Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mitos dan Fakta Penyakit Asma

Pengertian Asma

Asma merupakan penyakit paru obstruktif kronis yang sering diderita oleh anak-anak, orang dewasa, maupun para lanjut usia. Penyakit ini memiliki karakteristik serangan periodik yang stabil (Sykes, et al, 2008). 

Mitos dan Fakta Penyakit Asma
Ilustrasi (pexels.com/@cottonbro)

Asma merupakan penyempitan saluran pernapasan yang menyebabkan sesak napas berupa peningkatan trakea dan bronkus yang memberikan respons sesak, batuk, mengi yang derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun dari pengobatan yang disebabkan karena suatu rangsang (Alsagaff; 2006, Musliha; 2010, Nugroho; 2010).

Penderita Asma di Dunia

Asma mempunyai tingkat fatalitas rendah namun jumlah kasusnya banyak ditemukan di dalam masyarakat. Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita asma, jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah sebesar 180.000 orang setiap tahunya. 

Sumber lain menyebutkan bahwa pasien asma sudah mencapai 300 juta orang diseluruh dunia dan terus meningkat selama 20 tahun belakangan ini. Apabila tidak dicegah dan ditangani dengan baik, maka yang akan datang dapat mengganggu proses tumbuh kembang anak dan kualitas hidup.

Baca Juga: Tips Kelola Pikiran untuk Hindari Stres

Penderita Asma di Indonesia

Di Indonesia prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun hasil penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC (The International Study on Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 prevalensi asma masih 2,1%, sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%. 

Hasil survey asma pada anak sekolah di beberapa kota di Indonesia (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang, dan Denpasar) menunjukkan prevalensi asma pada anak SD (6 sampai dengan 12 tahun) berkisar antara 3,7%-6,4%, sedangkan pada anak SMP di Jakarta Pusat sebesar 5,8% tahun 1995 dan tahun 2001 di Jakarta Timur sebesar 8,6%.

Laporan riset kesehatan dasar oleh Kementrian Kesehatan RI tahun 2013 memperkirakan jumlah pasien asma di Indonesia mencapai 4,5% dari total jumlah penduduk. Provinsi Sulawesi Tengah menduduki peringkat penderita asma terbanyak sebanyak 7,8% dari total penduduk di daerah tersebut.

Menurut data yang dikeluarkan oleh WHO pada bulan mei tahun 2014, angka kematian akibat penyakit asma di Indonesia mencapai 24.773 dari total jumlah kematian penduduk. Setelah dilakukan penyesuaian umur dari berbagai penduduk, data ini sekaligus menempatkan Indonesia di urutan ke-19 di dunia perihal kematian akibat asma.

Baca Juga: Pengertian Sakit dan Penyakit Gangguan Fungsi Psikis

Gejala Asma

Mitos dan Fakta Penyakit Asma
Ilustrasi (pexels.com/@cottonbro)

Gejala klasik asma ada tiga yaitu mengi (bengek), batuk, dan sensasi napas tak normal atau dispnea. Tanda dan gejala serius asma antara lain: 

(a) tanda sesak napas di mana penderita sulit untuk berbicara dalam kalimat yang penuh, sulit berjalan, dada terasa sesak, dan mudah letih. 

(b) bernapas dengan bersusah-payah, bahu naik ketika bernapas, leher dan tulang rusuk bergerak ke dalam ketika bernapas, pernapasan tidak nyaman, batuk siang dan atau malam hari, mengi. 

(c) pikiran berubah-ubah, penderita sulit berpikir dengan jelas, bingung, kehilangan kewaspadaan. 

(d) oksigen yang rendah, yang membuat bibir abu-abu atau biru, jari telunjuk biru atau abu-abu. 

(e) nilai APE (arus puncak respirasi) rendah, APE gagal naik setelah menggunakan obat yang bekerja untuk melegakan pernapasan, dan gejala berlanjut.

