Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Konseling Dengan Pendekatan Behavioristik

Initentangpsikologi.com - Konseling dengan pendekatan behavioristik. Dalam proses konseling, pendekatan behavior merupakan suatu proses dimana konselor membantu konseli atau klien untuk belajar memecahkan masalah interpersonal, emosional dan keputusan tertentu yang bertujuan agar ada perubahan perilaku pada diri konseli. Pemecahan masalah dan kesulitannya dengan keterlibatan penuh dari konselor. 

Pendekatan behavioristik dalam konseling dipengaruhi oleh; kelebihan dan perilaku konseli, jenis problematika, jenis penguatan yang dilakukan dan orang lain yang memiliki arti tertentu bagi kehidupan konseli dalam perubahan perilakuknya. Dalam pelaksanaannya, konseling dengan pendekatan behavioristik memiliki kontribusi yang cukup berarti baik dalam konseling dan juga psikoterapi.

Konseling dengan Pendekatan Behavioristik Menurut Para Tokoh

Konseling Dengan Pendekatan Behavioristik
Konseling Dengan Pendekatan Behavioristik (pexels.com)

Ivey (1987) menjelaskan bahwa dalam pendekatan behavior hal yang penting untuk mengawali konseling adalah mengembangkan kehangatan, empati dan hubungan supportive.

Corey (2005) menjelaskan bahwa proses konseling yang terbangun dalam pendekatan behavioristik terdiri dari empat hal yaitu: 
(1) Tujuan terapis diarahkan pada memformulasikan tujuan secara spesifik, jelas, konkrit, dimengerti dan diterima oleh konseli dan konselor;
(2) Peran dan fungsi konselor atau terapis adalah mengembangkan keterampilan menyimpulkan, reflection, clarification, dan open-ended questioning
(3) Kesadaran konseli dalam melakukan terapi dan partisipasi konselor ketika proses terapi berlangsung akan memberikan pengalaman positif pada konseli dalam terapi; 
(4) Memberi kesempatan pada konseli karena kerjasama dan harapan positif dari konseli akan membuat hubungan terapis lebih efektif.

Sedangkan menurut Ivey (1987), menjelaskan bahwa kesuksesan dalam melakukan konseling dengan pendekatan behavioristik didasarkan pada: 
(1) Hubungan antara konselor dengan konseli; 
(2) Operasionalisasi perilaku (making the behavior concrete and observable); 
(3) Analisis fungsional (the A-B-Cs of behavior); 
(4) Menetapkan tujuan perubahan perilaku (making the goals concrete).

Woolfe dan Dryden (1998) menegaskan bahwa dalam kerangka hubungan antara konselor-konseli secara bersama-sama harus konsisten dalam hal, pertama; konseli diharapkan untuk memiliki perhatian positif (minat), kompetensi (pengalaman) dan aktivitas (bimbingan), kedua; konselor tetap konsisten dalam memberikan perhatian yang positif, self-disclosure (pengungkapan diri) dan kooperatif (berorientasi pada tujuan konseli).

Asesmen Dalam Konseling Behavior

Bagian dari proses konseling yang tidak dapat ditinggalkan adalah proses asesmen. Dalam behavioral, proses ini dapat dilakukan dengan memakai instrumen asesmen; self-report, behavior rating scales, format self monitoring, dan teknik observasi sederhana.

Teknik Konseling Behavioristik

Konseling Dengan Pendekatan Behavioristik
Teknik Konseling Dengan Pendekatan Behavioristik (pexels.com)

Perangkat instrumen tersebut merupakan bagian dari upaya konseling dengan pendekatan behavioristik, sedangkan teknik-teknik behavioral yang dapat digunakan adalah :
1. Teknik operant conditioning, prinsip-prinsip kunci dalam behavioral adalah penguatan positif, penguatan negatif, extinction, hukuman positif dan hukuman negatif (Corey, 2005; Ivey, 1987; Lynn, 1985; Carlton, 1971).

2. Model asesmen fungsional, merupakan blueprint bagi konselor dalam memberikan intervensi yang diperlukan oleh konseli. Langkah-langkah yang disiapkan konselor dilakukan tahap demi tahap dalam memberikan perlakuan (Corey, 2005).

3. Relaxation training and related methods, adalah teknik yang dipakai untuk melatih konseli agar melakukan relaksasi. Dalam pelaksanaannya konselor dapat memodifikasi teknik ini dengan systematic desentisization, asertion training, self management programs. Teknik ini tepat digunakan untuk terapi-terapi klinis (Corey, 2005; Ivey, 1987; Carlton, 1971).

4. Systematic desentisization, merupakan teknik yang tepat untuk terapi bagi konseli yang mengalami phobia, anorexia nervosa, depresi, obsesif, kompulsif, gangguan body image (Corey, 2005; Ivey, 1987; Lynn, 1985; Carlton, 1971).

