Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Faktor-faktor yang Berperan dalam Kegiatan Bermain Anak dalam Lingkungan Budaya

Initentangpsikologi.com - Bermain (play) marupakan istilah yang digunakan secara bebas sehingga arti utamanya mungkin hilang. Arti yang paling tepat ialah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. 

Bermain dilakukan secara suka rela dan tidak ada paksaan atau tekanan dari luar. Piaget menjelaskan bahwa bermain “terdiri atas tanggapan yang diulang sekedar untuk kesenangan fungsional.” 

Faktor-faktor yang Berperan dalam Kegiatan Bermain Anak
Pexels.com

Menurut Bettelheim kegiatan bermain adalah kegiatan yang “tidak mempunyai peraturan lain kecuali yang ditetapkan pemain sendiri dan tidak ada hasil akhir yang dimaksudkan dalam realitas luar” (Hurlock, 1997. hal: 320).

Istilah bermainan berasal dari kata dasar “main” yang mendapat imbuhan “ber-an”. Dalam kamus besar Indonesia, main adalah berbuat sesuatu yang menyenangkan hati dengan menggunakan alat atau tidak.

Menurut Mayke S. Tedjasaputra yang penting dan perlu ada di dalam kegiatan bermain adalah rasa senang yang ditandai oleh tertawa, (dalam Nugroho, 2005).

Menurut Diana (2010) Bermain adalah kegiatan yang sangat penting bagi perkembangan dan pertumbuhan anak. Bermain harus dilakukan atas inisiatif anak dan atas keputusan anak itu sendiri. Bermain harus dilakukan dengan rasa senang, sehingga semua kegiatan bermain yang menyenangkan akan menghasilkan proses belajar pada anak.

Anak-anak belajar melalui permainan. Pengalaman bermain yang menyenangkan dengan bahan, benda, anak lain, dan dukungan orang dewasa membantu anak-anak berkembang secara optimal (Mutiah, 2010. Hal: 91).

Menurut Soetjiningsih (1998) Bermain adalah unsur yang penting untuk perkembangan anak baik fisik, emosi, mental, intelektual, kreativitas, dan sosial. Anak usia sekolah adalah usia berkelompok atau sering disebut sebagai usia penyesuaian diri (Church & Stone dalam Hurlock, 2008).

Pada masa perkembangan anak usia sekolah, permainan yang paling diminati adalah permainan yang bersifat persaingan (Hurlock, 2008). Anak-anak masa sekolah juga mengembangkan kemampuan melakukan permainan (game) dengan peraturan, (Desmita, 2008). 

Baca Juga: Teori Klasik Tentang Bermain - Teori Rekreasi

Permainan Tradisional

Menurut Hurlock (1998, hal: 325) dengan bertambahnya jumlah hubungan sosial, kualitas permainan anak menjadi lebih sosial.

Pada saat anak mencapai usia sekolah, kebanyakan permainan mereka adalah sosial, seperti yang terlihat dalam kegiatan bermain kerjasama, asal saja mereka telah di terima dalam kelompok dan bersamaan dengan itu timbul kesempatan untuk belajar bermain dengan cara sosial.

Suasana tersebut dapat ditemui dalam permainan tradisional. Salah satu ciri yang sangat terlihat dari permainan tradisional adalah dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bertatap muka, keadaan ini memungkinkan anak untuk berinteraksi dengan teman bermainnya. Saat memainkan permainan tradisional anak-anak diajak untuk berkumpul dan mengenal teman sepermainannya.

Permainan tradisional adalah bentuk kegiatan permainanan yang berkembang dari suatu kebiasaan masyarakat tertentu. Pada perkembangan selanjutnya permainan tradisional sering dijadikan sebagai jenis permainan yang memiliki ciri kedaerahan asli serta disesuaikan dengan tradisi budaya setempat.

Dalam pelaksanaanya permainan tradsional dapat memasukkan unsur-unsur permainan rakyat dan permanan anak ke dalamnya. Bahkan mungkin juga dengan memasukkan kegiatan yang mengandung unsur seni seperti yang lazim disebut sebagai seni tradsional (Agustin, 2013).

Permainan tradisional di sini bisa identik dengan istilah olah raga tradisional. Supaya suatu kegiatan dapat di ketegorikan sebagai permainan tradisional tentunya harus teridentifikasi unsur tradisinya yang memiliki kaitan erat dengan kebiasaan atau adat suatu kelompok masyarakat tertentu.

