Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bahaya Self Diagnosis Terhadap Kesehatan Mental

Initentangpsikologi.com - Dewasa ini masyarakat Indonesia mulai mempunyai perhatian lebih kepada kesehatan mental. Masyarakat mulai peduli terhadap kesehatan mental dirinya sendiri dan orang lain. 

 

Bahaya Self Diagnosis Terhadap Kesehatan Mental
Gambar Ilustrasi (pexels.com)
 

Para penyintas gangguan mental yang sebelumnya hanya dianggap sebelah mata, sekarang pun sudah banyak masyarakat yang peduli terhadap mereka. Fenomena ini mempunyai efek yang sangat baik bagi masyarakat, karena dengan itu masyarakat akan peduli terhadap kesehatan mental dan terus berusaha untuk meningkatkan kesehatan mentalnya tersebut. 

Masyarakat mulai sadar bahwa tidak hanya kesehatan fisik saja yang penting untuk diperhatikan, tetapi juga kesehatan mental mereka sangat penting untuk diperhatikan.

Banyak Muncul Layanan Psikologi Berbasis Online

Seiring berjalannya fenomena tersebut, banyak bermunculan platform psikologi yang membahas mengenai kesehatan mental. Mereka juga membahas dan membagikan informasi mengenai gangguan mental. 

Mereka memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai gangguan mental tersebut dengan harapan masyarakat akan lebih waspada dan apabila mempunyai gejala yang sama untuk segera konsultasi dengan profesional (psikolog/psikiater). Namun pada kasusnya banyak masyarakat yang salah kaprah dan hanya menelan mentah-mentah informasi yang diberikan.

Hal ini menyebabkan banyak masyarakat yang melakukan Self-Diagnosis. Banyak masyarakat menganggap dirinya terkena gangguan mental yang didasarkan atas apa yang dirasakan olehnya sama dengan gejala-gejala gangguan mental yang ada di internet. Tentu saja kejadian seperti ini tidaklah baik dan terkesan berbahaya karena dengan melakukan Self-Diagnosis dapat berdampak negatif bagi masyarakat.

Hal lain yang melatarbelakangi Self-Diagnosis ini yaitu dari menonton film yang sedang tren seperti film Joker (2019) dan lagu-lagu yang mengangkat tema Mental Health Awareness seperti lagu-lagu dari Kunto Aji (album “Mantra-mantra”) dan Hindia (album “Menari dengan bayangan”). 

Ketika sedang menonton ataupun mendengarkan lagu tersebut mereka bertanya-tanya?

"Sepertinya saya juga mengalami hal yang sama seperti cerita dari film dan lagu tersebut karena terdapat beberapa gejala yang mirip dengan yang mereka alami". 

Ini adalah salah satu contoh dari Self-Diagnosis

Baca Juga: Fungsi Kesehatan Mental di Masyarakat

Lalu apa sebenarnya arti dari Self-Diagnosis itu?

Self-Diagnosis merupakan upaya untuk mendiagnosis diri sendiri berdasarkan informasi yang didapatkan seseorang secara mandiri dari beberapa sumber yang belum pasti valid. Seperti informasi dari internet, teman, keluarga, ataupun pengalaman terdahulu. 

Mendiagnosis sebuah penyakit atau gangguan hanya boleh dilakukan oleh tenaga medis profesional. Proses diagnosis sebuah penyakit pun menempuh waktu yang panjang dan tidak asal-asalan. Diagnosis ditentukan berdasarkan keluhan, gejala, riwayat penyakit, dan faktor lainnya yang dialami seorang pasien tersebut.

Banyak masyarakat yang menyalah artikan bahwa Self-Diagnosis adalah satu-satunya diagnosis yang dibutuhkan. Sehingga setelah masyarakat melakukan Self-Diagnosis mereka akan langsung melakukan pengobatan terhadap dirinya sendiri tanpa bantuan dan rujukan dari profesional. Sedangkan alur yang dilakukan tersebut justru mempunyai potensi yang membahayakan bagi diri mereka sendiri. 

Kekhawatiran terhadap fenomena Self-Diagnosis ini akan semakin meningkat seiring dengan kemajuan teknologi yang diakses masyarakat. Edukasi mengenai kesehatan mental akan terus maju dan berkembang, hanya saja bagaimana respon masyarakat dapat mengambil edukasi yang dibagikan dengan bijak.

