Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Konsep Berpikir Resiliensi

Initentangpsikologi.com - Dalam hal konsep berpikir resiliensi Siebert (2005), memaparkan beberapa reaksi yang ditampilkan oleh individu-individu dalam menghadapi permasalahan atau perubahan pada dirinya.

Konsep Berfikir Resiliensi
Ilustrasi (pexels.com)

Terdapat sebagian individu yang menampilkan sikap yang emotional dan memiliki kecenderungan untuk melakukan kekerasan dalam bentuk menyakiti orang lain (Physicall violent).

Di sisi lain terdapat individu-individu yang melakukan hal sebaliknya, mereka pasrah dan merasa tidak berdaya (helpless), bahkan mereka tidak berusaha untuk mencoba mengatasi permasalahan tersebut.

Sebagian yang lain menempatkan diri mereka sebagai korban (victims), dan mereka menyalahkan Tuhan, orang lain, institusi, atau hal lain yang dapat mereka persalahkan atas kejadian yang menimpa mereka.

Mereka terus menerus mengeluh dan mengatakan bahwa mereka telah diperlakukan tidak adil.

Selain individu-individu yang telah disebutkan di atas, terdapat pula sebagian individu yang memutuskan untuk menghadapi permasalahan mereka dan melalui kondisi stres yang ada, beradaptasi dengan kenyataan dan dengan cepat mengatasi tantangan.

Mereka berhasil mengatasi permasalahan mereka, bahkan bangkit menjadi individu yang lebih kuat dan menemukan kehidupan yang lebih baik. Individu-individu ini dikatakan sebagai individu yang resilien (Siebert, 2005).

Baca Juga: Mengetahui Aspek-aspek Resiliensi

Tahapan Resiliensi

O’Leary da Ickovicks (dalam Coulson) menyebutkan empat tahapan yang terjadi ketika seseorang mengalami situasi dan kondisi yang menekan (significant adversity) antara lain yaitu (Coulson, R.2006 : 5) :

a) Mengalah

Yaitu kondisi yang menurun di mana individu mengalah atau menyerah setelah menghadapi suatu ancaman atau keadaan yang menekan. Level ini merupakan kondisi ketika individu menemukan atau mengalami kemalangan yang terlalu berat bagi mereka.

Outcome dari individu yang berada pada level ini berpotensi mengalami depresi, narkoba dan pada tataran ekstrim bisa sampai bunuh diri.

b) Bertahan (survival)

Pada tahapan ini individu tidak dapat meraih atau mengembalikan fungsi psikologis dan emosi positif setelah dari kondisi yang menekan. Efek dari pengalaman yang menekan membuat individu gagal untuk kembali berfungsi secara wajar. Setidaknya mereka hanya bisa bertahan untuk tidak mengalah.

c) Pemulihan (Recovery)

Yaitu kondisi ketika individu mampu pulih kembal pada fungsi psikologis dan emosi secara wajar dan mampu beradaptasi dalam kondisi yang menekan, walaupun masih menyisihkan efek dari perasaan negative yang dialaminya.

Dengan begitu, individu dapat kembali beraktivitas untuk menjalani kehidupan sehari-harinya, mereka juga mampu menunjukkan diri mereka sebagai individu yang resilien.

d) Berkembang Pesat

Pada tahapan ini, individu tidak hanya mampu kembali pada tahapan fungsi sebelumnya, namun mereka mampu melampaui level ini pada beberapa aspek.

Pengalaman yang dialami individu menjadikan mereka mampu menghadapi dan mengatasi kondisi yang menekan, bahkan menantang hidup untuk membuat individu menjadi lebih baik.

 

Referensi: Mira, Rizki W. 2008. Gambaran Resiliensi. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Penulis: Yulfa Choiru Umma (1707016074)

Posting Komentar untuk "Konsep Berpikir Resiliensi"