Proses Terbentuknya Persepsi
Proses Terbentuknya Persepsi
Proses terjadinya persepsi dalam buku Bimo Walgito (2004) dapat dijelaskan
sebagai berikut. Objek menimbulkan sebuah stimulus, kemudian stimulus akan mengenai
alat indera atau reseptor. Perlu kita ketahui pula bahwasanya antara objek dan
stimulus itu memiliki makna berbeda, namun pada momen tertentu objek dan
stimulus itu dapat dimaknai sama, misalnya dalam hal tekanan.
Contohnya batu di
bawah terik matahari kita ambil sebagai objek, maka secara otomotis langsung mengenai
kulit kita (stimulus), maka kita akan merasakan tekanan berupa rasa panas dari
hal tersebut (terjadinya persepsi) yang kemudian kita memberikan respon misal dengan membuang batu
itu dari genggaman kita.
Rangkaian terjadinya stimulus sampai mengenai alat
indera atau reseptor merupakan sebuah proses fisik atau proses kealaman. Stimulus
yang diterima oleh alat indera kemudian akan diteruskan oleh syaraf sensoris ke
otak, proses ini yang disebut sebagai proses fisiologis.
Kemudian proses
selanjutnya terjadi di otak, informasi dari stimulus akan di olah oleh otak sebagai
pusat kesadaran yang pada akhirnya individu dapat sadar atau mengetahui apa
yang dilihat, atau apa yang didengar, atau apa yang dirabanya. Proses yang terjadi
dalam otak atau dalam pusat kesadaran inilah yang disebut sebagai proses
psikologis.
Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa taraf atau proses terakhir terbentuknya persepsi yaitu seseorang akan mengetahui tentang hal apa yang ia lihat, atau
apa yang didengar, atau apa yang dirabanya, yaitu stimulus yang diterima
melalui alat indera, dan proses inilah yang bisa kita katakan sebagai proses
persepsi inti atau yang sesungguhnya.
Selanjutnya
seseorang akan melakukan respon sebagai akibat dari persepsi dan tentu
seseorang tersebut dapat melakukan respon dalam berbagai macam bentuk yang
tentunya ia rasa itu yang terbaik untuk dilakukan. Berikut adalah beberapa hal
atau komponen dalam proses terbentuknya persepsi:
Otak
Komputasional
Otak merupakan pusat dari seluruh proses penerimaan hingga
penafsiran informasi, karena otak yang mengolah dan memaknai informasi yang
diterima dari sistem saraf perifer - tersusun dari saraf-saraf yang terletak di
luar sumsum tulang belakang. Otak komputasional digunakan untuk mempersepsi
informasi lingkungan, memahami dunia, dan memproses informasi.
Secara umum,
sistem saraf perifer dan otak didesain untuk mempersepsi dan memikirkan
(perceive and cogitate). Menurut Steve dalam bukunya How the Mind Works (dalam
Solso, 2007) “Pikiran (mind) adalah sebuah sistem yang tersusun dari
organ-organ komputasional, didesain oleh seleksi alam untuk memecahkan berbagai
permasalahan yang dihadapi oleh nenek moyang kita selama masa hidup mereka
sebagai pemburu-meramu, khususnya untuk memahami (dan mengakali) objek-objek, seperti:
binatang, tumbuhan, dan manusia lainnya”.
Konsep otak komputasional ini
berdasarkan ide bahwa pikiran adalah apapun yang dilakukan otak termasuk pemrosesan
informasi. Pelaksanaan komputasi dapat terjadi ketika kita melaksanakan kognisi
tingkat tinggi, seperti ketika kita sedang memikirkan cara untuk mendapatkan permasalahan
penelitian pada skripsi.
Penglihatan
Indera dengan penyediaan informasi paling penting adalah penglihatan
(vision), yakni mata. Merupakan pendeteksian sebuah gelombang kecil
elektromagnetik – cahaya, karena mata memiliki struktur yang unik.
Sistem
visual adalah salah satu sistem paling rumit dari seluruh sistem sensorik, karena
mata memiliki sekitar 7 juta sel kerucut
(cones) yang peka terhadap sensor terang dan banyak terdapat di fovea, berperan
mengenali warna dan objek dalam cahaya terang. Serta 125 juta sel batang (rods)
yang peka terhadap stimuli gelap, dan tidak ada di fovea.
