Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Teori Stres Menurut Para Ahli


Teori Stres Menurut Para Ahli
Ilustrasi: pexels.com

Teori stress

Stres merupakan masalah umum yang terjadi dalam kehidupan umat manusia. Kupriyanov dan Zhdanov (2014) menyatakan bahwa stres yang ada saat ini adalah sebuah atribut kehidupan modern.

Hal ini dikarenakan stres sudah menjadi bagian hidup yang tidak bisa terelakkan. Baik di lingkungan sekolah, kerja, keluarga, atau di manapun, stres bisa dialami oleh seseorang. Stres juga bisa menimpa siapapun termasuk anak-anak, remaja, dewasa, atau yang sudah lanjut usia.

Teori stres terus berkembang dari masa ke masa, tetapi secara fundamental teori stres hanya digolongkan atas tiga pendekatan. Tiga pendekatan terhadap teori stres tersebut adalah: (1) stres model stimulus (rangsangan), (2) stres model response (respons), dan (3) stres model transactional (transaksional) (Bartlett, 1998: Lyon, 2012).

Stres model stimulus merupakan model stres yang menjelaskan bahwa stres itu adalah varibel bebas (independent) atau penyebab manusia mengalami stres. Atau dengan kata lain, stres adalah situasi lingkungan yang seseorang rasakan begitu menekan dan individu tersebut hanya menerima secara langsung rangsangan stres tanpa ada proses penilaian (Staal, 2004).


Bartlett (1998) menegaskan bahwa stres stimulus lebih memfokuskan pada sumber -  sumber stres dari pada aspek-aspek lainnya. Sumber stres tersebut dikenal dengan istilah “stressor”. Cara kerja dari stressor ini adalah memberikan sebuah rangsangan, tekanan, dan dorongongan sehingga seseorang dapat mengalami stres. Jadi stressor inilah yang berperan sebagai penyebab stres pada seseorang.

Teori Stres Menurut Para Ahli
Ilustrasi (pexels.com)

Stres model respons dikembangkan oleh Hans Selye. Selye ini adalah seorang ahli yang dikenal karena sebuah penelitian yang dilakukannya serta teorinya tentang stres yang ia kaitkan dengan aspek-aspek fisik dan kesehatan (Lyon, 2012).

Merujuk pada Bartlett (1998), pada tahun 1946, Selye menulis sebuah karya ilmiah yang berjudul “The General Adaptation Syndrome and Diseases of Adaptation” dan menggunakan istilah stres untuk mengacu secara khusus pada tekananan yang berasal dari luar individu. Namun, empat tahun kemudian, yaitu di tahun 1950, Selye mengganti defenisi stres tersebut menjadi respons seseorang terhadap stimulus yang diberikan.

Selye menekankan bahwa stres merupakan reaksi atau tanggapan tubuh yang secara spesifik terhadap penyebab stres (stressor) yang mana hal tersebut memberikan pengaruh kepada seseorang. Lyon (2012) mengistilahkan reaksi tubuh terhadap sumber stres sebagai variable terikat atau hasil.

Hasil stres itupun meliputi perubahan kondisi psikis, emosional, dan psikologis (Carr & Umberson, 2013). Misalnya, ketika seseorang mengalami situasi yang mengkhawatirkan, tubuh secara spontan bereaksi terhadap ancaman tersebut. Ancaman tersebut termasuk sumber stres, dan respons tubuh terhadap ancaman itu merupakan stres respons (Scheneidrman, Ironson & Siegel, 2005).

Dengan demikian, perpaduan antara sumber stres dan hasil stres mengarahkan pada pengertian bahwa stres tidak bisa dipisahkan dari reaksi tubuh terhadap sumber-sumber stres yang ada.

Atau dengan kata lain, tubuh tidak akan memberikan respon apapun kalau tidak ada rangsangan. Oleh karena itu, stres respons dapat disimpulkan sebagai reaksi tubuh secara jasmaniah terhadap sumber-sumber stres yang ada atau rangsangan yang menyerang tubuh.


