Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Peran Lingkungan dalam Kegiatan Bermain Anak

Initentangpsikologi.com - Dunia anak adalah dunia bermain, melalui kegiatan bermain, anak belajar banyak hal. Bermain merupakan bagian yang amat penting dalam tumbuh kembang anak untuk menjadi manusia seutuhnya (Dwi Sunar, 2007: 5).

Peran Lingkungan dalam Kegiatan Bermain Anak
Ilustrasi (pexels.com)

Anak-anak menggunakan sebagian besar waktunya untuk bermain, baik dengan dirinya sendiri maupun dengan temannya. Bermain memiliki esensi dalam mendukung tumbuh kembang anak. Tidak hanya sekedar mengembangkan aspek fisik motorik saja, namun juga mengembangkan nilai-nilai, moral, kognitif, bahasa, dan sosial-emosional.

Dilihat dari segi aspek sosial-emosional, melalui kegiatan bermain anak dilatih untuk memahami adanya aturan main dan dituntut untuk mentaatinya. Selain itu, anak dilatih untuk bersikap kooperatif dan menunjukkan antusiasme dalam melakukan permainan kompetitif secara positif.

Anak dibiasakan untuk mengembangkan sikap gigih untuk mencapai kemenangan dan memiliki sikap sportif. Tujuan tersebut sesuai dengan isi dari standar PAUD yang tertuang dalam Permendiknas No 58 tahun 2009. Hal ini didukung dengan pendapat Slamet Suyanto (2003:137) bahwa pada saat anak berinteraksi dengan anak yang lain, maka secara tidak langsung mengajarkan anak bagaimana merespon, memberi dan menerima, menolak atau setuju terhadap ide dan perilaku anak lain. 

Baca Juga: Manfaat Bermain Bagi Perkembangan Anak

Bermain Termasuk Cara untuk Menstimulasi Kecerdasan Anak

Setiap orangtua mendambakan anaknya menjadi anak yang cerdas dan bermanfaat. Cerdas dari sisi kemampuan kognitif atau intelektual, cerdas spiritual, dan cerdas eksistensial.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan anak yaitu faktor genetik (bawaan) dan faktor lingkungan. Untuk mewujudkan harapan memiliki anak cerdas, upaya yang dilakukan tidak hanya sekedar memberikan asupan gizi yang seimbang, mengasuh dan mendidik dengan baik, mengupayakan lingkungan yang “sehat” dan memberikan fasilitas, tapi juga mengupayakan lingkungan psikologis yang kondusif.

Lingkungan psikologis yang kondusif dapat memberikan rasa aman dan nyaman, sehingga anak akan tumbuh menjadi anak yang memiliki rasa percaya diri (self-confidence) dan memiliki keyakinan pada kemampuannya (self-efficacy). Dalam hal ini, orangtua memiliki peran penting untuk membantu anak mengembangkan potensi dan mencapai tugas perkembangannya.

Bermain merupakan salah satu cara untuk menstimulasi kecerdasan anak, di mana ia bisa mengoptimalkan berbagai jenis kemampuannya. Artinya, dengan bermain, anak dapat mengasah motorik halus dan kasarnya, mengembangkan fantasi, persepsi ruang, kemampuan verbal dan numerik, mengenal tekstur, warna, nada, dan sebagainya tanpa beban. Kemampuan yang diperoleh dari pengalaman bermain secara alami diyakini akan memfasilitasi perkembangan berbagai jenis kecerdasan.

Bermain, sebagai hak dasar bagi anak, seringkali diabaikan oleh beberapa pihak. Bermain dianggap tidak penting, bahkan dianggap sebagai kegiatan yang membuang waktu percuma. Nerendra (2002:126) menuliskan tentang hak anak dalam bermain. 

Hak untuk bermain sering dilupakan terutama karena adanya anggapan yang salah yakni bermain itu tidak penting. Tidak banyak orangtua dan professional yang menyadari betapa erat kaitan antara bermain dengan (perkembangan anak) naluri alamiah seorang anak. Pada akhirnya hak anak untuk bermain melalui berbagai cara sering diabaikan".

Pengabaian ini bias dipicu oleh kemiskinan, tidak tersedianya tempat bermain, kebijakan institusi yang salah, atau akibat pandangan yang terlalu sempit tentang pendidikan di mana prestasi akademis dijadikan tujuan utama. Bagaimanapun juga, bermain adalah aktivitas yang menyenangkan dan bagi anak-anak bermain juga merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi (Musfiroh,2005 : 45). 

