Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kewirausahaan dalam Konteks Bisnis


Initentangpsikologi.com - Sekarang kita akan membahas tentang Kewirausahaan dalam Konteks Bisnis". Jadi kita akan diskusi tentang bagaimana caranya memasuki sebuah usaha baru.
Kewirausahaan dalam Konteks Bisnis
Pexels.com

Pada dasarnya, ada 3 cara memasuki usaha baru:

 1. Merintis usaha baru: dilakukan dengan cara membentuk usaha baru dengan sebuah modal, ide, organisasi, dan manajemen yang dirancang sendiri. Ada 3 bentuk usaha yang dapat dirintis:
a. Perusahaan perorangan
b. Persekutuan/partnership: kerjasama dua orang atau lebih.
c. Perusahaan berbadan hukum (corporation): didirikan atas dasar badan hukum dengan modal berupa saham.

2. Membeli perusahaan orang lain: membeli perusahaan yang telah dirintis atau didirikan dan diorganisasikan orang lain.

3. Waralaba/franchise: Kerjasama antara franchise (terwaralaba) dengan franchisor (pewaralaba/parent company) dalam mengadakan persetujuan jual beli hak monopoli untuk menyelenggarakan usaha.

Kewirausahaan dalam Konteks Bisnis
Pexels.com
  
Which one is better? Share your opinion!

Mhs 1: Tergantung modalnya kalau saya.
: Oke, tergantung modal ya? Kalau modalnya banyak baiknya apa, kalau sedikit apa?
Mhs 1: Kalau banyak karena saya tidak mau repot maka saya akan menanam saham aktif (sambil ikut bekerja) kalau saham pasif (punya saham tapi tidak ikut bekerja), kalau sedikit buat usaha sendiri seperti poin 1.
: Oke, good analysis. Harapannya yang punya banyak modal ya? Nanam saham, terus tinggal ngopi-ngopi santai di rumah ya? But remember, kalau mau yang seperti itu, tetap harus kerja keras ya! Tidak ada yang instan, bahkan mie pun yang katanya instan harus direbus dulu, everything start from Zero.
Mhs 1: Tapi saya berpendapat seperti itu karena ada alasannya! Kalau yang saham aktif karena; 1) Kita aktif bekerja, maka kita akan mendapat gaji, 2) kita penanam saham maka kita dapat untung juga dari saham. Kalau penanam saham pasif dia hanya nanam saham tanpa bekerja, jadi income-nya kurang banyak. Kalau kita aktif, juga akan terlibat langsung sama perusahaan. Intinya kerja keras!
: Good.


Mhs 2: Menurut saya semuanya bagus.
: Kenapa?
Mhs 2: Karena semua berpeluang kepada kesuksesan, mengawalinya saja yang berbeda. Untuk yang usaha baru mungkin bisa dilakukan oleh setiap orang, sedangkan yang membeli itu lebih kepada orang yang memilik uang banyak, kalau yang bekerjasama itu lebih condong pada orang yang sudah memilik pengalaman.
Kalau dilihat dari penjelasan tersebut maka yang paling bagus yang membuat usaha baru karena semua orang bisa melakukannya.
: Oke, good.

Mhs 3: Menurut saya untuk memasuki dunia usaha baru ada plus dan minusnya.

Mhs 4: Kalau yang poin 1 itu bisa puas merintis usaha sendiri, jadi bisa mengetahui kemampuan yang dimiliki. Kesuksesan tergantung usaha sendiri dan yang pasti akan sangat puas menikmati kesuksesan. Kalau yang kedua bagi mereka yang mau sukses instan seperti cerita McDonald, hehe.
: Good.

Mhs 5: Mungkin kalau menurut saya masing-masing ada plus minusnya. Kalau franchise nilai plusnya itu sudah memiliki merek dagang dan produknya sudah memiliki popularitas. Kalau minusnya ya biaya royalti mahal dan keuntungannya harus dibagi. Kalau usaha sendiri, plusnya keuntungan bisa "diambil sendiri" dan merek dagang milik sendiri. Minusnya resiko yang terlalu tinggi dan strategi bisnis-nya juga belum teruji.
: Iya, betul sekali.

Kewirausahaan dalam Konteks Bisnis
Pexels.com

Mhs 6: Bagus lagi kalau awalnya merintis dari nol buka usaha kecil-kecilan, ex: jualan buah-buahan (poin 1), kemudian hasilnya bisa ditabung dan diinvestasikan ke perusahaan lain yang sudah besar. Lalu bila semua sudah berkembang poin nomor 2 dan 3 bukan tidak mungkin bisa didapat juga.

