Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Aspek-aspek dan Contoh Penerapan Resiliensi

Initentangpsikologi.com - Resiliensi didefinisikan sebagai kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengatasi atau beradaptasi dengan kejadian atau masalah yang terjadi dalam kehidupannya.

Kemampuan tersebut meliputi kemampuan bertahan dalam keadaan tertekan, dan bahkan berhadapan dengan kesengsaraan atau trauma yang dialami dalam kehidupan (Reivich & Shatte, 2002).

Aspek-aspek dan Contoh Penerapan Resiliensi
Ilustrasi: pexels.com

Santrock (2014) menyatakan resiliensi adalah kemampuan yang dimiliki individu dalam melakukan proses adaptasi positif untuk mencapai hasil yang lebih baik dalam hal perilaku, prestasi, hubungan sosial dan tingkat ketahanan individu dalam menghadapi keadaan yang buruk.

Menurut Norris et, al, (2008), Resiliensi komunitas adalah sebuah proses yang menghubungkan komponen kapasitas adaptasi agar komponen atau unsur populasi dapat berfungsi dan beradaptasi dengan baik setelah terjadinya gangguan.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa resiliensi merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengatasi dan beradaptasi terhadap berbagai tekanan serta permasalahan dalam kehidupannya.

Serta mampu bangkit kembali untuk menjadi pribadi yang lebih baik dalam hal perilaku, hubungan sosial dan tingkat ketahanan individu dalam menghadapi keadaan yang buruk sehingga dapat melanjutkan kehidupan secara sehat.

Sementara resiliensi dalam komunitas sendiri berarti kemampuan yang dimiliki oleh suatu kelompok untuk dapat menyelesaikan suatu permasalahan dalam kelompok tersebut agar menghasilkan suatu tujuan yang sama.

Baca Juga: Resiliensi Kolektif dan Membangun Resiliensi Individu

Aspek-aspek Resiliensi

Grotberg (1994) menyebutkan tiga sumber dari resiliensi (three sources of resilience) untuk mengatasi konflik yang disebabkan dari keadaan yang tidak menyenangkan dan untuk mengembangkan resiliensi remaja.

Sumber-sumber tersebut yaitu 1) I am, yg berasal dari dalam diri individu. Sumber-sumber tersebut meliputi perasaan, sikap dan keyakinan yang dimiliki oleh individu.

Menurut (Desmita, 2005, hal. 229), terdapat beberapa kualitas pribadi yang dapat mempengaruhi i am, yaitu: banyak orang yang menyayangi dan menyukainya, bersedia bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya dan bersedia menerima konsekuensi dari perilakunya, dan sebagainya.

2) I have, merupakan sumber pembentuk resiliensi yang berasal dari luar diri individu. Dalam hal ini besarnya dukungan sosial yang diberikan oleh orang lain sangat membantu dalam terbentuknya resiliensi.

Beberapa kualitas yang dapat membangun I have, yaitu: mempunyai kepercayaan penuh dalam menjalani sebuah hubungan, mempunyai dorongan untuk tidak menyusahkan orang lain, dan lainnya.

3) I can, merupakan sumber pembentuk resiliensi yang berkaitan dengan keterampilan yang dimiliki oleh individu dalam menjalin hubungan sosial dan interpersonal.

Keterampilan-keterampilan dalam sumber I can yaitu: kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik, kemampuan dalam memecahkan masalah, dapat mengukur emosi diri sendiri dan orang lain.

Faktor-faktor I am, I have, I can merupakan faktor yang dapat membentuk resiliensi. Misalnya: individu yang hanya memiliki kualitas harga diri tinggi pada dirinya (I am) akan tetapi tidak mempunyai keterampilan berkomunikasi yang baik dengan orang lain atau tidak mempunyai keterampilan dalam memecahkan masalahnya (I can).

Dan dalam hal tersebut individu juga tidak mempunyai orang-orang yang dapat membantunya berkomunikasi atau memecahkan masalahnya (I have), maka individu tersebut tidak dapat dikatakan sebagai individu yang resilien karena hanya memiliki satu faktor dalam dirinya.

