Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Konseling di Lingkup Rumah Sakit, Metode dan Teknik Konseling untuk Pasien di Rumah Sakit

Metode dan Teknik Konseling untuk Pasien di Rumah Sakit

Metode konseling dan psikoterapi yang sudah ada memiliki kemungkinan untuk diterapkan sejauh memiliki relevansi dengan berbagai kebutuhan pasien di rumah sakit, setidaknya ada empat bentuk pelayanan: 

1) Bimbingan;

2) Konseling;

3) Kolaborasi dan konsultasi;

4) Psikoterapi.

Metode dan Teknik Konseling untuk Pasien di Rumah Sakit
Ilustrasi (pexels.com/RODNAE Productions)

Dalam bimbingan dan konseling, dapat digunakan pendekatan cognitive behavioral therapy (CBT) karena memiliki relevansi untuk setting rumah sakit. Misalnya dalam menangani pasien yang mengalami gangguan mental seperti depresi dan lainnya yang umumnya terdapat pada pasien di rumah sakit.

Sementara metode konsultasi ditujukan pada fungsi-fungsi dan tujuan kerjasama, bukan hanya kepada subtansi. Kemudian esensi dari terapi pun berfokus kejaringan yang lebih luas seperti tim, lembaga atau penyelenggara berbagai layanan kesehatan, dan kelompok profesional tentang bagaimana cara mengelola tugas-tugas khusus atau aktivitas tertentu atau langsung dengan pasien dan keluarganya.

Sedangkan teknik kolaboratif adalah bekerjasama dengan mitra kerja menuju tercapainya tujuan. Yang jelas, penggunaan metode dan teknik harus memperhatikan pertimbangan-pertimbangan berkenaan dengan tingkatan konseling yaitu:

1) Informating giving

Hanya bersifat pemberian informasi mengenai beberapa hal seperti, rencana pengobatan, hasil tes laboratorium, perawatan dan percobaan obat, pencegahan penyakit dan lain-lain. Hal ini biasanya untuk penderita penyakit kronis seperti HIV, kanker, dan lainnya.

2) Implication counseling

Merupakan tindak lanjut dari pemberian informasi jika terjadi hal-hal yang harus dirundingkan dengan pihak keluarga pasien atau pihak terkait.

3) Supportive cuonseling

Merupakan tahapan konseling selanjutnya jika terjadi berbagai reaksi emosional atas berbagai informasi yang diterima pasien atau keluarga atau mendorong agar memiliki kesiapan menerima kenyataan dan memasuki proses berikutnya.

4) Psycotherapeutic cunseling

Merupakan tahapan lebih lanjut yang difokuskan pada penyembuhan, penyesuaian, kemampuan mengatasi dan berbagai hal yang terkait dengan penyelesaian masalah yang dihadapi pasien.

Pertimbangan terakhir adalah penggunaan teknik brief focussed counseling, yaitu konseling di rumah sakit yang dilakukan konselor secara singkat, efektif, dan tepat sasaran dengan pertimbangan:

1) Dilaksanakan dalam setting medis yang sibuk dan waktu yang terbatas;

2) Karena ada tekanan dan keterbatasan waktu;

3) Karena banyak perubahan yang terjadi pada diri pasien sehubungan dengan penyakit yang diderita;

4) Dituntut fokus pada masalah psikologis utama yang dialami pasien.

Langkah-Langkah Pelaksanaan Konseling

Berdasarkan teknik brief focussed counseling, terdapat 4 langkah dalam konseling di rumah sakit:

1) Forming and therapeutik relationship

Yaitu menjalin komunikasi dengan pasien sebagai konseli, membuka komunikasi dan percakapan.

2) Making assesment

Pada tahap ini konselor harus sudah mendapatkan gambaran mengenai kondisi psikologis pasien, latar belakang, pemahaman, makna, dan kepercayaan pasien mengenai sakit yang dideritanya.

3) Intervening all the same session

Pada tahap ini konselor sudah harus dapat melakukan berbagai intervensi, penanganan, pemecahan masalah yang dihadapi sembari memantau berbagai kemungkinan masalah baru yang muncul sepanjang sesi konseling dan sesi keperawatan medis untuk dicariakan solusinya secara kolaboratif.

4) Closing

Merupakan penutupan internal agar dapat melakukan evaluasi terhadap segala bentuk intervensi dan terapi yang dilakukan.

Untuk penanganan kasus khusus yang mengalami ansietas, dapat diilustrasikan dengan langkah-langkah berikut:

1) Pastikan pasien dapat dan mau berkomunikasi;

2) Pastikan masalah psikologis yang inti dari pasien;

3) Lakukan konseling dengan kehadiran tim medis dan perawat secar lengkap;

4) Bangun hubungan secara cepat agar pasien dapat segera mengekspresikan apa yang paling dikhawatirkan atau menjadi permasalahan;

5) Dorong pasien untuk memberi informasi secara ringkas, dan efektif;

6) Gali terus pembicaraan dengan pasien untuk mendapatkan masalah pokok pasien, tujuan, dan ekspektasi pasien dan bagaimana muncul pemahaman itu;

7) Bicarakan bersama pasien mengenai renacana dan keinginan yang tepat untuk mencari solusi bagi permasalahan yang dihadapi.