Teori Stres Menurut Para Ahli
Ilustrasi (pexels.com)

Stres model transaksional berfokus pada respon emosi dan proses kognitif yang mana didasarkan pada interaksi manusia dengan lingkungan (Jovanovic, Lazaridis & Stefanovic, 2006). Atau dengan kata lain, stres model ini menekankan pada peranan penilaian individu terhadap penyebab stres yang mana akan menentukan respon individu tersebut (Staal, 2004).

Richard Lazarus dan Susan Folkman adalah tokoh yang terkenal dalam mengembangkan teori stres model transaksional. Lazarus dan Folkman (1984) menyatakan bahwa stres adalah hubungan antara individu dengan lingkungannya yang dievaluasi oleh seseorang sebagai tuntutan atau ketidakmampuan dalam mengahadapi situasi yang membahayakan atau mengancam kesehatan.

Lebih lanjut, Lazarus dan Folkman menegaskan bahwa appraisal adalah faktor utama dalam menentukan seberapa banyak jumlah stres yang dialami oleh seseorang saat berhadapan dengan situasi berbahaya (mengancam). Dengan kata lain, stres adalah hasil dari terjadinya transaksi antara individu dengan penyebab stres yang melibatkan proses pengevaluasian (Dewe et al., 2012).

Selain itu, sumber stres merupakan kejadian atau situasi yang melebihi kemamampuan pikiran atau tubuh saat berhadapan dengan sumber stres tersebut. Ketika situasi tersebut memberikan rangsangan, maka individu akan melakukan appraisal (penilaian) dan coping (penanggulangan).

Oleh karena itu, stres bisa berlanjut ke tahap yang lebih parah atau sedikit demi sedikit semakin berkurang. Hal-hal tersebut ditentukan dari bagaimana upaya atau usaha yang di lakukan oleh seseorang ketika berhadapan dengan sumber stres, apakah ia bisa menangani dengan benar atau tidak? Ingin tahu bagaimana cara mengatasi stres yang benar? Baca artikel dibawah ini!


Referensi bacaan
Nasib Tua Lumban Gaol. 2016. Teori Stres : Stimulus, Respons, dan Transaksional. Jurnal Buletin Psikologi. Vol. 24 No. 1
Goliszek, Andrew. 2005. 60 Second Management Stress. Jakarta: PT Buana Ilmu Populer.
Walia. 2005. Hidup Tanpa Stres. Jakarta: Bina Ilmu Populer.

6 komentar untuk "Teori Stres Menurut Para Ahli"

  1. Stress sekali-kali termasuk hal wajar kan??

    BalasHapus
  2. Tentu bukan hal yang aneh jika seseorang mengalami stres, dan tidak semua stres itu buruk; ada yang namanya eustress (stres baik). Apalagi di jaman modern ini stres sangat mudah dialami oleh setiap orang bahkan di semua rentang usia dari anak-anak, remaja, dewasa, bahkan tua; stres bukan permasalahan yang serius alaskan kita mampu melakukan 'coping' (penanggulangan/penanganan) yang tepat terhadap stressor (sumber stres).

    Terimakasih juga telah berkunjung.

    BalasHapus
  3. Mengerjakan suatu hal yang tidak kita sukai namanya Stres. Ada banyak sekali orang² yang terkena dampak tsb, faktornya antara lain kurangnya lapangan pekerjaan yang cocok bagi mereka. Dan contohnya adalah alumni SMK, mereka lebih senang dengan passionnya.

    Apa yang mereka pelajari, itulah yang mereka aplikasikan dalam world of job.

    Artikel Bermanfaat
    Salam Brother!

    BalasHapus
  4. banyak hal bisa bikin stress ya. aktivitas sehari hari yang sama terus juga bisa bikin stress, bosen. makanya sesekali harus butuh refreshing dan cari cara terbaik buat stress healing. bener nggak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya bener banget tuh, makanya penting buat kita mengetahui bagaimana caranya melakukan coping terhadap stress. Ya mau bagaimana lagi, kenyataannya sangat susah bahkan bisa dibilang mustahil seseorang tidak mengalami stress.

      Hapus
  5. Artikel yang bermanfaat, terima kasih.

    BalasHapus