Mhs 7: Menurut saya tergantung dengan modal yang dia punya, kalau mempunyai modal banyak bisa membentuk usaha sendiri. Kalau mempunyai modal sedikit bisa waralaba. Tetapi menurut saya lebih baik membentuk usaha sendiri karena, semua keuntungan akan masuk kepada kita dan juga apabila (semoga tidak) rugi maka dampaknya tidak menimbulkan pertengkaran dengan pihak yang diajak bekerjasama.
: Oke, tapi untuk membeli suatu franchise juga butuh modal yang tidak sedikit bukan?
Mhs 5: Iya, membeli merek dagang mahal banget.
: Betul, meskipun sekarang banyak pengusaha-pengusaha yang menawarkan franchise dengan "harga promo" ya! Dari 12 jt turun menjadi 9 jt, dan lainnya.
Mhs 5: Belum lagi kalau keuntungannya harus dibagi.
: Betul! Tapi beberapa franchisor hanya menerapkan itu di awal saja, memberikan alat, sarana prasarana, ilmu manajemen, lalu franchise diberikan hak untuk memonopoli penjualannya sendiri.
Mhs 8: Iya, apalagi franchise yang sudah mempunyai nama. Seakan-akan kewenangan hanya ada ditangan mereka.
: Betul! Tapi beberapa franchise dia punya misi membantu mensejahterakan orang lain. Jadi franchise (yang membeli waralaba) akan diajari cara promosinya, manajemennya, dan lain sebagainya. Selain itu keuntungannya akan dikelola sendiri oleh si franchise (pembeli waralaba) ini. Nah itu polanya bisa beragam.
Mhs 9: Harus dapet tempat yang strategis juga.
: Betul, prinsip Marketing Mix nya (4P: Place, Price, Product, Promotion) juga harus diperhatikan.


Mhs 9: Mungkin tergantung kepribadian juga, contohnya saya ingin punya usaha sendiri tapi kurang memiliki kemampuan dalam hal promosi dan kurang di modal juga, jadi saya kerjama sama dengan teman saya untuk membuat usaha kantin mini, dimana mereka punya keahlian promosi dan pengalaman bekerja. Jadi kalau menurut saya sih bagus yang merintis perusahaan partnership gitu.
: Oke! Betul, karakteristik pribadi juga pasti berpengaruh. Ini jawabanmu dari pengalaman pribadi kah?.
Mhs 9: Iya, hehe.

Kewirausahaan dalam Konteks Bisnis
Pexels.com

Mhs 10: Kalau ingin yang tidak ribet, maka lebih baik pilih poin 2, soalnya kalau kita punya modal yang besar, kita hanya perlu membeli perusahaan lain yang sekiranya sudah menghasilkan, dengan begitu kita hanya perlu mengembangkan dan perlu survive saja, tidak perlu merintis dari awal.
: Berarti harus punya modal materil yang besar dulu ya untuk bisa membeli perusahaan lain?
Mhs 10: Iya, minusnya di situ.
: Oke, tapi kamu lebih memilih yang poin 2 ya? Dengan konsekuensi modal besar.
Mhs 10: Iya, karena lebih simpel dibanding dengan yang lain.
Mhs 3: Kalau perusahaan itu vailed gimana mas.
Mhs 10: Kita yang punya modal, carinya perusahaan yang sedang pada masa jaya-jaya nya.
Mhs 3: Mahal pastinya dan yang punya tidak akan semudah itu mau menjual.


Oke, diskusi yang luar biasa! Pada intinya, masing-masing cara memiliki kelebihan dan kekurangan, juga dinamika dan tantangannya masing-masing. Sedikit yang ingin saya tambahkan adalah, untuk merintis usaha baru (seperti kalian saat ini yang saya stimulasi dengan tugas supaya merintis usaha),  ada 2 alternatif cara yg bisa digunakan:

1. Prinsip inside-out , dimana pengusaha menciptakan sebuah produk/jasa sesuai dengan kompetensi yang dimiliki untuk masuk ke dalam pasar.
2. Prinsip the out-side in , kalau ini adalah pengusaha melihat dan menangkap peluang di pasar menjadi suatu kesempatan usaha untuk memenuhi kebutuhan pasar.

Sedangkan cara yang kedua yaitu membeli perusahaan, ini terlihat sederhana tapi sebenarnya cukup kompleks, apalagi jika yang dibeli itu perusahaan yang sudah besar dengan jumlah SDM yang banyak. Meskipun demikian, tetap dengan prinsip kesepakatan di awal, bagaimana pembagian hasil usahanya, manajemennya, dan lainnya.

Ketiga ada franchise/waralaba. Ini kelihatannya paling mudah, karena tidak perlu merintis dari awal bagaimana harus menghasilkan karya, promosi, dan lainnya. Namanya saja kerja sama manajemen, nah masing-masing franchisor (parent company) pasti punya kebijakan masing-masing, polanya bisa berbeda-beda juga.

Itulah mengapa, kalau ada yang tertarik dengan franchise, harus dipelajari dulu polanya seperti apa? dan yang tidak kalah penting, biasanya franchisor ini akan memberikan estimasi tentang keuntungan yang bisa kita dapatkan.

Nah sekarang kan sudah banyak banget itu franchise. Ada istilah "Break Event Point", sederhananya seperti balik modal lah. Nah ini juga perlu diperhatikan, biasanya franchisor yang bijak akan memberi gambaran nih, kapan franchise-nya bisa mencapai titik Break Event Point ini, jadi tidak merugikan untuk mitranya.

Baik, semoga masih banyak yang memperhatikan sampai akhir ya :)


Sumber:
Kuliah Online via Whatsapp Group Mata Kuliah Psikologi Kewirausahaan (Dosen Pengampu: Khairani Zikrinawati, S.Psi, M.A.)

Posting Komentar untuk "Kewirausahaan dalam Konteks Bisnis"