Metode dalam Melakukan Bimbingan Rohani

Metode-metode yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan bimbingan rohani di antaranya adalah:

1. Metode interview

Merupakan salah satu cara memperoleh fakta kejiwaan yang dapat dijadikan pemetaan, dibimbing pada saat tertentu yang memerlukan bantuan.

2. Metode kelompok (group guidance)

Dengan metode ini pembimbing dapat mengembangkan sikap sosial, sikap memahami peranan klien yang dibimbing dalam lingkungan yang mungkin ingin mendapatkan pandangan baru tentang dirinya dengan orang lain.

3. Metode yang dipusatkan pada keadaan klien (centered method)

Dalam metode ini terdapat dasar pemikiran klien sebagai makhluk yang matang yang mempunyai kemampuan lebih memahami keadaan dirinya sendiri. Hal ini dapat bersumber dari perasaan dosa yang menimbulkan perasaan-perasaan cemas, konflik kejiwaan, dan lain-lain.

4. Directive counseling

Dalam metode ini, konselor langsung memberikan jawaban-jawaban terhadap problema yang oleh klien menjadi sumber kecemasannya.

5. Metode educative

Metode ini menekankan pada usaha mengorek sumber-sumber perasaan yang dirasa menjadi beban tekanan batin klien. Atau bisa juga untuk mengaktifkan kekuatan potensinya.

6. Metode bimbingan agama

a) Metode individual

Metode ini pembimbing melakukan komunikasi langsung secar individual dengan pihak yang dibimbingnya.

b) Metode kelompok

Metode ini sama dengan group guidance, tapi dalam pelaksanaan  bimbingan, pembimbing mengarahkan pembicaraan dan diskusi pada masalah keagamaan dan sasarannya pada klien lain yang mempunyai masalah yang sama.

Bentuk Pelayanan Bimbingan Rohani Kepada Pasien

1. Klien yang putus asa

Usaha yang dapat dilakukan oleh konselor untuk membantu klien yang mengalami permasalahan di atas adalah:

a) Memberikan pemahaman pada klien untuk tidak berprasangka buruk pada Tuhan dan jangan berputus asa tanpa memiliki harapan untuk kesembuhannya.

b) Melalui konseling konselor mengarahkan individu agar dapat menerima segala ujian yang diberikan Yang Maha Kuasa dan menjelaskan kepada individu agar dapat menanggulangi setiap permasalahan yang dihadapi dengan meminta pertolongan kepada-Nya.

c) Konselor memupuk atau mengembalikan kembali potensi illahiyah yang telah dibawa sejak lahir terutama sifat sabar, karena dengan sabar akan membawa individu kepada keikhlasan dari setiap ujian yang dihadapi.

d) Konselor menekankan kepada individu untuk tidak berputus asa dan juga mengarahkan individu ke arah yang lebih positif. Sehingga akan membawa dampak yang besar yaitu membuat individu rela untuk meninggalkan semua yang dilarang Tuhan dan menjalankan semua yang diperintahkan-Nya, sehingga dapat menumbuhkan semangat dan motivasi individu untuk terus berusaha dan berdoa atas kesembuhannya.

2. Klien yang kecil kemungkinan untuk sembuh

Pokok-pokok dalam memberikan bimbingan dan konseling dalam perawatan pasien tersebut terdiri dari:

a) Peningkatan kenyamanan

Kenyamanan bagi klien menjelang ajal termasuk pengenalan dan peredaan distress psikobiologis. Konselor harus memberikan bimbingan kepada keluarga tentang tindakan penenangan bagi klien. Kontrol nyeri terutama penting karena bisa mengganggu tidur, nafsu makan, mobilitas, dan fungsi psikologis.

Ketakutan terhadap nyeri umum terjadi pada klien kanker. Pemberian kenyamanan bagi klien juga mencakup pengendalian gejala penyakit dan pemberian terapi. Klien mungkin akan bergantung pada konselor dan keluarganya untuk pemenuhan kebutuhan dasarnya, sehingga konselor bisa memberikan bimbingan dan konseling bagi keluarga tentang bagaimana cara memberikan kenyamanan pada klien.

b) Pemeliharan kemandirian

Tempat perawatan yang tepat untuk pasien yang kemungkinan sembuhnya kecil adalah perawatan intensif, pilihan lain adalah perawatan hospice yang memungkinkan perawatan komprehensif di rumah. Konselor harus memberikan informasi tentang pilihan ini kepada keluarga dan klien.