Penegakan diagnosis asma didasarkan pada:

 (a) Pemeriksaan riwayat kesehatan yang lengkap, termasuk keluarga, lingkungan, dan riwayat pekerjaan. Hal tersebut dapat mengungkapkan faktor-faktor atau substansi yang mencetuskan serangan asma.

 (b) Pemeriksaan fisik, dengan penekanan khusus pada saluran pernapasan bagian atas (hidung, tenggorokan,sinus), paru-paru dan kulit.

(c) Tes fungsi paru dengan spirometri.

(d) Tes darah untuk penilaian fungsi imun dan alergi.

(e) Tes radiografi, foto sinar X dan CT scan memberikan informasi tentang anatomi dan struktur paru-paru dan saluran napas yang lebih besar. Pada keadaan asma terkendali seharusnya foto sinar X dada normal, begitu juga gambar pencitraan dada yang dihasilkan CT scan. 

Namun selama eksaserbasi, tampilan paru pada sinar X dapat memperlihatkan apa yang disebut ahli radiologi sebagai hiperinflasi, dan CT scan mungkin menunjukkan udara yang terkurung. Kedua temuan ini mencerminkan pengisian dan pengosongan paru yang tidak merata saat bernapas karena inflamasi dan penyempitan saluran udara. (Smeltzer, 2001).

Baca Juga: Gangguan Emosional - Gangguan Pada Fungsi Perasaan

Pengelolaan Asma

Mitos dan Fakta Penyakit Asma
Ilustrasi (pexels.com/@cottonbro)

Menurut Sheffer (1992) pengelolaan asma belum menyeluruh terhadap berbagai aspeknya secara sistimatik dan kontinyu. Terapi pun dapat dikatakan belum tuntas karena umumnya baru ditujukan untuk mengatasi gejala asmanya saja. Pengelolaan secara sistimatis seharusnya mencakup:

a. Penegakan diagnosis lengkap, tingkat beratnya asma, faktor pencetus dan presipitasi.

b. Kerjasama yang kontinyu antara dokter (klinik atau Rumah Sakit) dengan pasien dan lingkungannya (di rumah dan tempat kerja).

c. Upaya mengatasi bronkospasme atau serangan dan terapi pencegahan di klinik atau rumah sakit dan di rumah, pencegahan serangan dengan mengatasi faktor trigger dan inducer (pemicu dan penyebab).

d. Pilihan obat yang tepat berupa suatu sistem dengan pemilihan steroid sebagai terapi asma utama yang ditujukan untuk mengatasi inflamasi pada semua tingkat asma, kecuali yang paling ringan. Pada waktu ini disarankan terapi asma sebagai berikut: jenisnya adalah CBA (corticosteroid, b2 agonis, aminofilin), terpilih dalam bentuk obat inhalasi, dengan dosis yang adekuat secara teratur, bila perlu kontinyu.

e. Tersedia pedoman bagi pasien untuk pelaksanaan di rumah: membiasakan tindak lanjut dengan pengukuran APE (menggunakan Peak Flow Rate Meter), melaksanakan usaha rehabilitasi atau preventif.

f. Upaya pengelolaan asma yang dilakukan secara gigih dan teratur.

Baca Juga: Gangguan Obsesif Kompulsif

Mitos Tentang Penyakit Asma

Asma pasti penyakit turunan (Salah)

Asma belum tentu penyakit turunan, seseorang yang memiliki penyakit asma belum tentu memiliki riwayat dari keluarga penderita. Karena faktor penyebab lain adalah lingkungan. Bila ada salah satu orang tua anak menderita asma, resiko anak mempunyai penyakit asma tiga kali lebih tinggi. Dan apabila kedua orang tua mengidap asma, maka kemungkinan anak terkena asma enam kali lebih besar.

Penggunaan inhaler akan alami ketergantungan (Salah)

Penggunaan inhaler tidak membuat kecanduan. Aadanya produk berupa inhaler merupakan perkembangan pesat bagi dunia pengobatan. Dulu obat asma harus diminum atau disuntikkan dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan efek samping seperti; darah tinggi, penyakit gula dan sebagainya. 

