Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kondisi Penyintas OCD di Tengah Pandemi Covid-19

Initentangpsikologi.com - Tahun 2020 merupakan tahun yang berat bagi seluruh masyarakat yang ada di dunia. Merebaknya virus covid-19 yang berasal dari Wuhan, Cina membuat semua penduduk dunia merasa cemas tak terkecuali penduduk Indonesia.


Pandemi covid-19 telah merubah siklus tatanan kehidupan baik dari sektor ekonomi, budaya, pendidikan maupun kesehatan. Perubahan tatanan dari berbagai macam sektor kehidupan tersebut pun sejatinya memberikan lebih banyak dampak negatif bagi masyarakat di dunia.

Dampak Pandemi Terhadap Penyintas OCD

Kondisi Penyintas OCD di Tengah Pandemi Covid-19
Ilustrasi (pexels.com)

Salah satu dampak negatif ini dirasakan oleh mereka yang berjuang dengan gangguan kecemasan obsesif kompulsif (OCD). Hal ini telah dibuktikan oleh studi yang tertulis di The Guardian bahwa banyaknya berita yang membahas virus covid-19 justru menambah kekhawatiran mengenai kontaminasi virus, dan berbagai macam ketidaknyamanan lainnya yang timbul akibat adanya imbauan untuk rajin mencuci tangan, menghindari kontak fisik dan tempat ramai.

OCD sendiri merupakan gangguan psikologis di mana penderitanya kehilangan kontrol atas perilakunya sehingga menimbulkan perilaku berulang atau terus-menerus. OCD ini sering berkaitan dengan masalah kebersihan. Individu yang mengalami OCD sering merasa cemas bahwa dirinya akan terkontaminasi oleh bakteri, kuman, dan virus.

Respon yang diberikan atas kecemasan tersebut berupa mencuci tangan secara berlebihan, mandi secara berlebihan, sangat sering membersihkan rumah dengan rentang durasi yang singkat, misalnya tiap lima jam sekali. Individu akan merasa nyaman dan senang setelah melakukan respon-respon tersebut karena percaya bahwa tindakan mereka dapat mencegah kontaminasi kuman, virus dan bakteri sehingga tingkat kecemasan pun akan berkurang.

Siapa yang Bisa Menderita OCD?

Siapapun dapat mengalami gangguan OCD baik anak-anak maupun orang dewasa, namun OCD lebih umum ditemukan pada orang dewasa. Pada sebuah survey yang dilakukan di Amerika Serikat diperkirakan bahwa prevalensi OCD mencapai 2,6% pada orang dewasa. Pada dasarnya jumlah penderita OCD di suatu populasi tidaklah terlalu besar. Dibandingkan dengan gangguan kecemasan lainnya, prevalensi OCD hanya mencapai 2% dari seluruh penduduk di dunia.

Menurut teori kognitif, Individu dapat mengalami OCD karena mengalami kecemasan dalam menjalani aktivitas sehari-hari sehingga memunculkan pikiran yang negatif, memiliki tendensi berpikir yang kaku sehingga memiliki pandangan bahwa pikiran negatif merupakan hal yang tidak dapat diterima dan tidak semestinya ada, dan ada keyakinan besar untuk mengontrol seluruh pikiran negatif tersebut. Berdasarkan teori kognitif tersebut, orang yang mengalami OCD memerlukan langkah khusus dalam menangani dan mengelola kondisinya terlebih di tengah pandemi seperti ini.

Maraknya imbauan yang gencar disuarakan oleh para ahli medis dan juga pemerintah maupun seluruh lapisan masyarakat membuat individu yang mengalami OCD memiliki lonjakan rasa khawatir yang berlebihan. Rasa cemas dan khawatir sebenarnya bukanlah hal yang buruk untuk dirasakan, namun bagi para penyintas OCD perasaan khawatir akan semakin memperburuk keadaannya.

