Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Gangguan-Gangguan Fungsi Psikis

Initentangpsikologi.com - (Gangguan-Gangguan Fungsi Psikis) Bagian besar dari tingkah-laku manusia itu didorong oleh impuls. 'somatis, somatikos; dan sooma, soomatos badan, bersangkutan dengan badan atau jasmani. Implus dan keinginan-keinginan yang disadari.

Gangguan-Gangguan Fungsi Psikis
Foto Ilustrasi (pexels.com)

Namun di samping itu tidak sedikit perilaku manusia didorong oleh proses-proses psikis yang tidak disadari seperti teringat pada prasangka-prasangka, kebencian, rasa permusuhan, agresi sendiri, kecemasan hebat hingga jadi panik, implus-implus sex, rasa rendah diri, ilusi-ilusi, delusi atau waham, harapan-harapan, kesusahan, dan lain-lain.

Kumpulan unsur-unsur ketidaksadaran ini apabila negatif safatnya, beroperasinya sering menganggu ketenangan batin, menganggu keseimbangan jiwa dan integritas kehidupan psikis. Orang lalu menjadi cemas, takut, bingung, panik, putus asa, dan lain-lain oleh karenanya.

Sulitnya Adaptasi di Era Modern

Lagi pula, dalam masyarakat modern yang serba kompleks sekarang ini tidak ada seorang pun yang terbebas dari kesulitan-kesulitan hidup. Oleh adanya kemajuan teknologi, mekanisasi, industrialisasi dan urbanisasi, makin sulitlah individu melakukan adaptasi terhadap tuntutan-tuntutan sosial. Sehingga orang jadi cemburu, bingung, takut, cemas, mengalami banyak frustasi dan lain-lain.

Lalu mengalami ketegangan-kategangan batin, konflik-konflik eksternal atau terbuka dan konflik-konflik internal atau batin; juga gangguan-gangguan emosional. Sehubungan dengan itu, orang harus belajar menanggapi segenap konflik dan kesulitan hidupnya yaitu menanggapinya dengan cara yang wajar dan sehat, ataupun dengan cara neurologis dan psikologis.

Contohnya, untuk mengatasi suasana hati yang depresif, person A yang sehat jiwanya, mengisi segenap waktu kosongnya dengan menulis karangan-karangan, bahkan juga buku-buku, dengan “agresivitas” yang menyala-nyala.

Person B sebaliknya, berusaha melarikan diri dari kesusahannya dengan jalan menelan obat-obat tidur, menggunakan valium, obat tidur atau obat penenang yang mengandung candu, LSD (Lysergic  Acid Diethylamide) untuk merangsang kesadarannya. Sebagai akibatnya, ia sering mendapatkan serangan-serangan psikosis apabila dia tidak mendapatkan jatah bahan-bahan “penenang” itu.

Sedang C yang selalu merasa depreslf dan dibarengi oleh rasa-rasa dosa dan penyesalan, beberapa kali berusaha melakukan usaha bunuh diri.

Baca Juga: Gejala-Gejala Konversi dan Gangguan Psikosomatik

Timbulnya Gangguan Psikis

Timbulnya gangguan psikis
Ilustrasi Timbulnya Gangguan Psikis (pexels.com)

Sehubungan dengan itu, sakit secara jiwa atau psikis itu utamanya bukan bergantung pada isi gangguan batinnya, akan tetapi dipastikan oleh: cara dan bentuk pengalaman seseorang, sehingga bentuk dan caranya dia mengobati serta merasakan pengalaman hidup dan deritanya yaitu dengan cara yang sehat, atau dengan cara yang patologis orang yang sehat pasti akan mampu mengatasi kesulitan-kesulitan dan konflik batinnya, dan tidak mau pasif diam tenggelam dalam kesulitan serta kesedihannya. Segenap daya dan tenaganya dimobilisir untuk mengatasi kepelikan hidupnya, sampai dia terbebas dari segenap belenggu batin, dan bisa bekerja normal.

