Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Masyarakat Madani Zaman Rasullulah

Initentangpsikologi.com - Kata Madani berasal dari bahasa Arab yang artinya menempati suatu tempat (Ar-Raziy dalam Mukhtar as-Shihah hal. 742).

Masyarakat Madani Zaman Rasullulah
Ilustrasi (pexels.com/@konevi)

Dari kata itulah kemudian dibentuk kata madinah yang berarti kota atau tempat tinggal sekelompok orang, sehingga lawan kata al-madinah adalah al-badiyah yang berarti kehidupan yang masih nomaden. 

Bentuk jamaknya adalah madain atau mudun. Kata madani merupakan bentuk dari mashdar shina’iy, yang menunjukkan arti sifat yang dimiliki orang kota (min ahlil madinah).

Anwar Ibrahim mengartikan masyarakat madani sebagai sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perseorangan dengan kestabilan masyarakat.

Nurcholis Madjid mengartikan masyarakat madani sebagai masyarakat yang berperadaban (ber-“madaniyyah”) karena tunduk dan patuh (dana-yadinu) kepada ajaran kepatuhan (din) yang dinyatakan dalam supremasi hukum dan peraturan.

Masyarakat madani pada hakikatnya adalah reformasi total terhadap masyarakat tak kenal hukum (lawless) Arab jahiliyah, dan terhadap supremasi kekuasaan pribadi seorang penguasa seperti yang selama ini menjadi pengertian umum tentang negara.

Baca Juga: Perilaku Sosial dalam Komunikasi dan Kehidupan Masa Rasul

Dalam rangka menuju masyarakat madani, Rasulullah mencanangkan empat sendi. 

1. Pertama, akidah Islam sebagai titik tolak menuju tersebarnya Islam ke seluruh dunia. 

2. Kedua, masyarakat Islam sebagai titik tolak menuju terciptanya masyarakat terbaik dan moderat. 

3. Ketiga, perundang-undangan Islam sebagai awal perubahan menuju kehidupan sejahtera masa kini dan mendatang. 

4. Keempat, kekuatan Islam sebagai titik tolak menuju perdamaian internasional.

Masyarakat Islam merupakan sendi terpenting dalam melakukan perubahan. Akidah, bila tidak ada masyarakat yang mengamalkannya, akan menjadi barang mati. Masyarakat inilah yang dibangun Rasulullah sejak di Mekah dan diteruskan di Madinah.

Tonggak Pembentukan Masyarakat

Rasulullah telah meletakkan tiga hal yang menjadi tonggak pembentukan masyarakat baru di Madinah, yaitu:

1. Memperkokoh hubungan kaum muslim dengan Tuhannya dengan membangun masjid.

2. Memperkokoh hubungan internal umat Islam dengan mempersaudarakan kaum pendatang Muhajirin dari Mekah dengan penduduk asli Madinah, yaitu kaum Anshor.

3. Mengatur hubungan umat Islam dengan orang-orang di luar Islam, baik yang ada di dalam maupun di sekitar kota dengan cara mengadakan perjanjian perdamaian.

Melalui tiga hal di atas, Rasulullah berhasil membangun masyarakat ideal. Masyarakat ini terwujud dalam suatu negara, yang diberi nama Madinah, artinya “kota” atau “tempat peradaban”.

Masjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah karena mengetahui bahwa imanlah sesungguhnya inti kekuatan dari masyarakat madani yang hendak dibangun. Maka, masjid adalah sarana yang tepat untuk memelihara iman agar tetap kokoh dan mantap.

Selain itu, masjid juga diharapkan menjadi tempat pembinaan umat secara keseluruhan. Dari masjid inilah lahir masyarakat baru yang dikenal dengan nama masyarakat madinah, yang menjadi acuan bagi peristilahan masyarakat madani saat ini.

Hal kedua yang Rasulullah lakukan adalah melaksanakan strategi ‘ta-akhi bainal muhaajiriina wal anshaar' (persaudaraan antara Muhajirin dan Anshor) yang dimaksudkan untuk menguatkan kesatuan dan persatuan di kalangan kaum muslim.