Namun dengan pemakaian inhaler efek samping tersebut dapat diminimalisir atau bahkan dihindarkan sekaligus. Karena inhaler sendiri akan bekerja tepat sasaran, yaitu ke saluran pernapasan sehingga tidak menyebar kemana-mana.

Penderita yang kambuh, harus segera merebahkan tubuh sebelum mendapatkan penanganan lebih lanjut (Salah)

Saat asma kambuh, penderita harus duduk dan mengatur napas. Posisi duduk akan membuat rongga paru-paru penderita lebih terbuka sehingga akan memudahkan penderita saat mengambil oksigen. Jangan lupa untuk melonggarkan pakaian yang mengikat pada tubuh penderita.

Asma dapat disembuhkan secara total (Salah)

Asma merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh kelainan patologis-genetik. Sifat dari penyebab asma selalu menetap. Oleh karena itu, pengidap penyakit asma tidak bisa sembuh 100% dari penyakit ini. Akan tetapi, gejala dari penyakit ini dapat di kendalikan dengan mengkonsumsi obat pengontrol. Jika gejala penyakit asma dapat di kendalikan, maka penderita dapat beraktivitas secara normal.

Asma adalah penyakit saluran pernapasan, bukan penyakit paru (Salah)

Gangguan pernapasan pada penyakit asma berada pada alveolus yang termasuk pada bagian paru-paru. Oleh karena itu, dokter yang menangani pun harus dokter spesialis paru-paru.

Penderita Asma sebaiknya tidak berolahraga (Salah)

Olahraga boleh dilakukan oleh orang yang mempunyai penyakit asma. Apalagi penderita yang telah melakukan perawatan dengan baik. Walaupun begitu, penderita asma tidak boleh melakukan kegiatan olahraga atau pekerjaan yang terlalu berat. Agar tingkat kekambuhannya tidak terlalu tinggi.

Baca Juga: Tips Menghadapi Permasalahan Emotional Sponge

Fakta Tentang Penyakit Asma

Mitos dan Fakta Penyakit Asma
Ilustrasi (pexels.com/@jill-burrow)

Asma disebabkan faktor asap rokok (Benar)

Di antara seluruh partikel yang ada di udara bebas, asap rokok merupakan partikel yang paling mampu menembus hingga sistem pernapasan paling akhir, yaitu alveolus (Ricky, 2009). Hal ini setara dengan kemampuan difusi virus. Asap rokok juga mampu membuat sel-sel epitel jalan napas memproduksi mucus lebih banyak. 

Gerakan paru-paru untuk membersihkan diri juga terganggu, sehingga dahak dan iritan lainnya tidak bisa dikeluarkan. Hal ini berarti penderita asma akan lebih mudah terkena penyakit infeksi saluran napas. Gejala asma juga akan muncul akibat infeksi di saluran napas (Green, et al, 2002). 

Merokok dapat menyebabkan penurunan fungsi paru yang cepat, meningkatkan derajat keparahan asma, menjadikan penderita kurang responsif terhadap terapi glukokortikosteroid, dan menurunkan tingkat pengendalian penyakit asma (GINA, 2008). 

Sebenarnya, kuantitas paparan asap rokok pada penderita asma dapat diketahui dengan mengukur kadar cotinin pada air ludah, sehingga penderita asma bisa lebih waspada (Ricky, 2009).

Asma dapat diperparah oleh faktor geografis (Benar)

Kondisi geografis suatu wilayah yang berakibat pada perubahan cuaca maupun iklim dan lalu menyebabkan perubahan suhu setempat menjadi ekstrim dapat memperburuk kondisi tubuh penderita asma. Udara dingin dan kering merupakan irisan yang sangat poten bagi penderita asma. 

Perubahan cuaca yang mungkin menjadi irisan seperti: cuaca yang panas dan lembab, sangat dingin, perubahan suhu atau kelembaban atau tekanan udara yang tiba-tiba, angin kencang, badai bergemuruh, cuaca yang ekstrim, dan lain-lain (MacNaughton, 2008).