Baca Juga: Antara Anaka, Gadget, dan Kesehatan Mentalnya

Kasus Self-Diagnosis di Sosial Media

Self diagnosis di media sosial
Gambar Ilustrasi (pexels.com)

 

Beberapa waktu yang lalu di sosial media pernah terjadi tren dimana seseorang merasa dirinya keren karena memiliki gangguan mental. Hal itu disebabkan karena mereka menelan mentah-mentah informasi yang tersebar di sosial media mengenai gangguan mental. Mereka berusaha mencocokkan gejala yang mereka alami dengan informasi gejala gangguan mental yang dibagikan di sosial media. 

Padahal, untuk mendiagnosis gangguan mental tidak cukup hanya dengan gejala-gejala awal saja tanpa melakukan tes dan pemeriksaan lebih lanjut oleh profesional. Alasan lain hal ini menjadi tren yaitu di sosial media terdapat beberapa influencer yang menginformasikan bahwa mereka mempunyai gangguan mental dan mendapat banyak perhatian lebih dari masyarakat. 

Oleh karena itu, masyarakat lain juga ingin mendapat perhatian yang sama dengan mengaku mempunyai gangguan mental. Hal itu hanya dilatarbelakangi dengan mencocokkan dari informasi yang beredar di sosial media tanpa melakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan profesional. 

Self-Diagnosis tidak hanya marak digunakan pada kesehatan mental saja, akan tetapi kasus Self-Diagnosis untuk kesehatan fisik pun banyak terjadi. Masyarakat sering mencari diagnosis penyakit di laman internet berdasarkan keluhan dan gejala yang mereka rasakan. Tentu saja itu juga tidak baik untuk mereka sendiri. 

Kekhawatiran akan penyakit yang mereka idap berdasarkan diagnosis mereka sendiri akan mengakibatkan stres yang berlebih. Penyakit yang harusnya merupakan penyakit yang ringan, karena mereka mencari diagnosis di internet dan menemukan bahwa mereka mengidap penyakit parah. Tentunya hal itu akan membuat mereka tersugesti bahwa mereka mempunyai penyakit yang parah. 

Padahal mereka belum melakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan tenaga medis professional. Tentu keadaan seperti ini akan berbahaya dan mengakibatkan penyakit tidak cepat sembuh atau bahkan akan bertambah parah.

Baca Juga: Kesehatan Mental dalam Lingkup Keluarga dan Sekolah

Dampak Buruk dari Self-Diagnosis

Terdapat beberapa dampak buruk dari Self-Diagnosis bagi masyarakat, diantaranya yaitu:

1. Resiko Kesalahan Diagnosis

Pada gangguan mental terdapat beberapa gejala dan keluhan yang sama antara gangguan yang satu dengan yang lainnya. Seperti apabila terdapat seseorang yang mengalami gangguan mood pasti mereka akan berpikir mereka mengidap bipolar

Padahal gejala dan keluhan yang sama terdapat juga pada gangguan lain seperti gangguan kepribadian ambang (Borderline personality disorder) dimana gangguan ini ditandai dengan suasana hati, perilaku, dan hubungan dengan sekitar yang tidak stabil.

2. Resiko Kesalahan Dalam Penanganan

Masyarakat yang salah dalam melakukan diagnosis terhadap dirinya sendiri akan mengalami resiko kesalahan dalam penanganan penyakit yang belum pasti mereka derita. Mereka pasti akan mencari obat yang sesuai dengan apa yang mereka diagnosis terharap diri mereka.

Padahal dalam pemberian obat terhadap pasien tidak boleh asal-asalan dan harus dengan resep dokter. Apabila mereka salah dalam mengonsumsi obat-obatan dan menimbulkan efek samping karena kesalahan pada cara mengonsumi ataupun kesalahan dosis akan berakibat buruk terhadap kesehatan mereka sendiri.

3. Resiko Memicu Penyakit Yang Lebih Parah

Bahaya lainnya dari Self-Diagnosis yaitu akan mengakibatkan semakin bertambah parahnya penyakit yang diderita. Hal ini disebabkan karena masyarakat akan menunda dalam berkonsultasi dengan professional sehingga penanganan yang benar pun akan tertunda juga sehingga dapat mengakibatkan penyakit akan menjadi lebih parah.