Hal tersebut tentunya merupakan keadaan yang tidak baik bagi penyintas OCD. Hal itu dikarenakan mereka pada dasarnya telah mengalami kekhawatiran berlebih mengenai kesehatan mereka dan adanya imbauan tersebut seakan-akan menjadi alasan dan sekaligus motivasi untuk mereka melakukan tindakan kompulsif. Akibatnya individu penyintas OCD memiliki kemungkinan yang sangat besar akan kembali mengalami pengalaman kompulsif (mengalami peningkatan).

Individu yang mengalami OCD akan secara tidak sadar meningkatkan aktivitas kompulsi mereka dengan dalih bahwa mereka merasa bahwa hal tersebut perlu untuk dilakukan demi mencegah penularan virus. Individu yang mengalami OCD seolah-olah menutupi perilaku yang kompulsif tersebut sebagai sarana pencegahan dan bukanlah sebagai bentuk perilaku yang menyimpang.

Selain itu tidak menutup kemungkinan juga bahwa Individu yang mengalami OCD akan melakukan tindakan yang merugikan orang lain seperti melakukan pembelian masker dan hand sanitizer secara besar-besaran. Peningkatan pembelian alat kesehatan tersebut dapat menjadi salah satu cara bagi mereka untuk tetap menjaga kebersihan dan kesehatan diri mereka di saat-saat pandemi seperti ini.

Sisi Positif Pandemi Terhadap Penyintas OCD

Namun di balik kemungkinan buruk yang dapat terjadi pada penyintas OCD tentu ada hal baik yang menyertainya, yaitu kondisi ini dapat menjadi salah satu upaya penyembuhan. Penelitian mengatakan bahwa OCD dapat diminimalisir dengan menggunakan terapi perilaku kognitif dengan menggunakan teknik flooding. Teknik flooding memungkinkan bagi penyintas OCD untuk beradaptasi dengan lingkungan.

Di masa pandemi seperti ini individu yang mengalami OCD di desak untuk dapat bertahan menjalani protokol kesehatan sehingga menekan kecemasan yang tengah dirasakan. Akibatnya individu diharapkan dapat mengkondisikan kekhawatiran dan ketakutannya dan memiliki kebiasaan yang baru maka kekhawatiran pun akan menurun.

Tentu saja hal tersebut bukanlah hal yang mudah dan perlu upaya lebih besar untuk menenangkan diri serta mengedepankan pikiran rasional agar tidak terjebak dalam obsesi tersebut. Individu yang mengalami OCD tetap perlu mendapatkan perhatian yang lebih dan support yang lebih dari orang-orang di sekelilingnya. Pendampingan terapi pun tetap perlu diperhatikan agar menjadi dampak yang positif, bukan sebaliknya.

 

Penulis: Lenny Mei Vilien

 

Daftar Pustaka:

Rahmawati, R., Wibowo, B. Y., & Legiani, W. H. (2019, May). Studi Deskriptif Orang Dengan Obsesive Compulsive Disorder Dan Hubungan Interpersonal Dalam Keluarga. In Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP (Vol. 2, No. 1, pp. 694-706).

Suryaningrum, C. (2013). Cognitive Behavior Therapy (CBT) Untuk Mengatasi Gangguan Obsesif Kompulsif. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 1(1), 1-11.

Dwisaptani, R., Hartanti, H., & Nanik, N. (2011). Dinamika Penderita Gangguan Obsesif Kompulsif Kebersihan. Jurnal Ilmiah Sosial dan Humaniora, 5(1), 7-24.

Tuty Ockatiaviany. Dampak Pandemi Virus Korona bagi Penderita Gangguan Kecemasan dan OCD. 2020. https://www.inews.id/lifestyle/health/dampak- pandemi-virus-korona-bagi-penderita-gangguan-kecemasan-dan-ocd. (Diakses pada 3 juni 2020).

Arnidya Nur zafira. Pandemi virus bagi mereka dengan axietas dan OCD. 2020. https://www.antaranews.com/berita/1366230/pandemi-virus-corona-bagi-mereka- dengan-anxietas-dan-ocd. (Diakses pada 3 Juni 2020).

Posting Komentar untuk "Kondisi Penyintas OCD di Tengah Pandemi Covid-19"