Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tahapan dan Etika Dalam Asesmen Psikologis

Initentangpsikologi.com - Dalam melakukan asesmen psikologi ada beberapa tahapan yang harus dilalui oleh seorang asesor. Selain tahapan, terdapat pula etika yang ada dalam melakukan pemerikasaan psikologis. 

Apa saja sih tahapan dan etika dalam asesmen psikologi? Simak pembahasannya di bawah ini.

Tahapan dan Etika Dalam Asesmen Psikologis
Ilustrasi (pexels.com)

Tahapan Asesmen Psikologi

Tahapan asesmen berakhir dengan integrasi data, di mana seorang psikolog bertindak sebagai ahli dalam menginterpretasi perilaku manusia, bukan hanya menginterpretasi hasil tes.

Tahapan asesmen yang dilakukan dianggap berhasil apabila ditujukan pada permasalahan individual yang spesifik dan menghasilkan panduan untuk mengambil keputusan terkait permasalahan tersebut.

Baca Juga: Pengantar Asesmen Psikologi

Berikut adalah tahapan-tahapan dari asesmen psikologi:

1. Mengevaluasi Pertanyaan Rujukan

Alasan atau pertanyaan rujukan perlu diklarifikasi untuk; (1) mengatasi keterbatasan tes psikologis, (2) menyediakan informasi yang lebih relevan terkait permasalahan klien, (3) Psikolog harus menghindari asumsi bahwa rujukan sebagai permintaan awal untuk proses evaluasi sudah memadai.

Psikolog harus mampu mengungkap maksud-maksud tersembunyi, harapan yang tidak dinyatakan, hubungan interpersonal klien yang kompleks, dan hal-hal lain yang tidak bisa diungkap melalui tes.

Demi keberhasilan asesmen, psikolog perlu memahami kosakata, model konseptual, dinamika, dan pengharapan dari setting rujukan yang akan dikerjakan. Untuk menjawab pertanyaan rujukan, psikolog dapat melibatkan sumber data lain di sepanjang proses asesmen.

Misalnya, dalam bidang pendidikan, observasi siswa di dalam kelas dapat dilakukan untuk mengarahkan kembali ke sumber rujukan untuk klarifikasi dan modifikasi pertanyaan rujukan.

Baca Juga: Sejarah Perkembangan Asesmen dan Tes Psikologi

2. Mendapatkan Pengetahuan Terkait Isi Permasalahan

Hal yang perlu diperhatikan sebelum memulai prosedur pemeriksaan ialah; (1) Pemahaman mendalam terhadap masalah atau penguasaan terhadap definisi operasional permasalahan psikologis yang akan diperiksa. (2) Jenis tes yang akan digunakan. Apakah cukup memadai untuk mengungkap masalah? (3) Pemilihan tes apakah dapat diterapkan untuk situasi individu yang unik.

3. Mengumpulkan Data

Proses pengumpulan informasi aktual dapat menggunakan beberapa sumber seperti: skor tes, riwayat hidup, observasi perilaku, dan wawancara.

Untuk permasalahan tertentu dapat juga menggunakan catatan dari sekolah, observasi psikologis yang terdahulu, rekam medis, laporan kepolisian, atau hasil diskusi dengan orangtua atau guru. Sumber data yang beragam diperlukan untuk menghasilkan kesimpulan yang spesifik dengan melihat konsistensi dari data-data yang diperoleh.

4. Menafsirkan Data

Asesmen idealnya menghasilkan deskripsi mengenai tingkat keberfungsian klien yang terkini, penyebab permasalahan, prognosis, dan rekomendasi penanganan.

Penyebab masalah perlu diuraikan secara lengkap dengan memperhatikan interaksi beberapa faktor-faktor perilaku meliputi faktor primer, faktor pengaruh (predisposing), faktor pemicu (precipitating), dan faktor penguat (reinforcing).

Pada umumnya proses penafsiran dan evaluasi data melibatkan 7 tahapan yakni:

  • Pengumpulan data awal; me-review pertanyaan rujukan dan data riwayat permasalahan klien;
  • Mengembangkan alternatif kesimpulan;
  • Menolak, memodifikasi, atau menerima kesimpulan;
  • Mengembangkan hipotesis;
  • Membuat dinamika kepribadian;
  • Mempertimbangkan faktor situasional dalam membuat dinamika;
  • Memprediksi perilaku klien jika dihadapkan pada situasi yang berbeda.

Etika Pemeriksaan Psikologis

1. Membangun Hubungan Profesional

Hubungan antara klien dan psikolog disebut profesional apabila kondisi, tujuan, dan dasar dari hubungan tersebut telah dibahas dan disetujui kedua pihak. Psikolog menjelaskan, dan klien menandatangani pernyataan kesediaan (informed consent).

Adapun aspek-aspek yang mempengaruhi kualitas hubungan psikolog atau pemeriksa-klien:

  • Rapport; ketrampilan pemeriksa menggunakan informasi yang relevan dan familiar bagi klien untuk menjalin kedekatan;
  • Ekspektasi pemeriksa terhadap klien;
  • Tingkat kesukaan pemeriksa terhadap klien.

2. Kerahasiaan

Hasil tes atau asesmen hanya boleh digunakan atas persetujuan atau sepengetahuan klien. Kerahasiaan sudah disebutkan dan menjadi aspek utama dalam informed consent.

Untuk menghindari kesalahpahaman dan pelanggaran hak kerahasiaan klien, pemeriksa perlu memberikan penjelasan yang gamblang dan akurat mengenai prosedur asesmen.

3. Pemberian Label

Psikolog, karena profesi dan keahliannya memiliki wewenang untuk “memberi label” kepada seseorang. Oleh karena itu, psikolog perlu:

1) Sensitif terhadap dampak negatif yang mungkin muncul sebagai hasil pemberian label, yang berasal dari luar atau self-labelling.

2) Memahami keterbatasan yang muncul sebagai akibat dari label yang diberikan kepada seseorang.

Baca Juga: Tips Menghadapi Permasalahan Emotional Sponge

4. Kompetensi Dalam Menggunakan Instrumen Asesmen

Psikolog perlu menguasai administrasi dan interpretasi hasil tes melalui training dan supervisi oleh ahli. Keterampilan khusus lainnya yang perlu dikuasai:

  • Kemampuan mengevaluasi keunggulan dan keterbatasan teknis berbagai alat tes;
  • Kemampuan memilih alat tes yang tepat;
  • Pengetahuan tentang validitas dan reliabilitas alat tes;
  • Prosedur interpretasi berkaitan dengan karakteristik populasi.


Posting Komentar untuk "Tahapan dan Etika Dalam Asesmen Psikologis"