Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kritik Kultural dalam Inovasi Teknologi

Initentangpsikologi.com - Kvale (2006) menurutnya ketika inovasi teknologi mempunyai tempat yang penting dalam masyarakat, inovasi juga membawa sebuah gaya hidup yang membahayakan.

Kritik Kultural dalam Inovasi Teknologi
Ilustrasi (pexels.com)

Pola-pola aktivitas manusia sebagian besar berkutat di sekitar wacana, wacana mungkin berfungsi sebagai medium penting dalam hubungan yang dijalin, dan karena wacana ada dalam pasar terbuka, maka berpotensi terjadinya kekacauan dan perubahan yang menyebar dengan cepat (Shelter, 1985).

Oleh karenanya pola-pola tindakan manusia itu akan terus terjadi selamanya. Di satu sisi, ini berarti bahwa kehebatan teknologi membuat manusia berada dalam risiko yang tetap. Prediksi atau skill hari ini adalah sejarah esok hari.

Mari kita mempertimbangkan peran psikologi secara khusus. Di budaya barat, kita tidak lagi mempertanyakan keberadaan nalar, memori, emosi, motivasi dan semacamnya. Penafsiran terhadap bagian-bagian dalam individu seperti itu adalah unsur dari dunia yang taken for granted. 

Lebih lanjut, para ahli secara terus-menerus menambah konstruk-konstruk dunia ini: stres, putus asa, gangguan stres post-traumatik, schizophrenia, dan gangguan-gangguan semacamnya. 

Selanjutnya, masing-masing terminologi ini ditempelkan dalam bentuk wacana yang condong kepada segmen-segmen populasi tertentu atau pola-pola perilaku tertentu, dan mengabaikan yang lain (seperti, nalar sangat diagung-agungkan, emosi adalah anti-rasional: Iaki-laki lebih rasional dibanding wanita, dan seterusnya). 

Dengan objektifikasi wacana seperti itu, terjadilah pengerasan pola-pola sosial.

Psikologi mulai menjadi cermin dikotomi antara universal dan individual. Modernitas dicirikan tidak hanya dengan pencarian objektivitas dan universalitas, tapi juga dengan ekstrim lain dari relativisme dan individualism. Psikoanalisis mencakup dua sisi polaritas individual dan universal: meta-psikologi Freud dengan struktur kesadaran dan sejarah-sejarah kasus dengan memercayakan narasi individual. 

Psikologi tidak hanya beradaptasi dengan tuntutan sosial; ilmu psikologi juga memberi sumbangan dalam pembentukan budaya saat ini. Kita hidup saat ini dalam masyarakat psikologi, di mana pemahaman laki-laki dan perempuan tentang diri mereka sendiri dan hubungan-hubungan mereka dengan yang lain dibentuk lewat psikologi (Leahey. 1987). 

Satu konsekuensi dari banyak debat behaviorisme-humanisme telah memperkuat konsep-konsep individu yang diisolasi dari budaya dan sejarah mereka. Jiwa religius kemudian dikembangkan oleh modernitas ke arah diri individu dan pasar abstrak yang terisolasi.

Piliang (1998) di dalam era globalisasi dewasa ini banyak konsep-konsep sosial, seperti integrasi, kesatuan-persatuan, nasionalisme, dan solidaritas, tampak semakin kehilangan realitas sosialnya dan akhirnya menjadi mitos. 

Berbagai realitas sosial yang berkembang dalam skala global khususnya sebagai akibat dari kemajuan teknologi informasi justru menggiring ke arah akhir sosial. Alan Touraine misalnya, melihat bahwa proses akhir sosial ini adalah sebagai akibat modernisasi yang telah mencapai titik ekstrimnya dewasa ini, yang disebutnya sebagai hipermoderni Kontemporer. 

Menurut Fourie, kehidupan sosial kini telah kehilangan kesatuannya, dan ia kini tak lebih bak sebuah arus perubahan yang tak henti-hentinya, yang di dalamnya aktor-aktor individu maupun kolektif tidak lagi bertindak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial, akan tetapi mengikuti strateginya masing-masing dalam berperan di dalam proses perubahan (kapitalisme global), yang tidak dapat lagi sepenuhnya dikontrol oleh kekuasaan negara.

Proses akhir sosial ini kini dipercepat dan mencapai keadaan maksimalnya di tangan media dan informasi (televisi dan internet), yang menciptakan berbagai simulasi relasi sosial. Setiap media dan informasi bergerak melalui dua arah: ke luar ia memproduksi semakin banyak relasi sosial, ke dalam ia justru menetralisasi relasi sosial dan sosial itu sendiri. 