Sebaliknya, orang yang neurotic akan menggunakan mekanisme pembelaan diri negatif untuk menghindari kesulitan hidupnya, maka hasilnya akan sia-sia dan semakin betambah banyaklah permasalahan rumit yang harus dihadapinya. Lagi pula pikiran dan segenap akalnya diperalat untuk “membenarkan ” semua tingkah-laku dan usaha yang sia-sia dan keliru itu.

Pasien yang psikotis dengan sengaja ia mengembangkan ide-ide dan delusi-delusi, baik mengenai diri sendiri maupun dunia luar dan pribadi-pribadi di luar dirinya. Berlangsunglah proses depenalisasi mengenai diri sendiri dan proses derealisasi mengenai dunia luar dengan ciri-ciri sebagai berikut: 

  • dipenuhi fantasi-fantasi yang tidak terkendali ilusi-ilusi yang keliru (delusi-delusi),
  • ketakutan-ketakutan dan syakwasangka yang irasional.

Lalu muncullah gambaran gambaran yang salah mengenai diri sendiri dan dunia sekitar.

Baca Juga: Gangguan Emosional - Gangguan Pada Fungsi Perasaan

Perbedaan Orang Sehat dan Orang Sakit Psikis

Perbedaan Orang Sehat dan Sakit Psikis
Foto Ilustrasi (pexels.com)

Ada perbedaan kuantitatif dan perbedaan kualitatif di antara pengalaman serta kehidupan orang sehat dengan orang yang sakit secara psikis. Kemurungan dan kecemasan pada orang yang sehat, neurotis dan psikotis, bisa berbeda secara kuantitatif. 

Namun apabila perbedaan-perbedaan kuantitatif itu menjadi teramat besar, maka bentuk perbedaan tersebut menjadi bentuk perbedaan secara lebih yaitu berbeda sangat besar dalam intensitas, dan dibarengi perubahan-perubahan kuantitatif pada pasien di antara unsur-unsur psikis melawan unsur kepribadian juga ada gangguan relasional dengan dunia luar.

Sebenarnya segala sesuatu yang dialami oleh neuroticus dan psikotik itu juga dialami oleh orang orang yang normal dan sehat; hanya sedikit dan banyaknya merupakan pembebanan dari pengalaman-pengalaman orang sehat.

Misalnya pada neurotikus dan psikotikus terdapat kecemasan-kecemasan hebat, sehingga menimbulkan rasa panik, agresi yang eksplosif, impuls-impuls seks yang infantil, rasa rendah diri yang ekstrim, rasa superior dan “grandeur” yang melangit, perasaan berdosa yang sangat dalam, dan lain-lain.

Misalnya neurotikus dan psikotikus tadi merasa dirinya dikejar kejar dan dikutuk ada delusion of persecution atau delusi dikejar-kejar sesuatu. Bisa juga delusi bahwa diri sendiri merasa jadi orang besar seperti “nabi”; muncullah delusion of grandeur.

Baca Juga: Gejala dan Tanda Gangguan Perasaan

Depersonalisasi dan Derealisasi

Depersonalisasi dan Derealisasi
Foto Ilustrasi (pexels.com)

Gambaran yang keliru mengenai diri sendiri pada contoh diatas disebut depersonalisasi. Sedang gambaran yang sangat salah mengenai dunia luar disebut derealisasi. Maka orang-yang psikotis itu “menggunakan” segala perasaan dan pikirannya untuk mempertahankan ide-ide yang salah dan delusi-delusinya juga untuk membenarkan segenap pendirian dan tingkah-lakunya yang keliru. Sehingga semakin kacau-balaulah kehidupan psikisnya.

Setiap manusia normal dan sehat pun pasti mengalami perasaan-perasaan gelisah dan pedih semacam tersebut di atas. Hanya saja orang sehat mampu mengatasi semua kesulitan itu. Sedang orang yang sakit secara psikis “tetap berputar-putar”, terus-menerus hanyut tenggelam dalam kesukaran batinnya, dan tidak mampu menemukan jalan keluarnya.

