Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pandangan Mengenai Kematian Pada Usia Lanjut Yang memiliki riwayat Penyakit



Kali ini saya akan membagikan laporan hasil observasi yang pernah saya buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Perkembangan II, kebetulan dosen mata kuliah ini berbeda dengan dosen lainnya yang mayoritas memberikan tugas presentasi atau observasi secara berkelompok namun beliau selalu memberikan tugas secara individu, entah itu tugas presentasi ataupun observasi. 

Saya sendiri mendapatkan tema observasi “Kematian Koma/Kematian riwayat penyakit kronis Usia lanjut”, jadi saya harus mencari subjek Seseorang yang berusia lanjut dan pernah mengalami koma atau memiliki penyakit Kronis untuk di tanyakan bagaimana pandangannya mengenai kematian. Kebetulan saya tidak mendapatkan subjek yang pernah mengalami koma jadi saya melakukan observasi terhadap orang usia lanjut yang memiliki riwayat penyakit kronis mengenai kematian.

Berikut laporan hasil observasinya:

Laporan Hasil Observasi Pandangan Mengenai Kematian Pada Usia Lanjut Yang memiliki riwayat Penyakit Kronis

A. LANDASAN TEORI

Selama masa anak-anak, dewasa, dan sedikit masa dewasa dini, rasa tertarik terhadap kematian lebih berkisar pada kehidupan setelah kematian daripada terhadap sebab-sebab yang menjadikan seseorang mati. Sebagai hasil pendidikan keagamaan dirumah, sekolah atau tempat ibadah, menjadikan banyak anak muda mempunyai konsep yang berbeda tentang surga dan neraka dan tentang kehidupan di dunia fana.

Semakin lanjut usia seseorang, biasanya mereka menjadi semakin kurang tertarik tarhadap kehidupan akhirat dan lebih mementingkan tentang kematian itu sendiri serta kematian dirinya. Pendapat semacam ini benar, khususnya bagi orang yang kondisi fisik dan mentalnya semakin memburuk. 

Pada waktu kesehatannya buruk, mereka cenderung untuk berkonsentrasi pada masalah kematian dan mulai dipengaruhi oleh perasaan seperti itu. Hal ini secara langsung bertentangan dengan pendapat orang yang masih muda, di mana kematian bagi mereka tampaknya masih jauh dan karena itu mereka kurang memikirkan tentang kematian.

Apabila keinginan terhadap kematian berubah dari tertarik terhadap kematian setelah mati, yang merupakan ciri-ciri orang yang masih muda, menjadi kematian diri seseorang, sebagai ciri-ciri orang yang telah tua, penelitian tentang itu menunjukkan bahwa keinginan tersebut ada dalam berbagai bentuk. 

Untuk mengelempokkan bahan tersebut akan disajikan pada uraian berikut ini, yang berhubungan dengan lima pertanyaan utama yang hampir selalu ditanyakan oleh orang berusia lanjut terhadap diri mereka sendiri atau yang ditanyakan pada orang lain pada suatu kesempatan atau lainnya.

Bagaimanapun juga penting untuk dicatat bahwa, walaupun pertanyaan semacam itu mendominasi keinginan untuk mati di antara orang usia lanjut tetapi mereka mungkin dan sering merasa takut terhadap kematian karena ketidakpastian adakah kehidupan setelah mati dan seperti apakah kehidupan tersebut.

“Kapan saya akan mati?”. Pertanyaan pertama tentang kematian yang menyelimuti orang berusia lanjut adalah, “kapan saya akan mati?” padahal mereka tahu bahwa tidak ada orang yang dapat menduga jawabannya dengan tingkat ketepatan yang dapat diterima. Bahkan dokter dari perusahaan asuransi jiwapun tidak dapat menaksir dengan tepat. Walaupun demikian mereka mencoba menduga-duga tentang panjang usia seseorang berdasarkan pada tingkat kesehatan yang dimiliki dan panjang usia rata-rata anggota keluarganya.