Baca Juga: Mengembangkan Keterampilan Olahraga dan Menari pada Anak

Bermain Bisa Memunculkan Motivasi Belajar pada Anak

Pemuasan kebutuhan bermain anak juga berkaitan erat dengan motivasi belajar anak. Proses pembelajaran akan efektif jika kebutuhan anak terpenuhi (Solehudin, 2000 :32). Kesempatan anak bermain yang hilang atau berkurang akan memiliki dampak tidak baik, karena saat hilang atau berkurang kesempatan tersebut, maka akan hilang atau berkurang pula kesempatan anak untuk belajar dengan cara yang alami dan menyenangkan.

Hal tersebut terjadi karena bermain merupakan kebutuhan anak, dan secara alami anak akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Anak adalah makhluk sosial dan memiliki potensi sosial yang dibawanya sejak lahir. Dengan potensi itu anak sudah mulai menunjukan keinginannya untuk berhubungan dengan orang lain.

Memasuki usia prasekolah anak mulai mengenal lingkungan baru yang keberadaannya jauh lebih kompleks dibandingkan dengan lingkungan keluarga. Ini artinya faktor yang mendasar dalam perkembangan dan pendidikan anak yang terpenting adalah lingkungan keluarga.

Peran Penting Orangtua Terhadap Perkembangan Anak

Keluarga terutama orangtua sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak agar anak memiliki kepribadian yang baik. Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama bagi anak, baik ditinjau dari sudut urutan waktu maupun dari sudut intensitas dan tanggung jawab pendidikan yang berlangsung dalam keluarga. Oleh karena itu pendidikan keluarga akan sangat menentukan proses pendidikan dalam diri seseorang untuk menjalani pendidikan selanjutnya. 

Seperti yang dinyatakan oleh Sudjana (2004 : 67) bahwa pendidikan keluarga (Family Life Education) muncul dalam dunia pendidikan yang didasarkan atas dua fenomena kehidupan masyarakat, kedua keadaan dan perubahan yang terjadi di lingkungan sekitar berpengaruh pula terhadap kehidupan keluarga.

Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara, keluarga merupakan “pusat pendidikan” yang pertama dan yang terpenting, karena sejak timbulnya adab kemanusiaan sejak dini, keluarga selalu mempengaruhi perkembangan budi pekerti tiap-tiap manusia. Di samping itu orangtua dapat menanamkan benih kebatinan yang sesuai dengan kebatinannya sendiri ke dalam jiwa anak-anaknya.

Beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian pendidikan keluarga adalah proses transformasi perilaku dan sikap di dalam kelompok atau unit sosial terkecil dalam masyarakat. Karena keluarga merupakan lingkungan budaya yang pertama dan utama dalam menanamkan norma dan mengembangkan berbagai kebiasaan dan perilaku yang penting bagi kehidupan pribadi keluarga dan masyarakat.

Orangtua memiliki peran untuk membantu mengoptimalkan tumbuh kembang anak sehingga dapat mencapai tugas perkembangan dengan baik.melalui kegiatan bermain. (Purnomo, 1994) menuliskan tentang pentingnya peran orangtua dalam kegiatan bermain yakni:

Peran orangtua sangat penting dalam menentukan aktifitas kegiatan bermain anak, hendaknya orangtua mampu membimbing anak saat bermain agar berada dalam dunianya itu secara aman dan nyaman. Orangtua memberikan kebebasan kepada anak-anak untuk memilih permainnanya sendiri serta teman-teman sepermainanya, tetapi orangtua tetap bertanggungjawab. Dalam hal ini orangtua tetap menjamin agar pilihan anak tersebut tepat, sehingga teman-teman dan sahabatnya memberikan angin segar dan pengaruh yang sehat bagi pertumbuhan ke arah kedewasaan.

Baca Juga: Pengertian Penilaian Acuan Patokan dan Penilaian Acuan Norma

Upaya Orangtua dalam Memfasilitasi Kegiatan Bermain di Rumah

Terdapat persamaan kecenderungan upaya memfasilitasi antara keluarga pada orangtua yang bekerja dan tidak bekerja pada status ekonomi menengah. Upaya memfasilitasi untuk keluarga tersebut berada pada kategori cukup, hal ini dilihat dari sarana dan prasarana yang dimiliki, kemudian dilihat dari karakteristik orangtua yang permissiveness (pembolehan). Dalam hal ini orangtua lebih memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih mainannya sendiri. Orangtua tersebut tidak terlalu memperhatikan keamanan, kesesuaian, dan kebersihan mainan.

