatannya, dengan menggunakan teknik-teknik pemantulan (feedback) seperti refleksi pikiran dan klarifikasi perasaan. 

Bila mana konseli lain menanggapi ungkapan temannya dengan kata-kata yang kurang memadai, konselor membantu merumuskan dengan lebih tepat, dan meminta umpan balik kepada pembicara apakah memang itulah yang dimaksudkannya. 
 
Setelah semua konseli selesai mengungkapkan masalahnya menurut pandangannya sendiri-sendiri, konselor meringkas apa yang dikatakan konseli dan mengusulkan suatu perumusan masalah yang umum, yang mencakup semua ungkapan yang telah dikemukakan oleh para konseli. 

Perumusan umum tersebut ditawarkan kepada kelompok untuk diterima atau diubah seperlunya, sampai anggota menerima perumusan tersebut sebagai konkretisasi (perwujudan) dari materi diskusi.
 

c. Penggalian Latar Belakang Masalah

Fase ini merupakan pelengkap dari fase penjelasan masalah, karena pada fase kedua masalah-masalah yang diungkapkan para klien belum menyajikan gambaran lengkap mengenai kedudukan masalah dalam keseluruhan situasi kehidupan masing-masing klien. Sehingga pada fase ini diperlukan penjelasan lebih detail dan mendalam. 

Oleh karena itu, masing-masing konseli dalam fase analisis kasus ini menambah ungkapan pikiran dan perasaan sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh konselor.  
 
Seperti pada fase kedua di atas, para konseli mendengarkan ungkapan yang telah diberikan oleh teman tertentu dan menanggapi ungkapan tersebut dengan memberikan komentar singkat, yang menunjukkan pemahamannya atau mohon penjelasan lebih lanjut dengan bertanya.

Pada umumnya beberapa ungkapan yang lebih mendalam dan men-detail itu menciptakan suasana keterikatan dan kebersamaan (cohesion), sehingga mereka semakin bersedia untuk mencari penyelesaian bersama atas masalah yang dihadapi bersama. 
 
Pada fase terakhir ini, atas petunjuk konselor, para konseli menentukan keadaan diri yang didambakan, yaitu keadaan ideal yang akan ada setelah masalahnya terselesaikan.
 

d. Penyelesaian Masalah

Berdasarkan apa yang telah digali dalam fase analisis kasus (penjelasan dan penggalian masalah), konselor dan para konseli membahas bagaimana persoalan dapat diatasi.
 
Kelompok konseli selama ini harus ikut berpikir, memandang, dan mempertimbangkan, namun peranan konselor di institusi pendidikan dalam mencari penyelesaian pemasalahan pada umumnya lebih besar. 

Oleh karena itu, para konseli mendengarkan lebih dahulu penjelasan konselor tentang hal-hal apa yang ditinjau dan didiskusikan. Kemudian dimantapkan kembali tujuan yang ingin dicapai bersama, selaras dengan keadaan ideal yang telah dirumuskan pada fase ketiga.

Misalnya: “Kelompok ingin dapat melakukan penyesuaian sosial yang baik”. 
 
Setelah itu dibahas bersama dengan cara bagaimana tujuan itu dapat dicapai. Dengan menetapkan sejumlah langkah-langkah untuk mewujudkan keinginan bersama tersebut. 
 
Pada fase ini konselor harus mengarahkan arus pembicaraan dalam kelompok, sesuai dengan pendekatan yang telah ditetapkan.
 

e. Penutup

Bilamana kelompok sudah siap untuk melaksanakan apa yang telah diputuskan bersama, proses konseling dapat diakhiri dan kelompok dibubarkan pada pertemuan terakhir.
 
Bilamana proses konseling belum selesai, pertemuan yang sedang berlangsung ditutup untuk dilanjutkan pada lain hari:

1) Apabila proses konseling sudah akan selesai, para konseli mendengarkan ringkasan yang diberikan oleh konselor tentang jalannya proses konseling dan melengkapinya kalau dianggap perlu.

2) Apabila proses konseling belum selesai dan waktu untuk pertemuan kali ini sudah habis, konselor meringkas apa yang sudah dibahas bersama, menunjukkan kemajuan apa yang telah dicapai, dan memberikan satu-dua pertanyaan untuk dipikirkan selama hari-hari pertemuan berikutnya.

Kelebihan dan Kelemahan Konseling Kelompok


Konseling Kelompok
Ilustrasi (pexels.com)
 
Konseling kelompok memiliki kelebihan-kelebihan dalam pelaksanaannya, yaitu:
 
a. Bersifat praktis;
b. Anggota belajar berlatih perilakunya yang baru;
c. Kelompok dapat digunakan untuk belajar mengekspresikan perasaan, perhatian dan pengalaman;
d. Anggota belajar keterampilan sosial dan belajar berhubungan antar-pribadi secara lebih mendalam;
e. Mendapat kesempatan diterima dan menerima di dalam kelompok.
 
Di samping kelebihan-kelebihan yang diperoleh dalam konseling, terdapat kelemahan-kelemahan konseling kelompok yang perlu diperhatikan, antara lain:
 
a. Tidak semua orang cocok dalam kelompok;
b. Perhatian konselor lebih menyebar atau meluas;
c. Mengalami kesulitan dalam membina kepercayaan;
d. Klien mengharapkan terlalu banyak tuntutan dari kelompok. Kelompok bukan dijadikan sebagai sarana berlatih untuk melakukan perubahan namun sebagai tujuan.


Daftar Pustaka

(1) Asmani, Jamal Ma’ruf. 2010. Panduan Efektif Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jogjakarta: Diva Press.

(2) Latipun. 2006. Psikologi Konseling. Malang: UMM Pres.

(3) Lubis, Namora Lumongga. 2011. Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori dan Praktik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

(4) Wingkel, W.S. dan M. M. Srihastuti. 2007. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta. Media Abadi.

Posting Komentar untuk "Konseling Kelompok: Definisi, Tahapan, Tujuan, Kelebihan dan Kelemahan Konseling Kelompok"