“Apakah yang menyebabkan kematian saya?”. Pertanyaan kedua terhadap kematian yang dipikirkan oleh kebanyakan orang usia lanjut adalah “Apakah yang tampaknya menjadi penyebab kematian saya” walaupun statistik menunjukkan bahwa penyakit jantung, kanker, serangan terhadap otak dan kecelakaan merupakan empat penyebab kematian yang paling umum bagi orang berusia lanjut, akan tetapi masih banyak lagi yang mati karena sebab lain. 

Orang berusia lanjut khawatir apakah mereka dapat melakukan sesuatu untuk menghindari kematian mereka, paling tidak untuk jangka waktu pendek. Misalnya, kalau mereka mengetahui bahwa mereka dalam keadaan bahaya karena terkena serangan jantung yang disebabkan oleh tekanan darah tinggi, mereka dapat mencoba untuk merendahkan tekanan darah dengan cara beristirahat, melakukan diet dengan mengonsumsi makanan secara selektif, menurunkan berat badan, dan melakukan pengobatan dengan pengawasan dokter.

“Apakah yang dapat saya lakukan terhadap kematian seperti yang saya inginkan?”. Pertanyaan ketiga tentang kematian yang banyak ditanyakan oleh orang berusia lanjut adalah, “Apakah yang dapat saya lakukan terhadap kematian seperti yang saya inginkan?”. Pada masa lalu, kebanyakan pria dan wanita menerima kepercayaan bahwa kematian merupakan sesuatu yang menjadi kehendak Tuhan dan menyebabkan orang tidak dapat berkata terhadap masalah tersebut.

“Apakah saya dibenarkan bunuh diri?”. Pertanyaan yang keempat dari orang berusia lanjut adalah bertanya pada diri sendiri, apakah ia dapat dibenarkan untuk membunuh diri sendiri apabila karena satu atau alasan lain hidupnya tidak dapat dipertahankan lagi. 

Walaupun ada larangan agama yang sangat kuat dan sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap masalah bunuh diri, tetapi orang usia lanjut yang percaya bahwa mereka mempunyai hak untuk mati secara terhormat dan damai serta menghindari penyakit yang melemahkan yang dapat menyerap banyak energi dan sumber keuangan anggota keluarga, kadang-kadang merasa perlu untuk mengambil keputusan tentang hidup mereka sendiri pada saat fisik dan mentalnya masih sanggup untuk melakukannya. 

Bagaimanapun juga, mereka percaya bahwa keputusan tentang kematian seseorang dilakukan hanya setelah diadakan diagnosis kesehatan secara hati-hati dan akurat serta menunjukkan bahwa tidak ada harapan hidup panjang dan untuk penyembuhan.

“Bagaimana saya dapat mati dengan cara yang baik?”. Pertanyaan kelima bagi orang berusia lanjut adalah bagaimana mereka dapat mati dengan cara yang baik. Mungkin mati dengan cara yang baik mempunyai arti yang berbeda bagi orang yang berbeda. Orang berusia lanjut setuju bahwa kematian dapat dianggap baik, seperti yang ditunjukkan oleh Schulz, yaitu kalau terdapat tiga kebutuhan pribadi yang terpenuhi. 

Pertama, adalah kebutuhan tentang kontrol terhadap rasa sakit. Kedua, adalah memelihara kehormatan dengan cara memberikan kesempatan pada orang berusia lanjut yang akan meninggal untuk berpartisipasi dalam membuat keputusan. Ketiga, orang berusia lanjut yang sedang mendekati ajalnya adalah kebutuhan kasih sayang dari yang bertugas merawat mereka.

Baca Juga: Laporan Hasil Observasi Kondisi Ibu Hamil diluar Nikah

Keinginan untuk mati bagi pria dan wanita berbeda, secara umum pria memusatkan perhatian pada kematian mereka sendiri yang antara lain meliputi pertanyaan tentang apa yang akan menyebabkan kematian mereka, kapan kematian tersebut terjadi, dan sebagainya. 