Asma disebabkan faktor alergen (Benar)

Asma yang saat ini dipandang sebagai penyakit inflamasi jalan napas memang tidak bisa lepas dari pengaruh alergen (Suyono, 2001). Alergen spesifik sifatnya sangat subyektif, tergantung kepekaan masing-masing penderita asma. 

Paparan berulang terhadap suatu jenis alergen spesifik akan menyebabkan reaksi alergi langsung, seperti reaksi hipersensitivitas tipe I pada asma (AAFA, 2008). Penyakit alergi tidak bisa disembuhkan, satu-satunya cara adalah dengan menghindari paparan terhadap alergen spesifik, yang sumber terbesarnya adalah dari lingkungan (Arruda, 2006).

Asma disebabkan faktor aktivitas fisik (Benar)

Aktivitas fisik yang sering menyebabkan kemunculan gejala asma adalah olahraga dan melakukan pekerjaan berat, sehingga penderita asma tidak mampu mentolerir rasa lelah yang dirasakan (AAFA, 2008). 

Bila tubuh lelah akibat aktivitas fisik yang dilakukan, maka tubuh akan mengkompensasi dengan bernapas lebih cepat, dengan tujuan memperoleh oksigen yang lebih banyak untuk kepentingan metabolism (Canadian Lung Association, 2008). 

Selain itu, gejala asma akibat aktivitas fisik juga akan semakin parah dengan adanya tambahan irisan dari faktor risiko asma lainnya, seperti udara dingin (MacNaughton, 2008).

Asma disebabkan faktor aspek psikologis (Benar)

Asma dapat dipengaruhi oleh stres psikologis, yang menunjukkan hubungan timbal balik antara faktor periferal yang meregulasi reaksi inflamasi dan respon saraf pusat terkait stres dan reaktivitas emosi (Rosenkranz, et al, 2005). 

Emosi dan perasaan seperti khawatir, cemas, takut, dan panik, dapat menyebabkan ketegangan muskuler dan kontraksi di sekitar bronkiolus, sehingga bronkiolus menjadi lemah dan kejang (Silva, 2006). Ekspresi emosi yang ekstrim dapat menyebabkan hiperventilasi dan hipokapnia, yang menyebabkan penyempitan jalan napas (GINA, 2008).

Asma disebabkan faktor polusi udara (Benar)

Polusi udara dapat memperburuk gejala asma (AAFA, 2008). Polusi udara di suatu wilayah berkaitan dengan peningkatan kadar polutan atau alergen spesifik di mana penderita asma tersensitisasi (GINA, 2008). Gejala asma akan mulai terasa parah bila nilai PSI (satuan besaran tekanan) berada di angka 50-100, dengan kata lain tingkat polusinya sedang (ARB, 2008).

 

Daftar Pustaka:

A. S. Ningrum. (2012). Hubungan Pengetahuan Tentang Asma Dengan Upaya Pencegahan Kekambuhan Pada Penderita Asma Di Wilayah Kerja Puskesmas Gorang Gareng Taji Kabupaten Magetan. Jurusan Keperawatan. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

W. P. S. Ni Putu. (2013) Asma: Hubungan Antara Faktor Risiko, Perilaku Pencegahan, Dan Tingkat Pengendalian Penyakit. Jurnal Ners Lentera. Vol.1, Hal. 30-41

Mentrian kesehatan republik Indonesia. 2008. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008 Tentang pedoman pengendalian penyakit asma.

Nugroho, S. (2009). Terapi Pernapasan pada Penderita Asma. MEDIKORA, (1).

http://www.p2ptm.kemkes.go.id/artikel-sehat/mitos-dan-fakta-tentang-asma Diakses Pada: Jumat 13 Desember 2019

 

Penulis: Alfin Maulana Rizqi (1707016060)

Posting Komentar untuk "Mitos dan Fakta Penyakit Asma"