Di samping itu kegiatan itupun harus kuat mengandung unsur fisik yang nyata-nyata melibatkan kelompok otot besar dan juga mengandung unsur bermaian yang melandasi maksud dan tujuan dari kegiatan itu.

Maksudnya, suatu kegiatan dikatakan permainan tradisional jika kegiatan itu masih diakui memiliki ciri tradisi tertentu. Melibatkan otot-otot besar dan hadirnya strategi serta dasarnya tidak sungguh-sungguh terlihat seperti apa yang ditampilkannya (Agustin, 2013). 

Dapat disimpulkan bahwa permainan tradisional merupakan bentuk kegiatan yang berkembang dari suatu kebiasaan masyarakat tertentu.

Tidak dapat dipungkiri bahwa bermain merupakan bagian dari kesibukan anak usia dini. Anak membutuhkan banyak waktu untuk bermain dan bereksplorasi secara bebas.

Dalam hal ini peran orang tua hanyalah mendampingi dan mengarahkan anaknya serta memberikan media yang sesuai dengan usianya. Anak dengan usia yang berbeda memiliki gaya, hal, dan waktu bermain yang berbeda.

Baca Juga: Memahami Definisi Kegiatan Bermain

Peran Budaya dalam Kegiatan Bermain

Sebuah studi longitudinal yang dilakukan dan dipraktekkan kepada ratusan anak usia dini mengemukakan bahwa perbedaan budaya suatu lingkungan di mana anak tinggal, turut berpengaruh terhadap cara atau pola bermain anak.

Budaya yang diperoleh anak dari orang-orang disekitarnya akan diaplikasikan saat ia bermain dengan teman sebayanya. Terlihat perbedaan mendasar saat peneliti mengamati pola bermain anak. Budaya kita sebagai orang timur tentunya sangat menjunjung kesopanan dan toleransi tinggi akan berbeda dengan adat orang lain.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bermain 

a. Kesehatan

Semakin sehat anak semakin banyak energi untuk bermain aktif, seperti permainan dan olah raga. Anak yang kekurangan tenaga lebih menyukai hiburan.

b. Perkembangan Motorik

Perkembangan motorik pada setiap usia melibatkan koordinasi motorik. Apa saja yang akan dilakukan dan waktu bermainnya bergantung pada perkembangan motor mereka. Pengendalian motorik yang baik memungkinkan anak terlibat dalam permainan aktif.

c. Intelegensi

Pada setiap usia, anak yang pandai lebih aktif ketimbang yang kurang pandai, dan permainan mereka lebih menunjukkan kecerdikan. Dengan bertambahnya usia, mereka lebih menunjukkan perhatian dalam permainann kecerdasan, dramatik, konstruktik, dan membaca.

Anak yang pandai menunjukkan keseimbangan perhatian bermain yang lebih besar, termasuk upaya menyeimbangkan faktor fisik dan intlektual yang nyata.

d. Jenis kelamin

Anak laki-laki bermain lebih kasar ketimbang anak perempuan dan lebih menyukai permainan dan olah raga dari pada berbagai jenis permainan lain.

Pada awal masa kanak-kanak, anak laki-laki menunjukkan perhatian pada berbagai jenis permaian yang lebih banyak dari pada anak perempuan tetapi hal sebaliknya terjadi pada akhir masa kanak-kanak.

e. Lingkungan

Anak yang dari lingkungan yang buruk kurang bermain ketimbang anak lainnya. Karena kesehatan yang buruk, kurang waktu, peralatan bermain, dan ruang. Anak yang berasal dari lingkungan desa kurang bermain dari pada mereka yang berasal dari lingkungan kota. Hal ini karena kurangnya teman bermain serta kurangnya peralatan dan waktu bebas.

f. Status Sosio-ekonomi

Anak yang dari kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi lebih menyukai kegiatan yang mahal, seperti lomba atletik, bermain sepatu roda, dan lainnya.

Sedangkan mereka dari kalangan bawah terlihat dalam kegiatan yang tidak mahal seperti bermain bola di jalanan dan berenang di sungai.