Yang ada sekarang bukanlah satu komunitas yang diikat oleh satu ideologi politik tertentu, melainkan individu-individu yang satu sama lain saling berlomba dalam sebuah arena, kontes tunjangan, rayuan, dan godaan masyarakat konsumen (bakan konflik sosial seperti yang dikatakan Marx).

Secara sosiologis, teknologi memiliki makna yang lebih mendalam daripada peralatan. Teknologi menetapkan suatu kerangka bagi kebudayaan non material suatu kelompok. Jika teknologi suatu kelompok mengalami perubahan, maka cara berpikir manusia juga akan mengalami perubahan. Hal ini juga berdampak pada cara mereka berhubungan dengan yang lain. 

Bagi Marx, teknologi merupakan alat, dalam pandangan materialisme historis hanya menunjuk pada sejumlah alat yang dapat dipakai manusia untuk mencapai kesejahteraan. Weber mendefinisikan teknologi sebagai ide atau pikiran manusia itu sendiri. Sementara itu menurut Durkheim, teknologi merupakan kesadaran kolektif yang bahkan diprediksi dapat menggantikan kedudukan agama dalam masyarakat (Martono, 2012, pp.277-278).

Teknologi memperlihatkan fenomenanya dalam masyarakat sebagai hal impersonal dan memiliki otonomi mengubah setiap bidang kehidupan manusia menjadi lingkup teknis. Sastrapratedja (Dwiningrum, 2012, p.154) menjelaskan bahwa fenomena teknik pada masyarakat kini, memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Rasionalitas, artinya tindakan spontan oleh teknik diubah menjadi tindakan yang direncanakan dengan perhitungan rasional.

b. Artifisialitas, artinya selalu membuat sesuatu yang buatan (tidak alamiah).

c. Otomatisme, artinya dalam hal metode, organisasi, dan rumusan dilaksanakan serba otomatis. Demikian pula dengan teknik mampu mengeliminasikan kegiatan non-teknis menjadi kegiatan teknis.

d. Teknik berkembang pada suatu kebudayaan.

e. Monisme, artinya semua teknik bersatu, saling berinteraksi dan saling bergantung.

f. Universalisme, artinya teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan ideologi, bahkan dapat menguasai kebudayaan.

g. Otonomi, artinya teknik berkembang menurut prinsip-prinsip sendiri.  

Teknologi yang berkembang dengan pesat, meliputi berbagai bidang kehidupan manusia. Masa sekarang nampaknya sulit memisahkan kehidupan manusia dengan teknologi, bahkan sudah merupakan kebutuhan manusia. 

Awal perkembangan teknologi yang sebelumnya merupakan bagian dari ilmu atau bergantung dari ilmu, tetapi sekarang ilmu dapat pula bergantung dari teknologi. 

Contohnya dengan berkembang pesatnya teknologi komputer dan satelit ruang angkasa, maka diperoleh pengetahuan baru dari hasil kerja kedua produk teknologi tersebut (Dwiningrum, 2012, p.155).

Teknologi merupakan hasil olah pikir manusia yang pada akhirnya digunakan manusia untuk mewujudkan berbagai tujuan hidupnya, teknologi menjadi sebuah instrumen untuk mencapai tujuan. Teknologi juga merupakan hasil perkembangan rasionalitas manusia. 

Ketika keberadaan teknologi dikembangkan dalam struktur tindakan manusia, maka keberadaan teknologi juga dapat ditempatkan dalam kerangka perkembangan rasionalitas manusia tersebut. Ketika manusia masih berada pada tahap irasional (bersifat tradisional dan afektif), manusia telah mampu menghasilkan berbagai teknologi yang masih sederhana.

Lalu seiring dengan perkembangan rasionalitasnya, manusia telah menghasilkan berbagai teknologi yang cukup rumit, namun pada akhirnya keberadaan teknologi tersebut dimanfaatkan sebagai alat untuk mencapai tujuan hidup manusia.

Secara tidak langsung teknologi juga sangat mempengaruhi tindakan, dan pola hidup manusia. Teknologi juga dimaknai sebagai alat yang memperlebar perbedaan kelas dalam masyarakat. Teknologi menjadi simbol status bagi si kaya dan si miskin, siapa yang mampu menguasai teknologi, maka ia akan mampu menguasai manusia yang lain.

Hal yang perlu mendapat perhatian khusus adalah bahwa setiap perkembangan teknologi selalu menjanjikan kemudahan, efisiensi, serta peningkatan produktivitas. Memang pada awalnya teknologi diciptakan untuk mempermudah manusia untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Berikut ini ada beberapa hal yang dijanjikan teknologi (Martono, 2012, pp.289-291).

1. Teknologi menjanjikan perubahan

Setiap penemuan baru akan melahirkan berbagai perubahan dalam suatu masyarakat. Misalnya kehadiran televisi di rumah, akan menyebabkan munculnya agenda baru setiap hari, ada jadwal menonton acara favorit yang sebelumnya tidak ada. 