Maka kualitas pribadi itu, apakah dia itu sehat, neuorotis ataupun psikotis selalu dilihat dari tiga faktor, yaitu:

1. Konstitusi somatis atau organisnya;

2. Struktur, dinamika dan jenis kepribadiannya dengan segenap “mekanisme-psikis" untuk memasak pengalaman hidupnya, dan;

3. Relasi-relasi sosial dengan indra-realitasnya.

Baca Juga: Gangguan Tidur - Dampak Mematikan Sering Begadang

Psikotis Bisa Terjadi Pada Orang Sehat

Psikotis bisa terjadi pada setiap orang tidak hanya pada orang yang sakit jiwannya saja. Apa yang berpawai “riuh” dalam kehidupan adalah: sifat-sifat karakter, sikap-sikap, fantasi, trauma, kecemasan-kecemasan dan harapan-harapan “setiap insan". Maka kondisi psikis seorang pasien penyakit jiwa itu kira-kiranya bisa disamakan dengan dunia pengalaman sewaktu kita tidur dan bermimpi yaitu sebagai berikut.

a) Ada mengalir gambaran-gambaran dan peristiwa-peristiwa yang kacau-balau, tidak runtut, tidak teratur. Semua itu jauh berbeda dengan runtunan pikiran dan kesadaran yang logis.

b) Fantasi, perasaan, pikiran, ketakutan, kecemasan dan harapan-harapan tampil lebih kuat pada kelipatan intensitasnya.

c) Gejala-gejala tersebut di atas berlangsung secara berkesinambungan, kembali berulang-ulang kali, atau berlangsung dalam waktu yang lama.

d) Sehingga teriadi proses pemalsuan terhadap diri sendiri (depersonalisasi) dan lingkungan atau milieunya (derealisasi).

Sehubungan dengan uraian di atas, barangsiapa dalam waktu pendek bersitegang, mau menang sendiri terus-menerus dan selalu membenarkan diri sendiri saja, lalu memalsukan realitas yang ada, maka perilaku tersebut tidak bedanya dengan tingkah-laku orang psikotis dengan penggunaan mekanisme pembelaan dan pelarian diri yang salah.

Jika upaya pemalsuan itu hanya berlangsung pendek saja, dan orang yang bersangkutan segera menyadari sikap-sikapnya yang salah, lalu kembali pada pola-pola yang riil, maka dia disebut masih tetap sehat. Akan tetapi apabila dia terus-menerus bersitegang memalsukan realitas yang ada, maka dia disebut psikotis atau gila.

Baca Juga: Gangguan-Gangguan Fungsional, Laesional, dan Psikogen

Faktor Penentu Orang Dapat dikatakan Sehat atau Sakit Jiwanya

Faktor Orang Mengalami Gangguan Jiwa
Faktor Orang dikatakan Sehat atau Sakit Jiwanya (pexels.com)

Jelaslah bagi kita bahwa faktor-faktor penentu bagi jiwa yang sehat atau jiwa yang sakit itu adalah sebagai berikut:

1) Isi dari pengalaman kita, dan;

2) Cara penanganan, pemutusan dan penyelesaian masalah-masalah pokok yang di hadapi setiap harinya. Yaitu cara penyelesaian secara riil, tuntas, penuh keberanian, namun sangat pelik dan berat; ataupun keliru dengan cara-cara riil, bukan lewat mekanisme pelarian diri dan pertahanan diri yang salah, lewat jalan terobosan murahan namun sangat menyesatkan.

Dengan cara-cara tidak wajar ini jiwa menjadi semakin kacau-balau, bahkan menjadi terganggu dan sakit karenanya.

 

Referensi Bacaan:

Alisjahbana, Anna. M, Sidharta; dkk. 1977. Menuju Kesejahteraan Jiwa. Jakarta: PT Gramedia.

Kartono, Kartini. 2014. Patologi Sosial 3: Gangguan-gangguan Kejiwaan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Widakdo, Giri. 2013. Efek Penyakit Kronis Terhadap Gangguan Mental Emosional. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Vol. 7, No. 7.

Posting Komentar untuk "Gangguan-Gangguan Fungsi Psikis"