Tujuan lain dari hal tersebut adalah untuk menguatkan hubungan antara pendatang dan penduduk asli, memusnahkan fanatisme kesukuan ala jahiliyah, dan menumbuhkan semangat pengabdian yang ditujukan hanya untuk Islam.

Karena secara historis, orang-orang Anshar yang terdiri dari suku ‘Aus dan Khajraz pernah saling bermusuhan. Darah yang belum kering, dendam yang belum padam, sirna dihapus oleh jiwa baru persaudaraan Islam.

Ketiga adalah meletakkan dasar-dasar tasyri’ (perundang-undangan) Islam, untuk membentuk masyarakat dan mengatur hubungan antar anggota masyarakat.

Tasyri’ Islam yang diletakkan di Madinah telah mencapai derajat kesempurnaan dan bisa memenuhi kebutuhan umat manusia sampai kapan pun. Bila diterapkan secara utuh di masyarakat akan mewujudkan kesejahteraan dan keadilan.

Keempat adalah kekuatan Islam. Ketika dakwah memasuki fase madani, dan mulai membangun masyarakat Islami, harus memiliki kekuatan. Dengan kekuatan ini umat Islam akan mampu menyebarkan prinsip-prinsip ajaran ke setiap tempat dan sekaligus bisa melindungi diri dari serangan musuh-musuh. Bahkan, bisa mempertahankan kelompok mustadh’afin (lemah) dari tindakan kaum kuffar.

Berdasarkan piagam madinah dapat dijelaskan hakikat sebuah masyarakat madani. Dalam komunitas yahudi serta sekutunya yang dipersatukan oleh Nabi Muhammad dalam satu ummat berdasarkan faktor historis, mengandung tiga unsur.

Pertama, mereka hidup dalam wilayah tertentu yakni madinah sebagai tempat yang mengikat mereka untuk hidup bersama dan bekerja sama.

Kedua, mereka bersedia dipersatukan dalam satu ummat merupakan aktualisasi dari kesadaran umum dan keinginan akan hidup bersama untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan umum, yakni untuk mewujudkan kerukunan masyarakat secara bersama-sama.

Ketiga, mereka mengakui dan menerima Nabi Muhammad sebagai pemimpin tertinggi atau pemegang otoritas politik yang legal dalam kehidupan mereka. Otoritas ini dilengkapi dengan institusi peraturan, yakni piagam madinah yang berlaku bagi individu dan tiap kelompok. Dengan demikian penduduk madinah merupakan satu ummat dan masyarakat politik.

Dalam perspektif ini, masyarakat madani merupakan masyarakat yang mengacu kepada nilai-nilai kebajikan umum, yang disebut al-khair. Cermin masyarakat madinah itu adalah masyarakat yang didirikan di atas ketetapan hati para pendukungnya untuk tetap bertahan dalam cara, jalan dan pesan Allah. 

Baik Qur’ani ataupun Kauni sebagai perwujudan suatu kultur dan peradaban serta berakar kokoh dalam proses kesejahteraan, sekaligus yang berpenampilan kerahmatan di dalam susunan dan tata kemasyarakatan. Dengan demikian, masyarakat madani merupakan sebuah masyarakat ideal.

Baca Juga: Pemberdayaan Komunitas Masyarakat Terpencil

Ciri-Ciri Masyarakat Madani

Ketika masyarakat madani disejajarkan dengan istilah civil socity, maka beberapa ilmuwan kemudian merangkum ciri-ciri umum masyarakat madani yang terdiri dari:

1) Ruang publik yang bebas (free public sphere), yaitu masyarakat memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik. Seperti: berhak dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan informasi kepada publik.

2) Demokratisasi, yaitu proses di mana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya.

3) Toleransi, yaitu sikap saling menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh orang/kelompok lain.

4) Pluralitas, yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan mayarakat yang majemuk disertai dengan sikap tulus.

5) Keadilan sosial (social justice), yaitu keseimbangan dan pembagian antara hak dan kewajiban, serta tanggung jawab individu terhadap lingkungannya.

6) Partisipasi sosial, yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih dari rekayasa, intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak lain.

7) Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan.

 

Penulis: Laras Ari Piyanti (1707016030)

Posting Komentar untuk "Masyarakat Madani Zaman Rasullulah"