Baca Juga: Konseling dalam Lingkup Rumah Sakit

Resiliensi memiliki beberapa aspek yang memaparkan kemampuan membentuk resiliensi yang dimiliki oleh individu yang dikemukakan oleh Reivich dan Shatte (2002) antara lain: regulasi emosi, pengendalian impuls, optimisme, self efficacy, analisis penyebab, empati, dan reaching out.

Di sisi lain Wolin (dalam Setyowati dkk., 2010) melihat bahwa individu yang memiliki resiliensi baik, ditunjukkan dengan aspek-aspek sebagai berikut:

a. Berwawasan (Insight), yaitu proses perkembangan individu dalam merasa, mengetahui dan mengerti masa lalunya untuk mempelajari perilaku-perilaku yang lebih tepat. Hal ini membantu individu untuk memahami dirinya sendiri dan orang lain serta mampu menyesuaikan diri dalam berbagai situasi.

b. Kemandirian (Independence), merupakan kemampuan untuk mengambil jarak secara emosional maupun fisik dari sumber masalah. Kemandirian ini melibatkan kejujuran terhadap diri sendiri dan orang lain.

c. Hubungan (Relationship), Individu yang resilien mampu mengembangkan hubungan yang jujur, saling mendukung dan berkualitas dalam kehidupannya, atau memiliki role model yang baik. Relationships juga merupakan upaya seseorang menjalin hubungan atau berinteraksi dengan orang lain.

d. Inisiatif (Initiative), merupakan keinginan yang kuat dalam diri individu untuk bertanggung jawab dalam kehidupannya baik pada dirinya sendiri maupun pada masalah yang dihadapi.

Individu yang resilien akan bertanggung jawab terhadap pemecahan masalah dan selalu berusaha memperbaiki diri dan situasi yang dapat diubah serta meningkatkan kemampuan untuk menghadapi hal-hal yang tidak dapat diubah.

e. Kreativitas (Creativity), merupakan suatu kemampuan yang dimiliki individu untuk memikirkan berbagai pilihan, konsekuensi, dan alternatif dalam menghadapi tantangan hidup.

Kemampuan ini melibatkan daya imajinasi individu dalam memecahkan permasalahan yang sedang dihadapi. Individu yang resilien akan memikirkan setiap konsekuensi dari setiap perilaku sehingga mampu untuk membuat keputusan yang benar.

f. Humor, merupakan kemampuan individu untuk mengurangi beban hidup dan menemukan kebahagiaan dalam situasi apapun. Individu yang resilien menggunakan rasa humornya untuk memandang situasi yang berat menjadi lebih ringan.

g. Moralitas (Morality), Kemampuan individu untuk berperilaku atas dasar hati nuraninya. Individu mampu untuk memberikan bantuan terhadap orang yang membutuhkan. Individu yang resilien dapat mengevaluasi dan membuat keputusan yang tepat tanpa rasa takut akan pendapat orang.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek resiliensi adalah regulasi emosi, pengendalian impuls, optimis, kemampuan untuk menganalisis penyebab dari masalah, empati, keyakinan diri, berfikir positif, insight, independence, relationships, initiative, creativity, humor, morality.

Baca Juga: Aspek-aspek Resiliensi

Analisis Kasus

Resiliensi Masyarakat Terhadap Banjir di Desa Batu Merah Kecamatan Sirimau Kota Ambon

Resiliensi merupakan kemampuan untuk kembali ke keadaan sebelum terjadinya bencana ataupun ke keadaan yang lebih baik sehingga ketika terjadi bencana yang sama, individu atau kelompok mampu menghadapi bencana tersebut dengan pengalaman yang dimiliki dari bencana sebelumnya.

Berbagai perubahan yang terjadi setelah bencana mengharuskan komunitas untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang berubah.

Suatu komunitas dapat dikatakan resilien ketika sistem-sistem yang ada di komunitas tersebut dapat berfungsi kembali dengan baik dan komunitas merasa nyaman dengan kondisi sekarang. Hal ini tidak lepas dari kapasitas adaptasi yang dimiliki komunitas untuk mencapai komunitas yang resilien.

Resiliensi masyarakat dapat diukur dengan melihat tingkat keberfungsian sistem dan tingkat kenyamanan masyarakat saat terjadi bencana maupun setelah terjadi bencana tersebut.