5. Exposure therapies, variasi dari exposure therapies adalan in vivio desentisization dan flooding, teknik terapi ini diterapkan dengan cara memaksimalkan kecemasan atau ketakutan yang dimiliki konseli (Corey, 2005; Lynn and Garske, 1985).

6. Eye movement desentisization and reprocessing, didesain untuk membantu konseli yang mengalami masalah post traumatic stress disorder (Corey, 2005).

7. Assertion training, metode ini didasarkan pada prinsip-prinsip terapi kognitif perilaku. Ditujukan bagi konseli yang tidak dapat mengungkapkan ketegasan dalam dirinya (Corey, 2005; Lynn, 1985).

8. Self-management programs and self-directed behavior, terapi bagi konseli untuk membantu dirinya terlibat dalam mengatur dan mengontrol diri sendiri (Corey, 2005).

9. Multimodal therapy; clinical behavior therapy dikembangkan dengan berdasar pada pendekatan secara holistic dari teori belajar sosial dan terapi kognitif yang kemudian sering disebut dengan istilah technical eclecticism (Corey, 2005).


Konseling dengan pendekatan behavioristik cenderung bersifat direktif dan memberi arahan kepada konseli. Konselor memilliki posisi aktif untuk membantu konseli mengubah perilakunya.

Dalam metode pengkondisian klasik, model yang sering dipakai adalah disentisisasi sistematis, flooding, dan hypnosis. Sedangkan di era selanjutnya teknik yang sering digunakan adalah self-management, shaping, modeling, role playing, assertiveness training. Pada behavioristik kontemporer dengan teknik modifiikasi perilaku dan multimodal therapy yang dikembangkan oleh Lazarus.

Peran Konselor dalam Konseling Behavior

Peran konselor dalam pendekatan behavioristik adalah aktif dan direktif, aktif untuk melakukan intervensi dan membawa konseli ke arah perubahan perilaku yang diharapkan, sedangkan direktif dimaknai sebagai upaya konselor untuk memberikan arahan secara langsung kepada konseli.

Peran sentral dari pola ini berimplikasi pada intervensi krisis yang dilakukan oleh konselor kepada konseli sehingga konselor diharapkan memahami tentang coping skills, problem solving, cognitive restructuring dan structural cognitif therapy.

Pendekatan krisis yang dilakukan oleh konselor merupakan realisasi dari clinical therapeutic dan menjadi ciri utama dalam pendekatan behavioristik.

Sumbangan Terapi Behavior

Muhammad Surya (2003) mengemukakan bahwa beberapa sumbangan terapi behavior adalah: 
(1) Secara epistemologis menjadikan sebagai salah satu komponen dalam mengembangkan konseling; 
(2) Mengembangkan perilaku spesifik sebagai hasil konseling yang dapat diukur sebagai manifestasi dari penetapan tujuan yang konkrit; 
(3) Memberikan ilustrasi bagaimana mengatasi keterbatasan lingkungan;
(4) Serta penekanan bahwa konseling hendaknya memusatkan pada perilaku sekarang dan bukan kepada perilaku yang terjadi pada masa lalu.

Kekurangan Konseling Behavior

Sementara itu kekurangan konseling dengan pendekatan behavioristik adalah: 
(1) Kurang menyentuh aspek pribadi; 
(2) Bersifat manipulatif dan mengabaikan hubungan antar pribadi;
(3) Lebih terkonsentrasi kepada teknik; 
(4) Seringkali pemilihan tujuan ditentukan oleh konselor; 
(5) Konstruk belajar yang dikembangkan dan digunakan tidak cukup komprehensif untuk menjelaskan belajar dan hanya dipandang sebagai suatu hipotesis yang harus di tes; 
(6) Serta perubahan pada konseli hanya berupa gejala yang dapat berpindah kepada bentuk perilaku lain.


Referensi Bacaan:

(1) Damayanti, R., & Nurjannah, P.A. 2016. Pengaruh Konseling Kognitif Perilaku dengan Teknik Restrukturisasi Kognitif terhadap Harga Diri Peserta Didik Kelas VII di MTs N 2 Bandar Lampung. Jurnal Bimbingan dan Konseling, 03 (2), 287-301.
(2) Lubis, Lumongga Namora. (2011). Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
(3) Krisnayana, dkk. 2014. Penerapan konseling kognitif dengan teknik restruturisasi kognitif untuk meningkatkan resiliensi siswa kelas XI IPA 1 SMA NEGERI 3 singaraja. E-journal Undiksa Jurusan  Bimbingan Konseling, 2(1).

Posting Komentar untuk "Konseling Dengan Pendekatan Behavioristik"