Objek yang dilihat pada retina bersifat dua dimensi (tanpa
kedalaman) dan tanpa warna (persepsi warna hanya dihasilkan ketika input neural
digabungkan dengan citra dalam retina). Stimuli-stimuli yang diterima oleh
retina akan diteruskan ke nucleus genikulat lateral untuk kemudian dikirimkan ke
korteks visual, lalu dikirim ke korteks serebral melalui jalur-jalur khusus
untuk dikirim lagi ke lokasi yang berbeda-beda tergantung interpretasi dari
sinyal-sinyal tersebut.
Proses terbentuknya persepsi seseorang dituntun oleh pengalaman masa lalu,
tetapi juga dituntun oleh kekuatan yang mengarahkan perkembangan sistem
biologis dan kognitif. Seperti perbedaan persepsi pada lalat dan manusia ketika
melihat suatu tumpukan sampah.
Sistem sensorik manusia akan mempersepsikan
untuk menjaga kesehatan tubuh dari tumpukan sampah itu. Namun tidak dengan
lalat, sistem sensorik lalat beradaptasi untuk mencari makanan, sehingga lalat
akan mendekati tumpukan sampah itu.
Ilusi
Perbedaan antara informasi yang diterima sensori dengan informasi
yang diinterpretasi pikiran itulah topik utama studi persepsi-kognisi. Studi yang
mempelajari hubungan antara perubahan fisik dengan pengalaman psikologis akibat
perubahan, psikofisika (psychophysics). Merupakan pengukuran kualitas fisik dan
psikologis dari stimuli sensoris yang sama.
Perbedaan antara realitas fisik
dengan persepsi itulah ilusi persepsi. Ilusi terjadi bisa disebabkan karena
pengalaman masa lalu yang mengajarkan bahwa bentuk tertentu mungkin berada
dekat, namun bentuk yang lain menunjukkan objek tersebut berada jauh. Bagi
ilmuwan psikofisika, ilusi menyediakan wawasan untuk memahami cara kerja sistem
persepsi, bukan menunjukkan kegagalan persepsi manusia.
Pengetahuan
Sebelumnya
Pengetahuan sebelumnya (prior knowladge) tentang segala sesuatu
mengenai dunia tidak hanya diartikan sebagai sebuah ilusi geometri sederhana melainkan
dalam bentuk penginterpretasikan data-data ilmiah juga. Dalam arti singkat terbentuknya persepsi dipengaruhi oleh pengetahuan yang sudah kita dapatkan,
biasanya hal ini juga dipengaruhi oleh sinyal-sinyal sensorik.
Jadi cara kita
mengelola informasi primer dan dunia sangatlah dipengaruhi oleh struktur sistem
sensorik dan struktur otak kita. Kita dalam tanda kutip (diprogram) supaya
memahami segala sesuatu di dunia ini dalam cara-cara tertentu dan tentu juga dipengaruhi oleh pengalaman yang kita dapatkan, yang
memberikan makna bagai stimuli.
Jika pengalaman belajar pada masa lalu ketika
membaca tidak mempengaruhi persepsi, maka huruf yang anda lihat tidak dapat
anda pahami sebagai bagian dari kalimat dan kalimat itu juga tidak memiliki
makna.
Predisposisi
Sensorik-Otak
Terdapat sebuah sisi lain dari proses sensorik dan perseptual yang
diungkap oleh studi yang mempelajari susunan fisik sistem sensorik otak dan
manusia. Setiap sistem sensorik tersusun oleh reseptor dan neuron penghubung
dari kelima indera, dalam batasan tertentu dapat dipahami berkat upaya
fisiolog, dokter, dan psikolog-fisiolog selama 150 tahun terakhir.
Pengetahuan
tentang otak sangat besar perannya dalam proses terbentuknya persepsi, di sisi lain perkembangan penilitian
cukup lambat karena sulitnya mengakses otak itu sendiri secara fisik. Pada
umumnya observasi langsung yang dilakukan melibatkan pembuatan lubang pada
tempurung kepala atau melalui pemeriksaan postmortem (pascakematian) oleh para
dokter.
Studi awal mengindikasikan bahwa otak memiliki beberapa karakteristik
umum seperti adanya prinsip kontralateralitas pada otak (kerusakan serebral di
sebuah hemisfer akan menyebabkan gangguan atau defisiensi pada di bagian tubuh
yang berlawanan). Peristiwa yang berhubungan dengan cedera di kepala, seperti
jika seseorang mendapat hantaman pada bagian belakang kepalanya (lobus
oksipital), mengakibatkan timbulanya “pandangan berkunang kunang”.