Kelas sosial mempengaruhi buku yang dibaca dan film yang ditonton anak, jenis kelompok rekreasi yang dimilikinya dan supervise terhadap mereka.

g. Jumlah Waktu Bebas

Jumlah waktu bermain terutama bergantung pada status ekonomi keluarga. Apabila tugas rumah tangga atau pekerjaan menghabiskan waktu luang mereka, anak terlalu lelah untuk melakukan kegiatan yang membutuhkan tenaga yang besar.

h. Peralatan Bermain

Peralatan bermain yang dimiliki anak mempengaruhi permainanya. Misalnya, dominasi boneka dan binatang buatan mendukung permainan pura-pura, banyaknya balok, kayu, cat air, dan lilin mendukung permainan yang sifatnya konstruktif (Hurlock, 1998.hal:323).

Baca Juga: Peran Lingkungan - Keterlibatan Orang Tua dalam Kegiatan Bermain Anak

Jadi menurut teori dari Hurlock (1998) terdapat delapan faktor yang mempengaruhi bermain anak. delapan faktor tersebut ialah kesehatan, perkembangan motorik, intelegensi, jenis kelamin, lingkungan, status sosioekonomi, jumlah wktu bebas, dan peralatan bermain.

Pengaruh permainan pada perkembangan Anak terlepas dari penekannannya sekarang pada nilai sosialisasi dari bermain, terdapat bukti bahwa bermain menimbulkan pengaruh lainnya bagi penyesuaian pribadi dan sosial anak yang terlalu penting untuk diabaikan begitu saja. Studi tentang permainan anak telah mengungkapkan apa saja pengaruh itu, ialah sebagai berikut (Hurlock, 1998.hal:323) :

a. Perkembangan Fisik

Bermain aktif penting bagi anak untuk mengembangkan otot dan melatih seluruh bagian tubuhnya. Bermain juga berfungsi sebagai penyalur tenaga yang berlebihan yang bila terpendam terus akan membuat anak tegang, gelisah, dan mudah tersinggung.

b. Dorongan Berkomunikasi 

Agar dapat bermain dengan baik bersama yang lain, anak harus belajar berkomunikasi dalam arti mereka dapat mengerti dan sebaliknya mereka harus belajar mengerti apa yang dikomunikasikan anak lain.

c. Penyaluran bagi Energi Emosional yang Terpendam

Bermain merupakan sarana bagi anak untuk menyalurkan ketegangan yang disebabkan oleh pembatasan lingkungan terhadap prilaku mereka.

d. Penyaluran bagi Kebutuhan dan Keinginan

Kebutuhan dan keinginan yang tidak dapat dipenuhi dengan cara lain seringkali dapat dipenuhi dengan bermain. Anak yang tidak mampu menacapai peran pemimpin dalam kehidupan nyata mungkin akan memperoleh pemenuhan keinginan itu dengan menjadi pemimpin tentara mainan.

e. Sumber Belajar

Bermain memberi kesempatan untuk mempelajari berbagai hal, melalui buku, televisi, atau menjelajah lingkungan yang tidak diperoleh dari belajar di rumah atau di sekolah.

f. Rangsangan bagi Kreativitas

Melalu ekperimentasi dalam bermain, anak-anak menemukan bahwa merancang sesuatu yang baru dan berbeda dapat menimbulkan kepuasan. Selanjutnya mereka adapat mengalihkan minat kreatifnya ke situasi di luar dunia bermain.

g. Perkembangan Wawasan Diri

Dengan bermain anak mengetahui tingkat kemampuannya dibandingkan dengan temanya bermain. Ini memungkinkan mereka untuk mengembangkan konsep dirinya dengan lebih pasti dan nyata.

h. Belajar Bermasyarakat

Dengan bermain bersama anak lain, mereka belajar bagaimana membentuk hubungan sosial dan bagaimana menhadapi dan memecahkan masalah yang timbul dalam hubungan tersebut.

i. Standar Moral

Walaupun anak belajar di rumah dan di sekolah tentang apa saja yang dianggap baik dan buruk oleh kelompok, tidak ada pemaksaan standar moral paling teguh selain dalam kelompok bermain.

j. Belajar Bermain Sesuai Jenis Kelamin

Anak belajar di rumah dan di sekolah mengenai apa saja peran jenis kelamin yang disetujui.

 

Penulis: Putri Amelia (1707016040)

Posting Komentar untuk "Faktor-faktor yang Berperan dalam Kegiatan Bermain Anak dalam Lingkungan Budaya"