Walaupun sedikit ia juga memperhatikan kemungkinan kematian istri, anak-anak, serta teman dekat dan saudaranya, tetapi mereka lebih mengutamakan diri sendiri. Bagi wanita, minat terhadap masalah kematian juga mirip dengan sikap egosentris yang dimiliki pria, dalam arti bahwa mereka berkepentingan terhadap akibat kematian diri sendiri. 

Ketertarikan mereka bagaimanapun juga terpusat pada masalah kematian suami dan diri sendiri, perhatian mereka dipusatkan pada bagaiman cara mereka mengatur keuangan keluarga, apabila suami meninggal dimana dia akan tinggal, apa yang akan dikerjakan dan sebagainya.


B. HASIL OBSERVASI


Informan yang saya observasi adalah seorang kakek berinisial "M" yang tinggal di Indramayu, usianya sudah 67 tahun, ia mempunyai delapan anak namun yang masih hidup sampai sekarang berjumlah tujuh anak, anak-anaknya bisa dikatakan sukses dalam pendidikan maupun karir karena semuanya sudah menempuh jenjang pendidikan di tingkat perguruan tinggi, anak pertama seorang perempuan berprofesi sebagai guru TK, anak kedua seorang perempuan berprofesi sebagai guru SD, anak ketiga seorang perempuan berprofesi sebagai perawat, anak keempat seorang perempuan berprofesi sebagai perawat, anak kelima seorang laki-laki berprofesi sebagai guru sekaligus kepala sekolah SMA, anak keenam seorang laki-laki berprofesi sebagai ahli medis dan anak ketujuh seorang laki-laki berprofesi sebagai guru SMP.

Sementara itu istri pertamanya meninggal karena kecelakaan, kemudian beberapa tahun setelahnya tepatnya ketika kondisi fisik sudah mulai melemeh karena menderita beberapa penyakit ia menikah lagi dengan seorang perempuan yang umurnya lebih muda dan sebenarnya semua anak-anaknya tidak ada yang setuju, tetapi karena beberpa hal, suka ataupun tidak mereka menyetujuinya. 

Pernikahan dengan istri kedua ini tidaklah mulus karena terjadi beberapa masalah yang diakibatkan kondisi fisik dan penyekit yang diderita membuat sang istri merasa terbebani, hasilnya beberapa waktu kemudian sempat berpisah kemudian rujuk kembali tapi akhirnya sekarang pisah kembali.

Ia sendiri memiliki beberapa riwayat penyakit seperti; usus buntu, batu ginjal, penyakit lambung, dan pengeroposan pada tulang betis kaki kanan sehingga harus menggunakan tongkat untuk membantu berdiri dan berjalan. Adapaun beberpa penyakit tersebut disebabkan oleh pola makan yang tidak baik, minuman manis, dan juga rokok. 

Akibat penyakit yang diderita ia sudah mengalami perawatan dirumah sakit sebanyak tujuh kali dan masing-masing perawatan memerlukan waktu tiga sampai satu minggu, beberapa perawatan dilakukan diantaranya untuk melakukan operasi usus buntu, perawatan penyakit batu ginjal dan perawatan penyakit lambung.

Berkaitan dengan pandangan terhadap kematian ia bepikir dan beranggapan bahwa usianya sudah tidak lama lagi, apalagi jika penyakit yang dideritanya kambuh atau mendengar kabar bahwa tetangga, teman atau kerabatnya yang meninggal yang mungkin juga usianya lebih muda maka ia akan mulai sadar bahwa kematian sudah sangat dekat kepadanya karena ia berpikir kalau yang sehat dan muda saja sudah meninggal apalagi ia yang tua dan memiliki riwayat penyakit. 