Sebagian besar klien mungkin ingin mandiri dalam melakukan aktivitasnya. Maka tidak apa-apa mengizinkan pasien untuk melakukan tugas sederhana seperti mandi, makan, membaca, karena akan meningkatkan martabat klien.

Tetapi konselor tidak boleh memaksakan partisipasi klien terutama jika ketidakmampuan secara fisik membuat partisipasi tersebut menjadi sulit. Konselor bisa memberikan dorongan kepada keluarga untuk membiarkan klien membuat keputusan.

c) Pencegahan kesepian dan isolasi

Konselor membutuhkan kesabaran dan pengalaman untuk merespons secara efektif terhadap klien menjelang ajal. Untuk mencegah kesepian dan penyimpangan sensori, konselor mengintervensi untuk meningkatkan kualitas lingkungan.

Lingkungan harus diberi pencahayaan yang baik, keterlibatan anggota keluarga, dan teman dekat yang dapat mencegah kesepian. Keluarga atau penjenguk harus diperbolehkan bersama klien menjelang ajal sepanjang waktu. Konselor memberikan bimbingan kepada keluarga untuk tetap atau selalu bersama klien menjelang ajal, terutama saat-saat terakhir dalam hidupnya.

d) Peningkatan ketenangan spiritual

Peningkatan ketenangan spiritual mempunyai arti lebih besar dari sekedar meminta kehadiran rohaniawan. Ketika kematian mendekat, klien sering mencari ketenangan. Konselor dan keluarga dapat membantu klien mengekspresikan nilai dan keyakinannya.

Menjelang ajal klien mungkin berusaha untuk menemukan tujuan dan makna hidup sebelum menyerahkan diri kepada kematian. Klien mungkin minta pengampunan baik dari Yang Maha Kuasa atau dari anggota keluarga.

Selain kebutuhan spiritual ada juga harapan dan cinta, cinta dapat diekspresikan dengan baik melalui perawatan yang tulus dan penuh simpati dari keluarga. Keluarga memberikan ketenangan spiritual dengan menggunakan keterampilan komunikasi, empati, berdoa dengan klien, membaca kitab suci, atau mendengarkan musik.

e) Dukungan untuk keluarga yang berduka

Anggota keluarga harus didukung melewati waktu menjelang ajal dan kematian dari orang yang mereka cintai. Semua tindakan medis, peralatan yang digunakan pada klien harus diberikan penjelasan, seperti alat bantu nafas atau pacu jantung. Kemungkinan yang terjadi selama fase kritis pasien harus dijelaskan pada keluarga.

3. Klien yang akan menjalani operasi

Orang yang akan menjalani proses operasi biasanya akan menimbulkan perasaan cemas, was-was, takut, yang mana terkadang individu diliputi oleh pemikiran negatif tentang suasana operasi dan kondisi setelah operasi. Banyak fenomena yang dilihat terutama di rumah sakit, ada di antara pasien yang ragu-ragu dalam mengambil keputusan apakah dia mau dioperasi atau tidak.

Hal itu dapat disebabkan oleh tidak adanya kestabilan emosi sehingga klien menjadi stress dalam menghadapi operasi tersebut. Menyikapi kondisi tersebut maka perlu adanya pelayanan dari konselor sebelum klien melakukan operasi. Hal-hal yang perlu diberikan oleh konselor dalam mengatasi masalah ini adalah:

a) Mengarahkan individu agar bisa menghilangkan kecemasan dan ketakutan akan hal-hal yang belum pasti terjadi. Klien juga diarahkan untuk selalu menyerahkan diri kepada Tuhan.

b) Meningkatkan kepercayaan diri individu untuk melakukan operasi tersebut, dan meyakinkan klien bahwa dengan operasi akan memperoleh kemungkinan sembuh lebih besar nantinya.

c) Memberikan penguatan kepada klien bahwa ia akan mampu menjalani operasi tersebut dan ia akan sembuh dari sakitnya.

d) Memberikan pemahaman kepada klien bahwa operasi bukanlah kondisi yang buruk dan menyakitkan, akan tetapi operasi adalah salah satu jalan menuju kesembuhan dari penyakit yang di deritanya.

 

 

Referensi Bacaan:

1) Andrew, Mc Ghie, Terj. Ika Pattinasarany. 1996. Penerapan Psikologi dalam Keperawatan. Yogyakarta: Andi Publisher.

2) Agus, Taufiq, 2005. Konseling Kelompok bagi Individu Berpenyakit Kronis. Bandung: Rizky Press.

3) SAFA'ATI, M. L. (2013). Penerapan Konseling Kelompok kognitif perilaku Untuk Meningkatkan Harga Diri. Jurnal BK UNESA, 3(1).

Posting Komentar untuk "Konseling di Lingkup Rumah Sakit, Metode dan Teknik Konseling untuk Pasien di Rumah Sakit"