Kemudian karakteristik overprotection (terlalu melindungi) yakni lebih berhati-hati dalam memilihkan mainan untuk anak, selalu mengawasi kegiatan anak secara berlebihan, dan orangtua dengan karakteristik domination (dominasi) cenderung mendominasi dalam pemilihan alat permainan.

Dari semua karakteristik setiap keluarga memiliki persamaan yakni belum mampu menggunakan area yang ada di dalam rumah dengan maksimal, hal ini dikarenakan terbatasnya pengetahuan orangtua dan tempat yang dimiliki orangtua. Orangtua yang bekerja dan tidak bekerja dengan status ekonomi rendah, memiliki kecenderungan memfasilitasi yang kurang. Hal ini dapat dilihat dari mainan yang dibeli, orangtua tidak terlalu memperhatikan keamanan, kesesuaian, dan kebersihan.

Pada orangtua yang bekerja, terlihat interaksi antara orangtua dan anak kurang baik. Interaksi yang kurang baik ini membuat pola asuh yang diterapkan kurang efektif. Berbeda dengan orangtua yang tidak bekerja yang setiap waktu menemani anak.

Bentuk Keterlibatan Orangtua Dalam Kegiatan Bermain

Terdapat perbedaan antara orangtua yang bekerja dan orangtua yang tidak bekerja dilihat dari status pendidikan orangtua. Dalam hal merancang kegiatan bermain bersama bagi orangtua yang berlatar belakang pendidikan lebih dari SMA memiliki pola pemikiran yang cukup baik melalui berbagai kegiatan sehari-hari, seperti makan bersama, mendongeng sebelum tidur, dan sebagainya.

Bagi orangtua yang berlatar belakang pendidikan kurang dari SMA memiliki sikap yang kurang dalam menciptakan dan mengupayakan komunikasi yang baik dengan anak. Terlihat orangtua yang hanya main perintah, mengkritik, menyalahkan dan membentak-bentak anak, seperti selalu menyela pembicaraan, kurangnya rasa empati terhadap anak, tidak terlihatnya para orangtua yang menjadi pendengar yang baik, orangtua jarang membangun kedekatan dan kebiasaan berdialog, serta para orangtua tidak membuat keputusan untuk anak. Dengan pernyataan lain, anak dibiarkan membuat keputusan sendiri seperti bebas menentukan sendiri.

Kemudian dilihat dari segi peran orangtua ketika kegiatan bermain berlangsung, baik orangtua yang bekerja maupun tidak bekerja memiliki peran yang cukup dalam kegiatan bermain anak, di mana hal ini dapat terlihat ketika orangtua yang masih melarang anaknya untuk bermain, orangtua yang tidak mengawasi anaknya ketika bermain, dan orangtua yang kurang bisa menyediakan waktu khusus di tengah-tengah kesibukannya untuk bermain.

Keterlibatan Orang Lain dalam Kegiatan Bermain

Berkaitan dengan hal ini penulis menemukan bahwa keluarga kecil yang hanya terdiri dari orangtua dan anak, keterlibatan orang lain dalam bermain sangat minim dan aktivitas kegiatan bermain hanya dilakukan oleh orangtua saja.

Bagi keluarga yang tidak hanya terdiri dari ayah, ibu melainkan terdapat anggota keluarga lainnya seperti Paman, bibi, kakak, adik, dan kakek – nenek keterlibatan orang lain dalam kegiatan bermain cukup bagus karena akan menimbulkan kegiatan bermain yang baik. Semakin banyak yang terlibat akan semakin baik dalam menumbuhkan perkembangan anak.

Ketika melibatkan anggota keluarga ataupun orang lain dalam kegiatan bermain memiliki kesamaan, yakni orangtua belum mampu memastikan jadwal kegiatan anak sehari-hari, masih terdapat waktu luang yang cukup untuk bermain, tidak pernah secara sengaja merancangnya ketika ingin dilibatkan, para orangtua tidak pernah memaksa orang lain dalam melibatkan dirinya ketika proses kegiatan bermain berlangsung. Kemudian dalam hal pelibatan teman sebaya, jumlahnya banyak dan sangat beragam serta biasanya anak memilih sendiri.

 

Penulis: Indah Ulul Azmi (1707016028)

Posting Komentar untuk "Peran Lingkungan dalam Kegiatan Bermain Anak"