Jadwal mandi, jadwal makan, jadwal minum kopi, jadwal membersihkan rumah, jadwal belajar, jadwal kencan, sampai jadwal tidur akan disesuaikan dengan jadwal acara di televisi. Bahkan susunan perabotan di rumah, meja, kursi, lemari, karpet, sofa, akan disesuaikan dengan di mana kita meletakkan televisi.  

2. Teknologi menjanjikan kemajuan

3. Teknologi menjanjikan kemudahan

4. Teknologi menjanjikan peningkatan produktifitas

Misalnya, teknologi finger print (sistem presensi dengan memanfaatkan sidik jari) akan dapat mengontrol tingkat kehadiran karyawan di kantor.  

5. Teknologi menjanjikan kecepatan

Misalnya memasak nasi akan lebih cepat jika menggunakan rice cooker. Semua pekerjaan dan setiap kesulitan akan teratasi dengan teknologi.

6. Teknologi menjanjikan popularitas

Gejala-gejala yang dapat mengakibatkan perubahan sosial memiliki ciri-ciri antara lain (Martono, 2012, p.13):

1. Setiap masyarakat tidak akan berhenti berkembang karena mereka mengalami perubahan baik lambat maupun cepat.

2. Perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu akan diikuti dengan perubahan pada lembaga-lembaga sosial lainnya.

3. Perubahan sosial yang cepat dapat mengakibatkan terjadinya disorganisasi yang bersifat sementara sebagai proses penyesuaian diri.

4. Perubahan tidak dibatasi oleh bidang kebendaan atau bidang spiritual karena keduanya memiliki hubungan timbal balik yang kuat.

Perubahan sosial budaya merupakan suatu perubahan yang menyangkut banyak aspek dalam kehidupan seperti kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, aturan-aturan hidup berorganisasi, dan filsafat. Jadi, teknologi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya perubahan sosial budaya.

Meskipun teknologi memberikan banyak manfaat bagi manusia, namun di sisi lain kemajuan teknologi akan berpengaruh negatif pada aspek sosial budaya.

a. Kemerosotan moral di kalangan warga masyarakat, khususnya di kalangan remaja dan pelajar. Kemajuan kehidupan ekonomi yang terlalu menekankan pada upaya pemenuhan berbagai keinginan material, telah menyebabkan sebagian warga masyarakat menjadi kaya dalam materi tetapi miskin dalam rohani.

b. Kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan remaja semakin meningkat karena semakin lemahnya kewibawaan tradisi-tradisi yang ada di masyarakat, seperti gotong-royong dan tolong-menolong telah melemahkan kekuatan-kekuatan sentripetal yang berperan penting dalam menciptakan kesatuan sosial. 

Akibat lanjut bisa dilihat bersama, kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan remaja dan pelajar semakin meningkat dalam berbagai bentuknya, seperti perkelahian, corat-coret, pelanggaran lalu lintas sampai tindak kejahatan.

c. Pola interaksi antar manusia yang berubah. Kehadiran komputer pada kebanyakan rumah-tangga golongan menengah ke atas telah merubah pola interaksi keluarga.

Upaya-upaya yang dapat kita lakukan sebagai solusi untuk menanggulangi dampak negatif dari kemajuan teknologi adalah dengan menanamkan kesadaran kepada setiap individu tentang pentingnya memahami dampak negatif kemajuan teknologi. 

Dengan analisa SWOT secara sederhana kita dapat menjadikan tantangan dan dampak negatif dari teknologi menjadi peluang untuk memajukan suatu masyarakat dan negara. Untuk itulah diperlukan peran serta aktif dari keluarga, sekolah, masyarakat, dan negara dalam mencegah, mengurangi, dan menanggulangi dampak negatif dari kemajuan teknologi.

Sebagai manusia modern sangat tidak bijaksana serta tidak mungkin jika kita mengatakan say no to technology, namun yang harus kita lakukan yaitu mempertimbangkan kebutuhan kita terhadap teknologi, mempertimbangkan baik-buruknya teknologi tersebut dan tetap menggunakan etika, serta tidak terlalu berlebihan agar kita tidak kecanduan dan menjadi budak teknologi. 

Kita harus menyadari bahwa teknologi bukan merupakan aspek kehidupan umat manusia yang tertinggi. Tidak juga merupakan puncak kebudayaan dan peradaban umat manusia di dalam evolusinya mencapai kesempurnaan hidup (perfection of existence). Namun teknologi merupakan suatu alat yang digunakan manusia untuk mempermudah dalam melakukan sesuatu dalam aktivitas kehidupannya.

 

Penulis: Ubaidillah (1707016008)

Posting Komentar untuk "Kritik Kultural dalam Inovasi Teknologi"