Berhubungan dengan hal tersebut saya juga melakukan wawancara terhadap salah satu anaknya untuk menanyakan hal tersebut, dan anaknya berkata memang seperti itu adanya, tetapi hal tersebut tidaklah berlangsung terus-menerus, jikalau ayahnya kondisi penyakitnya sudah membaik dan secara fisik lebih sehat maka ia mulai mengalihkan fokus pada urusan dunia seperti membicarakan mengenai harta, warisan, bahkan berpikir untuk mencoba menjalin hubungan lagi dengan istrinya yang sudah di talak. Jadi, informan yang saya observasi akan memfokuskan diri pada kematian apabila kondisi fisik melemah atau penyakitnya sedang kambuh.

Kemudian, ia berpikir penyakit yang diderita ini merupakan hal yang akan menyebabkan kematian karena memang seseorang tidak tahu pasti kapan atau kenapa ia mengalami kematian, akan tetapi seseorang beranggapan bahwa kondisi fisik itulah yang menggambarkan kapan dan kenapa ia akan meninggal, dengan begitu ia mencoba untuk memerpanjang usia hidupnya dengan mengikuti anjuran-anjuran yang diberikan oleh dokter supaya penyakit yang diderita tidak bertambah parah seperti mengonsumsi makanan yang sehat, tidak mengonsumsi minuman-minuman manis dan tidak merokok.


Penyakit yang ia derita terkadang membuatnya merasa sedikit frustasi sehingga mudah mengeluh dan merasan ingin cepat mengalami kematian saja, tetapi tidak sampai berpikir jauh untuk melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan seperti bunuh diri, ia hanya merasa siap apabila takdir atau ajalnya sudah mendatanginya.

Kemudian, mengenai kematian dengan cara yang baik, sebagai seorang muslim tentunya ia mengharapkan meninggal dalam keadaan khusnul khotimah, untuk hal tersebut ia memenuhi kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan keagamaan misalkan dengan mengikuti pengajian-pengajian yang diadakan dimasjid, dalam hal sholat lima waktu ia melakukannya tepat pada waktunya dan selalu berjamaah di masjid yang jarak dengan rumahnya tidak terlalu jauh tetapi karena kondisi kaki yang membuatnya harus menggunakan alat bantu menyebabkan susah jika harus jalan menuju masjid, maka dari itu anak terakhirnya sering mengantarkannya dengan mengendarai sepeda motor. Tidak hanya berjamaah saja tetapi ia sering menjadi muadzin dalam sholat lima waktu atau sholat jum’at.

Sementara berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan kehidupan sehari-hari, anak-anaknya bertanggung jawab dan menyisihkan uang dari penghasilannya untuk diberikan kepada ayahnya, selain itu juga ia mendapatkan uang dari perkebunan dan sawah yang disewakan kepada orang lain yang ingin bercocok tanam namun tidak mempunyai lahan.



Kesimpulan

Dari hasil data observasi yang saya dapatkan, informan yang memiliki riwayat penyakit memandang kematian adalah suatu hal yang sudah sangat dekat dengannya apalagi ketika penyakit yang diderita mulai kambuh atau mendengar kabar mengenai kematian tetangga atau kerabatnya yang masih sehat dan muda. Hasilnya ia merasa bahwa dalam waktu yang tak lama ia pun akan mengalaminya, tetapi seperti manusia pada umumnya terkadang ia memikirkan tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan urusan dunia terutama saat kondisi fisiknya stabil.

Kemudian, dalam menghadapi kematian ia ingin meninggal dalam keadaan khusnul khotimah dan tidak meninggalkan permasalahan dalam kehidupan dunia misalkan hutang atau hal lainnya. Oleh karena itu ia sering mengikuti kegiatan keagamaan seperti pengajian-pengajian dan selalu memerhatikan mengenai kewajiban sholat lima waktu.

1 komentar untuk "Pandangan Mengenai Kematian Pada Usia Lanjut Yang memiliki riwayat Penyakit"