Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Terapi Bermain yang dapat diterapkan Pada Anak dengan Autisme

Initentangpsikologi.com - Menurut Hurlock (2004), bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkan tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Bagi anak, bermain dapat mencapai perkembangan fisik, intelektual, emosi dan sosial.

Pertumbuhan dan perkembangan fisik anak juga dapat dilihat saat bermain. Anak secara tidak sadar menemukan sikap tubuh yang baik, melatih kekuatan, keseimbangan dan melatih motoriknya.

Terapi Bermain Pada Anak dengan Autisme
Gambar (pexels.com/Polina Kovaleva)

Bagi anak dengan kebutuhan khusus seperti autisme, bermain dapat memiliki pengaruh signifikan terhadap perkembangannya.

Berikut terapi bermain yang dapat diterapkan kepada anak-anak dengan autisme, di antaranya:

Terapi Sensori Integrasi

Terapi ini diberikan sesuai dengan kebutuhan anak. Dalam terapi diusahakan anak memberi reaksi yang baik terhadap perangsangan. Saat terapi, anak diharapkan berperan aktif agar muncul perubahan positif.

Biasanya terapis akan mengarahkan kegiatan yang dapat memberikan tantangan secara bertahap.

Teori sensori integrasi hanya sebagian dari pendekatan terapi okupasi. Jadi, anak tetap memerlukan terapi lain untuk mendukung terapi ini. Biasanya, kebutuhan tersebut dievaluasi oleh terapis okupasi.

Jika terapi sensori integrasi berhasil, anak dapat memproses berbagai informasi sensoris yang kompleks dengan lebih baik. Ini memberi pengaruh bagi kemampuan anak melakukan aktivitas sehari-hari.

Setelah anak mampu mengamati dan memahami lingkungannya, minat bersosialisasi pun akan timbul. Banyak anak menunjukkan perkembangan kemampuan berbahasa setelah menjalani terapi ini, sedangkan anak lain menunjukkan perbaikan dalam prestasi sekolah.

Baca Juga: Kegiatan Bermain pada Anak dengan Kebutuhan Khusus

Terapi Wicara

Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan berbahasa. Biasanya hal ini yang paling menonjol, dan banyak pula individu autistik yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang.

Kadang-kadang kemampuan bicaranya cukup berkembang, namun anak autis tidak mampu untuk memakai kemampuan bicaranya untuk berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang lain. Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong.

Terapi Perkembangan Floortime

Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional dan intelektualnya.

Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA (Applied Behavior Analysis) yang lebih mengajarkan keterampilan yang lebih spesifik.

Terapi Visual

Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar. 

Misalnya dengan metode PECS (Picture Exchange Communication System). Beberapa video games dan kartu bergambar bisa juga dipakai untuk mengembangkan keterampilan komunikasi.

Baca Juga: Bentuk Intervensi dalam Psikologi

Terapi Snoezelen

Snoezelen dikembangkan sejak tahun 1960-an di AS, lalu dikembangkan di Belanda tahun 1975 oleh dua orang ahli, yaitu Jan Hulsegge dan Ad Verheul.

Kata snoezelen sendiri diambil dari bahasa Belanda, snuffelen (to sniff atau mencium) dan doezelen (to doze atau tidur sebentar), yang bermakna nyaman dan rileks.

Terapi snoezelen merupakan aktvitas yang dirancang untuk mempengaruhi sistem saraf pusat (SSP) melalui pemberian rangsangan yang cukup pada sistem sensori primer anak, seperti penglihatan, pendengaran, peraba, perasa lidah, pembau dan juga sistem sensoris internal.

Secara umum, tujuan yang dapat dicapai dalam melakukan terapi snoezelen, sebagai berikut:

  • Anak dapat menikmati permainan, aktivitas dirinya sendiri;
  • dapat rileks mental maupun fisiknya;
  • meningkatkan kesadarannya;
  • mampu berinisatif melaksanakan aktivitas;
  • mampu melakukan aktivitas.

Terapi Musik

Para ahli percaya bahwa musik dapat dijadikan wahana untuk pendidikan, baik bagi anak normal maupun anak berkebutuhan khusus.

Andik Sumarno dan kawan-kawan mengemukakan “terapi musik dalam pendidikan adalah usaha mendidik melalui pelajaran musik untuk menumbuhkan cipta, rasa, karsa, estetik anak untuk mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan psikomotorik dan fisiomotorik secara optimal”.

Menurut Ewalt (1957) berdasarkan risetnya, terapi musik efektif dalam kegiatan komunikasi dengan anak yang sangat diam, penyendiri, atau terbelakang yang merupakan karakteristik anak autis.

Tujuan terapi musik yaitu mengembangkan dan memperbaiki kemampuan fisik, melatih kemampuan persepsi, mengembangkan dan mengaktualisasikan potensi, mengembangkan kemampuan regulasi emosi.

Adapun ruang lingkup terapi musik adalah;

  • Menggerakkan tubuh sesuai musik, bunyi, atau suara;
  • mendengarkan musik, bunyi atau suara;
  • menggunakan alat-alat instrumen; 
  • membunyikan alat bersama-sama;
  • menyanyi;
  • bergerak atau bermain sesuai musik atau nyanyian.

Pelaksanaan terapi musik bagi anak autis memerlukan perhatian pada beberapa hal, seperti:

  • Kondisi anak autis;
  • bahasa yang digunakan;
  • tenaga terapis;
  • tempat dan alat terapi; 
  • strategi pendekatan; 
  • penilaian.

Baca Juga: Mengenal Asesmen Multimetode dalam Psikologi

Terapi Senam Otak

Senam otak adalah serangkaian gerak sederhana dan menyenangkan yang digunakan untuk memadukan semua bagian otak yang berfungsi meningkatkan kemampuan belajar, membangun harga diri dan rasa kebersamaan (Dennison, 2006).

Rangkaian kegiatan ini sesuai untuk semua orang. Berguna dalam mempersiapkan seseorang menyesuaikan kehidupan sehari-hari. Dapat menambah atau meningkatkan keterampilan khusus dalam hal berpikir dan koordinasi, memudahkan kegiatan belajar.

Senam otak merupakan inti dari educational-kinesiology, yang merupakan ilmu tentang gerakan tubuh manusia. Edukasional kinestetik adalah metode yang dikembangkan oleh Paul Dennisonagar.

Individu dapat mengembangkan potensi melalui gerakan tubuh dan sentuhan-sentuhan (Brain Gym International, 2008).

 

Penulis: Najma Bintan Salsala (1707016031)

Posting Komentar untuk "Terapi Bermain yang dapat diterapkan Pada Anak dengan Autisme"