Banjir yang terjadi di desa Batu Merah Ambon menyebabkan banyak rumah yang hancur dan juga terendam. Masyarakat desa Batu Merah memiliki Kapasitas adaptasi yang baik yang dapat membantu mereka beradaptasi menghadapi perubahan-perubahan yang tinggi.

Pengetahun dan pengalaman yang dimiliki oleh masyarakat membuat masyarakat mampu melakukan inovasi-inovasi untuk mencapai kondisi yang resilien. Kapasitas adaptasi masyarakat yang paling berpengaruh dalam beradaptasi dan mencapai resiliensi adalah institutional memory (pengetahuan dan pengalaman) dan konektivitas (connectedness).

Faktor yang berpengaruh terhadap resiliensi yaitu institutional memory (pengetahuan dan pengalaman) pada masyarakat Batu Merah di mana masyarakat secara keseluruhan tahu kapan terjadinya banjir yang besar yang merugikan mereka, bagaimana cara menyelamatkan diri mereka sebelum banjir besar datang.

Pada saat hujan telah turun terus-menerus selama beberapa jam, maka masyarakat sudah mulai waspada. Masyarakat memperhatikan pasang surut air laut, ketika air mulai pasang dan hujan tidak berhenti selama beberapa jam, maka masyarakat sudah mempersiapkan diri, mulai memindahkan barang-barang milik warga ke loteng ataupun menitipkan ke rumah warga yang dirasa tinggi (ditambah lagi Proses Pembuatan Rumah lebih tinggi).

Sedangkan untuk konektivitas (connectedness) itu sendiri masyarakat memiliki keeratan hubungan antara sesama masyarakat ataupun di luar masyarakat. Pengetahuan masyarakat terhadap banjir itu sendiri telah menjadi pengalaman berharga bagi mereka selama mereka hidup di Desa Batu Merah.

Sebelum terjadi banjir besar pada tahun 2012 dan 2013, masyarakat juga mengalami banjir namun tidak separah tahun itu. Setelah kejadian tersebut, masyarakat memiliki informasi akan datangnya banjir dengan mencari tahu sendiri kondisi pasang surut air laut, maupun saling membantu di antara warga dengan memberikan informasi.

Masyarakat juga telah mewaspadai akan datangnya banjir dan sudah menyelamatkan diri lebih awal. Selain itu, masyarakat bergotong-royong memberi bantuan terhadap yang lain pada saat banjir maupun ketika banjir telah surut.

Eratnya hubungan yang dimiliki masyarakat mengimplikasikan bahwa masyarakat memiliki kehidupan sosial yang baik terutama setelah mengalami bencana banjir, dan masyarakat dapat memenuhi kebutuhan mereka sendiri.

Bentuk resiliensi yang tepat untuk masyarakat Desa Batu Merah adalah resiliensi sebagai transformasi seperti yang dikatakan Maguire dan Cartwright (2008), bahwa perspektif resiliensi sebagai transformasi merupakan perspektif yang berkaitan dengan konsep pembaharuan, regenerasi dan reorganisasi serta berfokus pada kapasitas adaptasi yang dimiliki masyarakat.

Ketika banjir telah selesai, masyarakat kembali stabil dan mencapai kehidupan yang lebih baik lagi serta masyarakat menjadi tanggap darurat dan menjalani hidup seperti warga-warga lainnya yang tidak mengalami bencana.

Kemampuan masyarakat dalam beradaptasi dengan situasi pasca banjir tidak lepas dari berbagai faktor yang berperan dalam kemungkinan masyarakat untuk beradaptasi di antaranya kepemimpinan, perasaan saling memiliki, dan kepercayaan bahwa bencana yang terjadi akan membawa berkah dan cobaan pasti akan berlalu.

Resiliensi masyarakat Desa Batu Merah tercapai dengan baik dan didukung oleh kapasitas adaptasi warga yang tinggi. Sistem-sistem yang tidak berfungsi saat banjir kini dapat berfungsi kembali dan warga merasa nyaman dengan kondisi mereka saat ini. Warga mampu berinovasi dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia sehingga mencapai taraf hidup yang lebih baik dari sebelumnya.

 

Penulis: Dewi Masitoh NR (1707016032)

Posting Komentar untuk "Aspek-aspek dan Contoh Penerapan Resiliensi"