4. Menganggap Diri Sendiri Buruk

Bahaya Self-Diagnosis yang terakhir yaitu menganggap dirinya sendiri sangat buruk karena mempunyai penyakit atau gangguan mental. Padahal kenyataannya mereka tidak seburuk itu atau bahkan mereka baik-baik saja. Tetapi hanya karena mereka melakukan Self-Diagnosis, mereka menganggap dirinya buruk dan tidak percaya diri dengan lingkungan sekitar.

Baca Juga: Fungsi Kesehatan Mental dalam Keluarga dan Sekolah

Cara menghindari Self-Diagnosis

Cara untuk menghindari terjadinya Self-Diagnosis, diantaranya yaitu:

1. Pintar-pintarlah dalam memilih informasi dari internet. Pilihlah informasi yang valid dari sumber yang terpercaya.

2. Jangan mudah tersugesti akan sebuah informasi dan mencocokkan gejala serta keluhan yang dialami dengan informasi tersebut. Karena tidak semua hal yang salah dalam diri kalian merupakan sebuah gangguan.

3. Bercerita dengan orang terdekat dan terpercaya. Ketika stres melanda jangan pernah melakukan diagnosis terhadap diri sendiri mengenai gangguan yang dialami. Bercerita dengan orang terdekat dan terpercaya akan mengurangi beban dan stres yang kalian alami.

4. Menghubungi profesional. Apabila kalian merasa ada yang salah dengan diri kalian dan membutuhkan bantuan profesional, segera hubungi profesional untuk mengatasinya. Stigma yang terjadi di masyarakat bahwa pergi ke psikolog atau psikiater akan di cap sebagai “orang gila” itu salah besar. Karena yang sebenarnya terjadi adalah pergi ke psikolog atau psikiater karena membutuhkan bantuan yang menyangkut mengenai kejiwaan seperti konsultasi masalah yang sedang dihadapi, konsultasi pendidikan, konsultasi hubungan, konsultasi masalah pekerjaan, asessmen, psikoterapi, tes intelektual, maupun tes recruitment.

Saat kondisi mental seseorang sedang tidak sepenuhnya sehat dan tidak bisa sadar akan apa yang mereka rasakan, akibatnya mereka tidak bisa berpikir dengan jernih. Apabila sudah seperti itu, sebaiknya segera menemui tenaga profesional seperti psikolog atau psikiater. 

Jangan melakukan Self-Diagnosis apalagi sampai mengakui bahwa kamu mengalami gangguan mental. Memahami dan mengenali apa yang kamu rasakan sangatlah penting. Akan lebih baik jika kamu tahu secara spesifik apa yang sedang kamu rasakan sehingga kamu tahu apa yang harus kamu lakukan.

Penulis: Intan Mahdiana Firdaus


Referensi Bacaan: 

(1) Putra, Arif. 2019. Awas, Ini Bahaya Self-Diagnosis terhadap Gangguan Mental Anda.https://www.sehatq.com/artikel/bahaya-self-diagnosis-terhadap-gangguan-mental-yang-belum-tentu-diderita (diakses tanggal 09 Oktober 2020).

(2) Sartika, Resa Eka Ayu. 2019.Awas, Kebiasaan “Sel Diagnosis” dari Internet Bisa Berbahaya. https://sains.kompas.com/read/2019/07/11/153000423/awas-kebiasaan-self-diagnosis-dari-internet-bisa-berbahaya?amp=1&page=2 (diakses tanggal 09 Oktober 2020)

(3) Hapsari, Annisa. 2019. Dampak Self Diagnosis Kesehatan Mental, Bahaya Tidak, Ya?. https://hellosehat.com/hidup-sehat/psikologi/self-diagnosis-kesehatan-mental/ (diakses tanggal 09 Oktober 2020)

(4) Simply. 2020. Self Diagnosis: Tren Berbahaya bagi Kesehatan Mental. https://chataja.co.id/blog-detail/self-diagnosis (diakses tanggal 09 Oktober 2020)

Posting Komentar untuk "Bahaya Self Diagnosis Terhadap Kesehatan Mental"