Orang yang dipukul
“melihat” kilatan-kilatan cahaya, namun matanya tidak mendeteksi hal itu, jika
saraf distimulasi maka otak mempersepsikan seolah-olah informasi berasal dari saraf
yang terstimulus. Inilah yang menyebabkan hantaman di lobus oksipital dapat menyebabkan
orang mengalami “pandangan atau penglihatan yang berkunang-kunang” dikarenakan
lobus oksipital ini memang merupakan area yang memproses visual, disebut juga
korteks striata.
Hal tersebut mengakibatkan terbentuknya persepsi yang berlawanan dengan
kondisi yang seharusnya dilihat. Persepsi yang ada di dunia dipengaruhi juga
oleh mekanisme biologis yang ada pada diri manusia selain itu juga dipengaruhi oleh
pengalaman masa lalu.
Dengan adanya teknologi modern, ilmuan kognitif telah mampu mengobservasi
proses-proses sesnsorik, perseptual, dan kognitif yang ada di otak tanpa
menggunakan metode sebelumnya. Teknik yang terbaru yaitu data-data behavioral,
seperti eksperimen waktu-reaksi dan teknologi pencitraan.
Teknologi modern
memungkinkan para peneliti mengamati cara kerja saat otak mengelola informasi
tentang dunia dan bagaimana persepsi tersebut ditransfer melalui labirin neutal
dalam otak.
Segala Sesuatu
yang Kita Ketahui adalah Keliru
Kita bisa mengibaratkan system sensorik kita seperti jendela yang menghubungkan
kita dengan realitas eksternal. Hanya sensasi yang mampu kita indralah yang
akhirnya diproses oleh reseptor dan oleh pemrosesan kognitif. System sensorik
kita juga memiliki keterbatasan kemampuan menerima sensasi, yang mengakibatkan
pengetahuan tentang dunia terbatas.
Contohnya apa jadinya pemahaman kita
tentang “realita” apabila mata kita mampu “melihat” radiasi inframerah namun tidak
dapat “melihat” cahaya. Apakah kegiatan kita pada siang dan malam sama seperti
sekarang? Apakah dampaknya terhadap sejarah, gaya busana, pemasaran, filsafat,
dan seluruh kehidupan bermasyarakat? Yang lebih penting lagi dampak terhadap
cara kita mengkonseptualitas realita.
Karena kira harus memahami realita
melalui saluran-saluran yang sedemikian terbatas, kita terpasa menyimpulkan
bahwa sesuatu yang kita ketahui adalah keliru. Meski demikian dalam
keterbatasan organ sensorik kita, kita masih mampu menyusun sebuah deskripsi
kasar mengenai cara kita memproses informasi yang dapat kita detaksi (yang
sedemikian besar jumlahnya), apalagi mengingat bahwa dunia nyata di sekeliling
kita jauh lebih rebut, lebih besar, lebih kaya stimulus daripada yang dapat
kita deteksi.
Dengan demikian konsep kita mengenai perseptual bahwa pendekteksian
dan penginterpretasian sinyal-sinyal sensorik ditentukan oleh emergin stimulus
yang dideteksi oleh sistem sensorik dan
oleh otak, dan hasil pemrosesan disimpan di memori dalam bentuk pengetahuan
(knowledge), yang akan digunakan kelak dalam suatu kejadian nyata.
Demikian pembahasan yang lumayan panjang mengenai proses terbentuknya persepsi, setiap individu tentu senantiasa menjalankan fungsi alat indera yang dimiliki, dan hal tersebut akhirnya memicu terbentuknya persepsi yang kemudian seseorang dapat memutuskan untuk memberikan respon seperti apa yang sekiranya tepat. Semoga pembahasan ini dapat memberikan manfaat buat anda yang telah menyempatkan sedikit waktunya untuk membaca. Terimakasih :)
Referensi Bacaan
Latipah, Eva. 2017. Psikologi Dasar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Murtiadi, dkk. 2015. Psikologi Komunikasi. Yogyakarta: Psikosain.
Solso, Robert L.,
dkk. 2007. Psikologi Kognitif. (Edisi Kedelapan). Terjemahan oleh Mikael Rahardanto dan Kristianto Batuadji. Jakarta:
Erlangga.
Oh jadi begini proses persepsi itu bisa ada. Informasinya bagus ditambah ada daftar pustaknya lagi (jadi informasinya bisa lebih valid daripada referensi blog yang tanpa dftar pustaka).
BalasHapusTerimakasih telah berkunjung, jangan lupa share jika dirasa bermanfaat.
BalasHapus